033

3.8K 357 134
                                    

Sebelumnya sya mau ngucapin terimakasih buat kalian yg ngikutin alur IVANDER.
Terimkasih udh vote, komen. Terimakasih udh suka sma cerita ini.

Jika kalian menemukan kesamaan cerita seperti cerita ini tolong kasih tau sya/ laporkan. Karena itu penjiplakan, baik di wattpad ataupun platform lain. Tolong yaa.. gabisa dibiarin yg gitu.

Selamat membaca..












🍁🍁🍁🍁🍁

"Bagaimana?"

Tim medis yang terdiri dari satu orang dokter dan dua suster membereskan kembali alat-alat mereka. Dua suster tersebut segera undur diri, sementara satu pria lanjut usia menghampiri Ivander, ia menepuk pelan bahu pria tersebut. Kerutan pada wajahnya terlihat begitu jelas, serta tersimpan lebih dari ribuan kisah yang tersirat dalam kerutannya.

"Apa.. dia pernah diperlakukan buruk?" Tanya dokter tersebut.

Ivander mengernyit, tidak pernah memperlakukan Sora seperti itu, "no."

Dokter tersebut mengangguk seolah paham, ia menoleh ke belakang, begitupun dengan Ivander, tepatnya pada seorang gadis yang berbaring.

"Dengar nak, aku bukanlah ahli sihir, aku bukanlah peramal. Aku hanya seorang dokter. Sekarang aku tanyakan terakhir kalinya. Apa yang telah kau perbuat pada nona itu?"

Ivander menggeram, terlalu bertele-tele mendengarkan ucapan pria tua ini.

"Pergilah," usir Ivander. Kemudian ia mendekat pada seorang gadis yang tengah terlelap.

Dokter tersebut terkekeh, ia mengampiri Ivander, "sebaiknya kau bawa ke psikiater. Tidak... bukan karena dia gila, hanya untuk memastikan jika mentalnya aman," cetus dokter tersebut, tidak bermaksud menyinggungnya.

Ivander yang mendengarkan penuturan tersebut tidak menghiraukannya. Puluhan menit yang lalu, ia mendapati Sora meraung disertai dengan tatapan takut, panik dan cemas. Ivander memberitahu dokter ini perihal apa yang dialami oleh gadisnya sehingga gadis tersebut jatuh pingsan. Ivander bukan ahli medis, ia meminta dokter itu untuk menjelaskan apa yang terjadi. Namun pria tua ini malah melantur.

"Seperti yang kau bicarakan tadi. Takut, panik, cemas dan menangis? Hal tersebut biasanya terjadi pada seseorang yang mengalami kejadian buruk. Istilahnya trauma." Dokter tersebut memandangi pasiennya, "ya, bahkan ia sampai jatuh pingsan. Aku harap kau tidak melakukan sesuatu yang buruk. Atau tidak memancingnya untuk mengingat kejadian yang membuatnya sperti ini," ungkap dokter tersebut melepas kacamata yang telah menemanimya bertahun tahun.

Sejenak Ivander tertegun. Trauma. Gadis ini mengalami trauma? Inilah alasan dokter menyuruhnya untuk membawa gadis ini ke psikiater? Ivander rasa ia tidak pernah melakukan yang buruk pada Sora, sepertinya memang terjadi sesuatu ketika gadis ini jauh dari jangkauannya.

"Untuk pemeriksaan tadi, aku telah menulis resep obat. Tidak perlu dibawa ke rumah sakit karena fisiknya baik-baik saja," jelas dokter tersebut. Ia memberikan secarik kertas pada Ivander.

Ivander melihat secarik kertas yang berisikan resep obat. Ia mengangguk kala dokter tua itu undur diri, Ivander melihatnya perlahan menjauhi ruangan.

Getaran ponsel terasa pada saku celananya, Ivander merogoh kantong celana tersebut. Ia membaca satu panggilan tak terjawab juga beberapa pesan yang terlihat masuk melalui notifikasi pop up. Ivander mencoba menghubungi kembali seseorang yang menelponnya.

"Van?!"

"Yeah.." jawabnya malas.

"Jangan bilang kau pergi ke negeri coklat itu bersama gadismu?"

[2.1] IVANDER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang