BAB 7

4.3K 116 5
                                    

Cerita yang amat memilukan. Berlembar-lembar tisu bekas mengeringkan air mata Liliana berserakan di meja makan. Joy memeluk sahabatnya.

"Kenapa lo nggak pernah cerita? Gue sudah curiga ada yang nggak beres dengan pernikahan ini. Look at you!"

Liliana tahu maksud Joy. Bobotnya merosot drastis setelah menikah. Perangai Samuel semakin kasar setelah Hermanto dan Lidia memutuskan menjual sisa saham mereka untuk modal pensiun di Amerika. Liliana ditinggal di tanah air bersama monster. Bukan salah orang tuanya. Liliana sendiri lah yang ingin menikah tanpa menyelidiki latar belakang pria idamannya. Pangeran tampan itu ternyata monster.

"Lo masih nggak mau laporin Samuel ke polisi?" tanya Joy.

Liliana menggeleng. "Gue tahu siapa Sam."

"Kita bikin viral saja berita ini supaya polisi bergerak."

"Jangan, Joy." Liliana menahan bahu Joy yang hendak menghubungi Letkol Banyuaji, kenalannya dari kalangan militer. "Gue senang bisa lepas meskipun hanya sementara. Mendingan kita bahas hal lain yang menyenangkan."

"Misalnya?"

"Jadi itu yang namanya Leander Arga Satria." Liliana berkata sambil menatap Joy seakan mentertawakan.

"Ganteng juga, Joy. Laki banget. Berasa aman kalau ada dia." Serangan Liliana berlanjut.

"Andai nggak ada Samuel, mungkin gue deketin dia," goda Liliana semakin parah.

"Nggak perlu malu. Gue ikut senang kalau lo membuka hati. Apa sih masalah lo? Papa lo baik, Juan baik, lo nggak dikelilingi laki-laki brengsek. Kenapa menutup diri untuk cinta?" ucap Liliana ketika Joy tak kunjung menjawab.

"Gue nggak menutup diri untuk cinta," sangkal Joy.

"Kalau lo nggak menutup diri untuk cinta, kenapa lo nggak tertarik pacaran?"

"Gue cuma nggak kebayang jadi kayak Mama yang dilarang Papa kerja, murni ngurus anak di rumah. Gue nggak sanggup deh dikurung di rumah, ngorbanin ijazah gue cuma demi ngulek sambel."

Liliana terpingkal. Joy selalu ada-ada saja.

"Kan lo bisa kompromi sama suami lo. Kalau mau kerja, carilah suami yang bolehin lo kerja...."

"Eits, stop! Ini yang gue nggak bisa. Nunggu izin suami. Kenapa ya perempuan nggak boleh nentuin hidup sendiri? Waktu kecil diatur orang tua. Setelah dewasa dan menikah diatur suami. Kayak kita nggak punya otak dan hati saja buat mikir sendiri."

"Di agama kita kan suami adalah kepala, sementara istri adalah tubuh. Istri harus tunduk pada suami seperti kepada Tuhan." Liliana mengingatkan pada prinsip utama agamanya.

"Ya makanya, gue nggak mau menikah biar gue yang jadi kepala dan Tuhan diri gue sendiri."

Liliana tertawa. Benar kan, debat pun dimulai. Karakter Joy dan Liliana berseberangan. Kenapa mereka bisa bersahabat sampai detik ini? Liliana akui Joy adalah sahabat yang baik. Dia tidak pernah merasa dikhianati apalagi ditikam.

"Tapi lo benar sih," Liliana mengalah. "Pernikahan gue pun nggak mulus. Seharusnya gue sadar diri untuk nggak menceramahi lo."

Joy mendekap Liliana. "Jangan bilang gitu. Gue nggak menyangka Samuel punya fetish menjijikkan. Gue pun akan mikir seribu kali kalau diminta menuruti kemauan suami yang sakit kayak gitu."

Liliana membalas pelukan Joy. Senang rasanya punya teman yang mendengarkan keluh kesah. Menopang saat terjatuh. Mendukung dalam keadaan sulit. Di Indonesia, Liliana tidak punya keluarga dekat yang ada di pihaknya. Paman dan bibinya jangan diharapkan mau menolong. Mereka sibuk saling sikut memperebutkan harta. Malah Liliana yakin mereka akan senang dirinya mati agar harta orang tuanya jatuh ke tangan mereka.

SWINGER CLUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang