"Lo memang vagina eater ya." Mulut Sherly semakin kurang ajar memuntahkan sumpah serampah. Ada-ada saja kata-kata baru yang dia ciptakan dalam rangka memaki lawan bicara. Pantas Eric menjulukinya si Mulut Sampah. Siapa Eric? Sherly malas membahas hantu masa lalu yang layaknya jelangkung, datang tak dijemput, tapi nggak akan pulang sebelum rambutnya dijenggut. Kenapa harus dijenggut? Ya harus. Posisi menjenggutnya pun spesial. Sherly di bawah, sementara Eric di atas, sambil teriak, "Oh yes, oh no, oh my God."
"Gue sebenernya nggak mau meniduri Liliana kalau bukan Samuel sendiri yang menyodorkan istrinya."
"What?!" Sherly heran kenapa dia belum kena serangan jantung. Samuel Lunggono adalah konglomerat. Salah besar mengajak bermain orang yang punya banyak uang. Lalu apa kata Benedict tadi? Samuel menyodorkan istrinya?
"Gue lebih percaya Elon Musk joget kayang di tengah Monas daripada Pak Samuel menyodorkan istrinya untuk lo tiduri," cibir Sherly sangsi.
"Chika ngajak gue ke Swinger Club."
"Ada ya kelab begituan di Indonesia? Wow, nggak nyangka."
"Awalnya gue pun nggak menyangka, tapi Swinger Club memang nyata."
Benedict geli melihat reaksi Sherly. Mulutnya megap-megap, mangap, menutup, mangap lagi, menutup lagi persis ikan koi.
"Eh, sebentar. Kalau itu kelab tukar pasangan berarti Chika juga diewe Pak Samuel dong?" tebak Sherly.
"Tepat sekali." Benedict mengangguk kalem disertai senyuman.
"Lo rela tunangan lo dicolok cowok lain?" Sherly geleng-geleng kepala seraya mengernyit jijik.
"Gue memang tunangan pengertian. Lo sih nggak mau sama gue, malah pilih jaksa anak mami itu."
"Iyuuuh.... Najis. Gue nggak bisa bayangin 'otong' tunangan gue colok macam-macam stop kontak."
"Junior gue nggak pernah nyolok stop kontak. Nggak muat karena punya gue segede terong. Kalau juniornya jaksa anak mami itu cuma seukuran charger HP. Nggak heran kalau muat."
"Najis lo, Ben!" Sherly melengos. Wajahnya semerah tomat.
"Pulang sana. Gue mau urus Liliana." Benedict mengusir Sherly dengan kibasan tangan.
Sherly sudah mau pulang dari kantor berjam-jam yang lalu andai saja Liliana tidak datang dan memaksa memberikan alamat Benedict. Akhir pekannya dirampas kepentingan klien. Begini rasanya jadi pengacara. Di balik gelimang lawyers fee yang mencapai ratusan juta, kehidupan hedonis para pengacara diganjar sangat mahal. Salah satunya dengan kehilangan waktu yang berharga. Urusan klien di atas segalanya.
"Oke gue pulang, tapi lo janji nggak apa-apain istrinya Pak Samuel." Wajah Sherly terlihat cemas sungguhan.
"Sher, gue nggak sebarbar itu sampai mencelakakan perempuan yang lagi nggak berdaya. Liliana butuh bantuan gue untuk menolong sahabatnya."
Apa lagi ini? Urusan Sherly sudah banyak. Dia tidak punya waktu mengurus masalah tambahan, terutama yang berpotensi membuat hidupnya berantakan.
"Urusan Joy Wiyono? Ya sudah, lo urus sendiri. Semoga berhasil, Ben." Sherly menepuk-nepuk pundak Benedict sebelum mengambil langkah seribu, minggat ke lift.
Benedict bergeming sejenak di tempatnya berdiri. Liliana datang kembali ke hidupnya setelah sekian lama dia mengharapkan pertemuan mereka. Sayangnya reuni mereka bukan terjadi penuh kesenangan. Justru masalah besar menunggu di depan mata.
Benedict bukan pengecut. Ayahnya adalah pengacara yang berani menghadapi segala situasi sepahit apa pun. Pantang bagi penyandang nama Andes untuk kabur bagaikan pecundang kalah perang. Jadi dia membuka pintu kamar dan kembali ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWINGER CLUB
RomanceLiliana Dermawan dan Benedict Andes bertemu di Swinger Club. Liliana dipaksa Samuel, suaminya untuk melakukan hubungan terlarang dengan Ben, sementara itu Samuel berhubungan dengan Chika, tunangan Ben. Pertemuan singkat pada malam itu tidak selesai...