TIGA BELAS TAHUN YANG LALU (5)

1.1K 64 9
                                    

Ruang tamu kediaman Keluarga Lunggono seribu kali terasa lebih mencekam dibandingkan terakhir kali Liliana datang berkunjung. Daud dan Vivianne diam menyimak ucapan Hermanto yang marah besar. Orang tua manapun pasti akan murka jika anak perempuan satu-satunya yang masih remaja diperlakukan demikian oleh anak saingan bisnisnya di rumahnya. Samuel dan Liliana yang diseret oleh Hermanto ke ruang tamu itu, hanya dapat diam.

"Saya tidak menyangka putra Anda tega melakukan ini pada anak perempuan saya." Hermanto ingat Daud menggaji petugas keamanan untuk menjaga rumahnya. Sekali tekan tombol interkom, orang suruhan Daud akan berhamburan dan mendepaknya keluar. "Liliana masih anak-anak."

Daud termangu. Gilbert Andes memberi tahu bahwa berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, batas usia seorang anak adalah anak dalam kandungan hingga berusia 18 tahun. Tak peduli betapa cantik Liliana, tak peduli bahwa dada gadis itu telah tumbuh meski malu-malu, tak peduli bahwa di masa lalu anak perempuan berusia 17 tahun sudah punya 3 anak termasuk ibunda Daud sendiri yang dinikahkan pada usia 13 tahun, di era modern ini gadis 17 tahun terhitung anak-anak meskipun sudah punya KTP.

"Papa, ini bukan salah Samuel. Liliana yang meminta." Liliana menyela ucapan Hermanto dengan suara pelan. Tak berani menatap ayahnya yang marah besar, dia hanya menunduk.

"Diam kamu! Jangan bela manusia cabul ini!" Hemanto menuding muka Samuel. 

Sedikit bentakan saja berhasil membungkan mulut Liliana. Gumpalan rasa bersalah memaksanya menunduk lagi, dihakimi bersama Samuel bagaikan sepasang kriminal.

Samuel yang ditunjuk-tunjuk pun tak melawan. Dia tahu posisinya terjepit. Meskipun Liliana mengatakan hal yang sesungguhnya, bukankah dia lebih dewasa? Khalayak ramai akan mempersalahkannya. Sudah selayaknya Samuel memberi tahu Liliana bahwa apa yang dimintanya melanggar norma, bukan malah menurutinya dan yang lebih gila, menikmatinya. Tetapi memang Liliana sangat nikmat. Ah, Samuel masih saja kepikiran rasa liang perawan itu. Hal yang tadi mereka lakukan di kamar belum apa-apa. Samuel masih menyimpan rahasia yang tak mungkin ditunjukkan pada sembarang orang.

"Liliana," Daud mengambil giliran berbicara, "apa Om boleh tanya sesuatu?"

Liliana mengangguk pelan. Daud tampak lebih sabar dibandingkan ayahnya sendiri. Menghadapi ayah dari Samuel tak terlalu menegangkan.

"Siapa laki-laki pertama yang melakukan ini sama kamu?"

"Apa Anda pikir anak saya pelacur?" Hermanto tidak terima dengan pertanyaan Daud.

"Tenang, Sayang." Lidia melerai suaminya yang dia yakini dapat mengamuk menghancurkan barang. Mereka akan dapat masalah jika itu terjadi.

"Liliana, apa kamu punya pacar sebelum ini?" Daud bertanya lagi.

Liliana menggeleng. "Sa... Saya... Ba... Baru melakukan ini sama Samuel."

"Benar, Pa. Samuel yang pertama kali melakukannya sama Liliana." Samuel mendukung ucapan Liliana. Cukuplah menjadi seorang pezina, jangan menjadi pengecut hina.

"Anda dengar sendiri kan, anak Anda yang pertama kali merusak anak saya. Anda harus menebus semuanya," tuntut Hermanto.

"Apa yang akan Anda lakukan jika saya menolak?" Daud bertanya bukan untuk menantang, tetapi untuk menguji seberapa nekat Hermanto.

"Saya akan melaporkan pada pihak berwajib."

Daud mengangguk. Tentu saja Hermanto akan meminta pertanggung jawaban.

"Berapa nominal yang Anda inginkan, Pak Hermanto?"

"Apa?" Hermanto dan Liliana sama-sama terkesiap.

"Anda dan putri Anda merasa dirugikan, benar kan? Jadi berapa nilai yang Anda inginkan untuk membayar kerugian itu?" tanya Daud.

SWINGER CLUBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang