TIGA BELAS TAHUN YANG LALU (6)

1.1K 64 8
                                    

Ini kali pertama Liliana datang ke kantor pengacara. Ruang besar itu sedikit banyak menyerupai ruang kerja ayahnya di kantor. Berkesan serius dengan dinding-dindingnya dilapis wallpaper bernuansa cokelat-emas. Mungkin desainer interiornya berpikir kertas pelapis dinding semacam ini memberikan kesan mewah, elegan, dan tidak main-main. Benar, seperti itulah yang Liliana rasakan. Tekanan batin.

Ketika usianya lebih kecil, kira-kira saat masih SD, Hermanto sering mengajak putri tunggalnya ke kantor. Maksud hati ingin memperkenalkan pekerjaannya sebagai pengusaha baja. Liliana melihat ayahnya memarahi bawahan dengan kejam. Tak segan melontarkan cacian kebun binatang dan menempeleng karyawan yang tidak becus, tak peduli sekalipun karyawan itu adalah manager atau karyawan senior.

Alih-alih termotivasi menjadi pengusaha, Liliana kecil malah trauma. Dia menyukai dunianya yang damai. Berteman dengan buku dan untaian kata yang tak akan melukainya.

Ruangan pengacara ini mengembalikan ketakutan Liliana pada keadaan yang terlalu serius dan suram. Gara-gara kesalahannya, ayahnya harus ke sini bertemu pengacara langganan Daud Lunggono.

"Kenapa berdiri? Masuk saja."

Pria yang menegur Liliana berpenampilan berkelas dilihat dari setelan jas berwarna abu-abu yang jatuh sempurna di tubuhnya dan dasi biru tua yang menjuntai dari lehernya. Rambutnya disisir rapi, ditata dengan jel. Dia tersenyum ramah tapi wajah Latino yang tegas itu mengatakan secara tidak langsung pada setiap orang yang berhadapan dengannya agar jangan berani macam-macam kalau tidak mau kena masalah.

"Pak Gilbert, ini Liliana, putri tunggal dari Hermanto Dermawan." Daud memperkenalkan Liliana yang masih segan masuk. Ayahnya sudah duduk di kursi yang menghadap ke meja panjang untuk meeting

Samuel mengenal Gilbert Andes sehingga mereka tidak perlu saling berkenalan lagi.

Sampai beberapa waktu dalam hidupnya, Liliana tak akan melupakan kejadian hari ini. Hari ketika ayahnya mengadakan kesepakatan dengan Daud Lunggono, dengan arahan dari Gilbert Andes dan Suryani yang merupakan Notaris langganan Hermanto adalah hari bersejarah. Liliana dipaksa menanggung rasa bersalah seumur hidup karena menyaksikan 50% saham perusahaan baja ayahnya berpindah kepemilikan kepada Daud Lunggono. Hermanto hanya berhak atas 10% saham sementara 40% dibagi-bagi untuk investor lainnya. Semua dilakukan demi pertunangan Liliana dengan Samuel.

***

"Tunangan?" Joy memekik tidak percaya membaca undangan berukir inisial nama Liliana dan Samuel. "Kapan kalian pacaran?"

Liliana menjawab kekagetan sahabatnya dengan seulas senyum tipis. Samuel terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Ditambah lagi Daud memintanya mengambil kuliah lagi, kali ini jurusan manajemen bisnis untuk menunjang ilmu mengelola perusahaan. Liliana tidak merasakan hal-hal manis sebagaimana remaja lain. Lidwina memamerkan kaus kembar dengan pacarnya. Jangan harap Samuel mau mengenakan pakaian konyol seperti itu.

"Lo nggak begini kan?" Joy meletakkan kedua tangan di depan perut, menggoyangkan dari atas ke bawah berulang kali untuk memberi kode perut buncit alias hamil.

Liliana menghela napas. Kenapa dia menjadi anak tunggal? Tak lain dan tak bukan karena kandungan Lidia lemah. Lima tahun menikah, 12 kali keguguran. Liliana adalah bayi satu-satunya yang berhasil dilahirkan oleh Lidia, itu pun prematur. Menurut dokter, ada kemungkinan kekurangan Lidia itu menurun pada Liliana. Dengan kata lain, sangat mungkin Liliana kesulitan hamil di masa depan.

"Nggak, Joy."

"Syukurlah." Joy mengelus dada. "Gue ikut senang ya, Lil lo menemukan 'Duke' impian. Untung kan lo ikut ke pesta Natal itu jadi bisa kenalan sama Samuel."

Alam semesta terkadang mempertemukan kita dengan jodoh secara tak terduga. Liliana yang benci pesta, malah bertemu jodohnya di pesta. Andaikata dua tahun lalu Liliana berkeras menolak ikut, niscaya dia tidak akan pernah mengenal Samuel secara dekat.

SWINGER CLUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang