Bab 37

397 40 2
                                    

Entah sudah berapa kali perangkat jemala di samping ranjang bergetar. Susah payah, Gilbert membuka mata, netra kehijauan itu memicing menatap jam analog di atas nakas. Pukul tiga nol nol. Siapa yang menghubunginya? Benedict kah? Perlahan, dia turun dari ranjang. Gilbert tidak ingin mengganggu tidur lelap sang istri.

Dia nemilih ke luar kamar untuk menerima telepon dari calon besannya, Efraim Budi Setiawan. Awalnya, mereka saling menyapa hangat, saling menanyakan kabar layaknya saudara yang lama tidak bertemu. Namun, tiba-tiba jemari laki-laki yang mulai mengeriput itu terkepal kuat di samping tubuh bersamaan dengan rahangnya mengepal kuat.

"Jadi kamu ingin membatalkan pertunangan anak-anak kita, Efraim?" tanya Gilbert menusuk, napas laki-laki itu bertambah cepat. Telinganya menangkap embusan napas panjang di seberang sana. "Apa kamu sudah kehilangan muka untuk datang menemuiku, sampai harus menelepon dini hari seperti ini?"

[Yah, mungkin itu salah satunya, Gilbert. Kesalahan Chika lebih besar dari dugaanmu.]

"Begitu?" Kedua alis Gilbert menukik tajam, seperti instruksi Efraim, laki-laki itu menghidupkan televisi. Berita terkini dari sebuah stasiun televisi swasta menampilkan Chika di hotel bersama seorang laki-laki. Bukan hanya berdua, beberapa petugas polisi, berseragam dan berpakaian preman menggiring keduanya memasuki lift.

Model papan atas, FBS ditemukan tanpa busana di sebuah kamar hotel bersama pengusaha besi baja SL.

[Kamu sudah melihatnya?]

"Ya, jadi kamu lebih memilih menantu pengusaha dari pada pengacara," sindir Gilbert diikuti tawa mengejek.

[Aku akan membawanya ke Bandung, Gilbert. Kami sama sekali tidak tahu kalau Chika ada hubungan dengan Samuel Lunggono. Dia laki-laki beristri, kami sama sekali tidak pernah berharap putri kami merusak rumah tangga orang lain, Gilbert. Tolong mengertilah keadaan kami.]

Gilbert mengembuskan napas panjang, dia dilema. Mengiakan berarti akan merusak janji persahabatan mereka, jika dia menolak dan memilih meneruskan pertunangan, mau ditaruh di mana mukanya? Dia tidak peduli anggapan orang, tetapi bagaimana dengan Benedict? Calon mantu yang Gilbert banggakan untuk putra satu-satunya malah kedapatan berselingkuh, sampai digrebek di hotel, mereka tidak mungkin hanya sekadar bertemu kan? Usia Gilbert sudah melewati banyak waktu untuk tahu apa yang akan dilakukan laki-laki dan perempuan dalam kamar hotel.

"Baiklah, Efraim. Kalau itu maumu, aku akan selalu mendukungmu."

[Terima kasih, Gilbert. Sekali lagi, aku minta maaf atas nama putriku.]

***

Telinga Chika panas bukan main, ponselnya berdering sepanjang malam. Nama PAPI terpampang di layar. Dia bergidik, semua rambut di tubuhnya berdiri, meremang. Efraim Budi Setiawan pasti murka, Chika menggigit kuku sembari meringkuk di dalam selimut. Jauh di sudut ranjang, perangkat jemala itu masih berkelap-kelip. Pasti Papi... Chika mencelus lirih. Efraim jarang begadang, sejak ditinggal Jian Li-mami Chika, laki-laki itu menjaga kesehatan. Bukan karena ingin menikah lagi, tetapi berharap panjang umur dapat melihat putri tunggalnya menikah. Gaya hidup tidak sehat merenggut nyawa sang istri, Efraim tidak ingin bernasib sama.

I love it when you call me señorita

Lagi-lagi Chika terkinjat, terjengkang menghantam pinggiran ranjang dengan napas memburu. Benda pintar itu seolah berubah menyeramkan di mata Chika, padahal Camilla Cabello bernyanyi hanya sebagai notifikasi pesan masuk.

I wish I could pretend I didn't need ya

But every touch is ooh, la-la-la

It's true, la-la-la

SWINGER CLUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang