Tidak sulit bagi Benedict untuk menyakinkan Arnold. Meski harus berdebat alot, laki-laki itu akhirnya setuju mengantar Liliana ke Rumah Sakit Sudirman. Mereka berpisah di perempatan Meruya, Liliana berpindah ke mobil Arnold. Dengan meminjam Honda Brio si gadis resepsionis, yang kemudian Liliana ketahui bernama Frisca.
Ah, akhirnya gadis itu berguna juga. Liliana paham, kenapa Arnold mengganti kendaraan. Anak buah Samuel ada di mana-mana. Bahkan mungkin sedang mengintai rumah sakit tempat Joy dirawat.
Separuh jalanan mereka lalui dengan diam, Liliana juga tidak tahu harus memakai topik apa untuk memulai percakapan.
"Aku enggak nyangka, Samuel segila itu, Lil."
Embusan napas Liliana terhela begitu saja, setiap mendengar nama Samuel, hatinya sakit sekali. Cinta yang dia agung-agungkan dibalas dengan siksaan hanya karena Samuel menganggap Liliana menjebaknya dalam ikatan pernikahan yang tidak diinginkan. Terkadang, Liliana ingin mengulang waktu, kembali ke masa lima belas tahun yang lalu. Namun, penyesalan selalu ada di belakang. Tak ada guna sama sekali. Jika dipikirkan hanya menambah luka.
"Apa yang Samuel lakuin setelah malam itu, Lil?"
"Dia mengurungku di kamar mandi, Nold. Tanpa makan dan minum." Liliana menunduk, tatapannya mengunci pada tautan jemari yang saling meremas. "Dia membawaku ke Amora Scarlett. Di sana ... ada club tukar pasangan," cicit Liliana. Suaranya tenggelam isakan. Arnold meraih tisu di samping persneling lantas mengulurkannya.
Air mata Liliana tumpah juga, mengaliri pipi tirusnya. Dia tidak ingin semua orang tahu masalahnya, tetapi Liliama pikir, Arnold berhak tahu, laki-laki itu sudah membantunya sampai ke titik ini. Arnold bahkan tidak sempat mengganti wearpack-nya. "Joy membantuku kabur dari hotel itu, anak buah Sam tidak tinggal diam, mereka menembak Joy."
"Maafkan aku." Arnold jadi menyesal dengar pertanyaannya. Dia pun sama dengan Liliana, memulai obrolan adalah salah satu hal yang teramat sulit Arnold lakukan. Hanya dengan Stefani, dia bisa .... Huffft, Arnold mengembuskan napas panjang. Ternyata, dia belum bisa melupakan wanita itu.
"Kita sudah sampai, Lil." Arnold memarkirkan kendaraan tidak jauh dari lobi, kemudian memperhatikan sisi kanan lalu sisi kiri Brio Frisca. Tidak ada yang mencurigakan. Liliana memperbaiki letak kacamata dan topi lebarnya.
"Jangan terlalu lama," tegur Arnold saat Liliana membuka pintu mobi. Arnold bukan hanya khawatir pada Liliana, keselamatannya ikut dipertaruhkan saat msmutuskan membantu wanita itu.
Liliana menoleh sekilas kemudian menggangguk, lantas berlari kecil ke arah selasar rumah sakit. Liliana mengembuskan napas lega ketika flat shoes Jimmi Cho memijak lantai ubin putih. Celingukan, dia berharap tidak ada yang mengenali. Dari jauh, sosok tinggi besar memanggul ransel. Liliana hapal betul, siapa laki-laki itu.
Leander kan?"
Kedua alis laki-laki itu mengerut, tatapannya mengundera Liliana dari kepala hingga ke kaki. Embusan napas laki-laki itu terdengar kasar. Ah, Liliana jadi tidak enak. Leander pasti sudah mengenali orang yang menyapanya. Dia adalah sahabat Joy sekaligus wanita yang menyebabkan atasan Leander nyaris meninggal.
"Iya, Mbak," jawab Leander pendek. Laki-laki itu tampak memikirkan sesuatu. Semoga saja Leander tidak meminta perhitungan dengannya. Selama hidup baru kali ini otak dan hati Liliana selaras.
"Apa kita bisa bicara sebentar?" tanya Leander lagi. Kaku sekali, melebihi kanebo kering.
Liliana tertawa kecil, laki-laki ini lucu sekali, cocok untuk Joy. Dia pun mengangguk, kemudian mengayun langkah mengikuti Leander, lalu ikut duduk di kursi tunggu depan apotik.
"Terima kasih loh, kalau enggak ada kamu, aku enggak tahu apa yang akan terjadi pada Joy." Liliana mencoba berbasa-basi. Demi Tuhan, dia ingin mencairkan suasana. But, how?
KAMU SEDANG MEMBACA
SWINGER CLUB
RomanceLiliana Dermawan dan Benedict Andes bertemu di Swinger Club. Liliana dipaksa Samuel, suaminya untuk melakukan hubungan terlarang dengan Ben, sementara itu Samuel berhubungan dengan Chika, tunangan Ben. Pertemuan singkat pada malam itu tidak selesai...