See ya dihari Sabtuu.. kalo ada typo tolong koreksi😉
Janlupa tekan bintang dipojok kiri
🍁🍁🍁🍁🍁
Hari demi hari telah berlalu. Semua orang masih sibuk dengan rutinitasnya, entah itu menempuh pendidikan, bekerja, berdiam diri hingga memandu kasih.
Tidak ada yang membuatnya tampak hidup hari ini. Ia yang masih diluputi rasa bersalah yang besar membuat gadis tersebut murung. Sementara pria yang membawanya tampak biasa saja, seolah mengajak gadis yang didambakannya tidak terpukul terlalu lama dalam kubung kematian seseorang.
Ivander membuka pintu bercat hitam, matanya langsung tertuju pada seorang gadis yang berbaring di sofa. Pria itu hanya menghela, ia mengangkat tubuh Sora hingga gadis tersebut tidur nyaman di atas ranjang. Jam menunjukan pukul setengah dua belas malam, Ivander tidak bisa membiarkan Sora tidur sendiri, gadis itu memintanya untuk berpisah kamar.
Awalnya Ivander tidak menyetujui, namun karena Sora mogok makan dan tidak mau berbaring dengannya membuat Ivander menyetujui ucapan gadis tersebut. Sebelum itu, ia menyuruh para pekerjanya untuk membawa barang-barang berbahaya seperti cutter maupun pisau cukur yang berada di dalam kamar. Ivander juga memperintahkan pekerjanya untuk mencabut sementara aliran listrik di kamar tersebut, sehingga kini suhu kamar terasa panas maupun dingin ketika hujan mengguyur.
"Aku tau kau belum tidur," bisik Ivander tepat di sebelah telinga Sora.
Sora semakin menyembunyikan wajahnya pada selimut yang menggulung tubuhnya. Usapan Ivander terasa begitu lembut juga tersirat hati-hati. Suhu kamar yang terasa panas tidak membuat Sora melepas gulungan selimutnya.
"Ayo pindah ke kamar kita. Disini tidak nyaman 'kan?" Bujuk Ivander halus membungkukan badannya sehingga ia mengukung Sora
Ivander menyeringai, tidak mendapati respon dari gadisnya. Gadis itu malah semakin menelusupkan wajahnya ditutupi selimut. Hawa panas kian terasa saat Ivander tak jeranjak sedikitpun dari kukingannya.
"Gerah sekali. Aku sesak," batin Sora, napasnya begitu tak beraturan. Mengutuk Ivander yang sebagian tubuhnya menindih Sora.
Satu usapan lembut Ivander berikan pada selimut yang membungkus kepala. Pria itu sengaja mengukung Sora supaya gadis itu terkunci. Setelah luas mengusapnya, Ivander menjauh dari tubuh Sora. Hal tersebut membuat Sora merasa heran karena Ivander tidak mengukungnya lagi.
"Tidak. Apa yang aku pilirkan?! Biarkan saja pria gila itu pergi," batin Sora berteriak.
Ivander turun dari ranjang. Memperhatikan Sora yang masih setia menggulung tubuhnya dengan selimut tebal, dirasa membosankan, pria itu langsung menarik selimut yang membungkus Sora. Alhasil, gadis yang masih berbicara dengan kepalanya sendiri kehilangan selimut tebal yang membungkusnya.
Mulutnya siap mengucapkan kalimat tidak manis pada Ivander, Sora langsung duduk di atas ranjang. Sebelum ia berbicara, tubuhnya sudah diangkat bak karung beras. Ivander membuatnya seketika mual karena posisi kepala Sora yang menghadap bawah, Ivander tak menghiraukan ucapan dan umpatan kasar gadis tersebut, susah sekali menjinakan kelinci ini. Ivander membiarkan punggungnya dipukul beberapa kali, sesekali Sora mencubit punggungnya. Ivander tetap mendiamkannya, langkahnya memasuki kamar bernuansa gelap, pria itu berjalan dengan langkah lebar dan langsung membanting tubuh mereka berdua di atas ranjang.
"Stt... tidurlah anak manis, kita butuh istirahat," lirih Ivander memeluk tubuh Sora bak guling.
Sora merasa sesak, pelukan Ivander bergitu erat dan mendominasi. Pria itu benar-benar mengurung tubuhnya, satu hal yang Sora rasakan selain hembusan napas Ivander, indra pendengarnya menangkap degupan jantung yang berdetak cepat. Perlahan Sora memiringkan kepalanya, tepat saat telinganya berada di dada Ivander, gadis itu merasakan degupan jantung pria tersebut yang terasa menggila. Tidak seperti napas juga matanya yang terpejam tenang, degupan jantung pria ini berdetak sangat cepat.

KAMU SEDANG MEMBACA
[2.1] IVANDER [END]
Roman d'amour[COMPLETED] Terperangkap dalam obsesi yang menjerat membuat Sora, seorang perempuan yang mengalami potongan kejadian demi kejadian buruk yang mengalir dihidupnya membuat ia 'tertekan'. Mengabaikannya, dan membuat ia menjadi orang yang membenci keram...