Bab 20

1.8K 78 14
                                    

Hello Sexy Readers,

Selama bulan Agustus, saya akan posting SWINGER CLUB setiap hari Jumat pk. 06.00 WIB. Vote dan komen yang banyak biar saya semangat postingnya.

Buat yang nggak sabar baca lanjutannya silakan ke Karyakarsa. Bab 21 ada di SWINGER CLUB volume 2. Akses untuk 30 hari yaaa.. Yuk enjoy.

🔥🔥🔥

Benedict memutar bola mata, memperhatikan jam di dinding, pukul satu dini hari. Sembari mengembuskan napas, Benedict melangkah ke kamar. Pelan saja, sebab dia sudah tahu apa yang terjadi di dalam sana. Bukan kecoak yang membikin Chika berteriak dan memekik kencang.

"Kamu gila!" Chika berderap cepat, mengadang Benedict di pintu kamar. Ben diam saja menyaksikan tunangannya itu berjalan mondar mandir sambil memijat pelipis. "Jadi selama ini Liliana sama kamu?"

"Kamu juga tahu Liliana menghilang?"

"Pantas saja Samuel bawaannya ngamuk mulu. Gara-gara kamu?" Chika berhenti di depan Benedict, menatap nanar tunangannya itu. Yang dilakukan Benedict tidak masuk akal, tunangannya selalu bermain bersih sebab tak ingin ada masalah di kemudian hari. Sekarang, Benedict justru mengumpankan dirinya ke mulut harimau. Apa Benedict lupa akan berhadapan dengan siapa? Cari mati saja!

"Sini, aku obati pipimu."

Alih-alih menjawab, Benedict balik kanan menuju dapur. Dia menyimpan kotak obat di atas kabinet. Tanpa memedulikan Chika menggenggam kuat kepalan tangan sambil berdecih.

"Jangan bergaul dengan Samuel, dia berbahaya."

Benedict menarik tangan Chika lantas mendorong pelan sang tunangan duduk di sofa. Chika mendengkus sebal lalu meringis memegangi pipi. Apa yang tercetak di sana adalah hasil karya Samuel Lunggono. Laki-laki itu seperti diliputi amarah luar biasa, mengobrak-abrik tubuhnya tanpa rasa bersalah. Sesekali Chika menyukai permainan kasar Samuel. Namun malam ini, Samuel berbeda. Lebih gila dari sebelumnya. Chika menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Apakah karena Liliana? Bukankah Samuel tidak mencintai istrinya?

"Kamu udah tahu dia berbahaya, kenapa malah membuatnya murka?" Chika membiarkan Benedict mengoleskan salep, perih sekali. Dia harus minta imbalan ke dokter estetika. Chika meradang. "Ben! Samuel itu punya bekingan banyak. Membunuhmu perkara mudah untuknya."

Benedict tersenyum geli, Chika kena sambet apa tiba-tiba jadi baik? Usia mereka terentang jauh, Chika lebih pantas jadi adiknya. Yah, tunangannya itu memang suka cari masalah, meski pada dasarnya Chika hanya melampiaskan keingintahuan dan tanda tanya teramat besar. Efraim Budi Setiawan menjaga sang putri semata wayang layaknya porselen China. Apa yang akan dilakukan calon mertuanya jika tahu putri yang selama ini dia jaga bukan lagi Chika yang penurut seperti saat masih belia?

"Kamu tuh yang harus hati-hati. Jangan sampai pulang tinggal nama." 

Bibir Chika merengut saat Benedict menyindir telak. Namun sejurus kemudian, wanit itu lantas ikut terkekeh, satu sudut hatinya menggembung hangat, bukankah Benedict sangat imut saat super perhatian seperti ini? Chika mencubit hidung mancung Benedict, iblis pun berbisik di samping telinga, namanya bukan Chika jika tak bisa mengambil kesempatan.

"Kamu harus ngasih aku hadiah, Ben." Chika mengedipkan mata, jemari lentik itu turun, bergerilya di balik jubah mandi lalu beralih pada bibir membentuk goresan tak kasat mata dari ujung ke ujung bibir semerah darah. "Upah tutup mulut."

Sial! Benedict berusaha mempertahankan wajah datarnya. Dia menyesal telah memuji wanita itu, Benedict salah besar sudah menganggap Chika sebagai tunangan baik hati dan perhatian. Sekarang Benedict mulai menebak-nebak dalam hati, hadiah seperti apa yang diinginkan Chika.

SWINGER CLUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang