018

6K 442 18
                                    

*****

Kini, matahari benar- benar akan tenggelam dan gadis tersebut belum kunjung menemukan ujung dari jalan ini meskipun ia telah keluar dari zona hutan yang mengerikan.
Tidak ada lagi pohon-pohon besar di samping kiri dan kanan. Tidak ada lagi rerumputan liar yang ia lihat dan suara-suara yang mengerikan, hanya beberapa pohon rindang dan kicauan burung malam yang terlihat dan terdengar.

"Akh!"

Gelapnya waktu petang membuat Sora terjerembap jatuh karena ia tidak melihat ada sebuah batu kecil runcing di jalanan. Membuat gadis berparas cantik ini terjungkal dari sepeda tua hingga menyentuh aspal.

Sora kembali berdiri meskipun terasa sedikit rasa perih dilututnya, ia menghampiri sepeda tua tersebut dan memungut ponselnya yang sedikit terpental. Sora kembali menyimpan ponselnya pada keranjang depan, ia lalu kembali menaiki sepeda tua ini.

"Awsh."

Sora kembali meringis saat sepeda tua tersebut kian terasa berat hingga akhirnya kembali terjungkal ke samping. Sora merasakan sebelah kakinya kembali terasa perih. Dengan hati-hati, Sora membuka layar kunci dan mencari senter yang terdapat pada ponselnya. Sora mencari tahu kendala penyebab sepedanya terasa berat.

Ternyata ia menemukan penyebab utamanya, yaitu selama ia mengayuh sepeda tua ini berkilo-kilo meter jauhnya, udara diban belakang kian berkurang, hingga kini ban benar-benar tidak berbentuk lingkaran sempurna. Begitupun dengan ban bagian depan, terlihat mulai kehilangan udara dan kempes.

Sora menggerutu, ia menatap sepedanya nanar. Kerusakan sudah 98% dan tidak dapat dipakai. Sora mendorong sepeda tersebut, semoga saja ia menemukan sebuah bengkel meskipun kini ia tidak tahu berada di mana

*****

"Tidak dad. Aku-- aku mencintainya."

Ethan menyeruput secangkir teh hangat. Ia telah selesai membersihkan diri dan kini mereka berbincang cukup lama, ia memandang putra tunggalnya yang tumbuh dewasa. Sayang sekali, sosok perempuan yang merupakan ibu dari Ivander tidak bisa menatap putranya tumbuh dewasa secara langsung. Ia merasa waktu bagitu bergulir cepat.

"Dimana gadismu? Aku sama sekali sudah lama tidak melihatnya," Ucap Ethan.

Ivander hanya mengedikkan bahu, ia beranjak menuju phonograph indah, ia memasangkan piring hitam. Tak lama, alunan melodi klasik mulai memenuhi ruangan santai ini, ditambah dengan perapian membuat suasana terasa hangat dan nyaman. "Dia kabur."

"Baguslah. Tidak ada yang mau denganmu." Timpal Ethan.

Ivander berdecak pelan, ia lalu kembali duduk lalu mengambil segelas teh lemon hangat dan menyeruptnya. Ia menikmati moment ini, matanya terpejam memikirkan hadiah apa saja yang akan Ivander berikan pada little amournya.

"Biarlah. Setelah itu aku tidak akan mengeluarkannya dari rumah," "Termasuk membiarkannya berkeliling di halaman rumah."

Ethan tidak menanggapi ucapan putranya, ia asyik memakan bebarapa kue yang tersaji. Ivander terlihat tenang begitupun dengan dirinya yang sama-sama terlihat tenang namun tidak dengan pikiran mereka. Masing-masing telah membuat skenario dalam isi kepala.

[2.1] IVANDER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang