Karina mematung, diikuti oleh kedua pipinya yang kembali memanas. Terdengar oleh telinga mereka kalau ayah Jeno sudah pergi meninggalkan kamar.
Sadar akan apa yang dilakukan oleh Jeno, Karina pun segera mendorong tubuh Jeno menjauh.
"apa yang kau lakukan?!" tanya Karina marah.
"apa? ah... itu." kata Jeno canggung sambil menggaruk tengkuknya.
"apakah kau baru saja melakukan pelecehan padaku?" kata Karina.
"apa? aku tidak." kata Jeno.
"lalu kenapa kau menghirup udara pada ceruk leherku?!" kata Karina tidak terima.
"itu... karena aroma sabun." Kata Jeno tanpa melihat Karina.
"aroma sabun?" tanya Karina, Jeno mengangguk.
"aroma sabunnya sama dengan yang biasa digunakan oleh kakakku. Aromanya sangat akrab." Kata Jeno melihat Karina dengan hati-hati.
"karena akrab? Mau seakrab apapun itu seharusnya dia tidak melakukan hal gila ini terhadapku! Kenapa dia bisa berubah-ubah seperti itu?" kata Karina tidak terima di dalam hatinya.
Karina membuang nafasnya pelan lalu menatap Jeno dingin.
"keluar." Kata Karina serius.
"apa?" kata Jeno
"aku bilang keluar, sekarang juga." Kata Karina lagi.
"tapi..." kata Jeno tertahan.
"kubilang keluar!" teriak Karina, Jeno pun segera keluar dari kamar mandi.
"dasar brengsek." Kata Karina kesal.
Karina melihat pantulan dirinya pada cermin dihadapannya. Karina menyalakan keran air lalu membasuh wajahnya.
"kau baru saja mandi, kenapa pipimu bisa merah dan terasa panas seperti ini." Kata Karina memukul pipinya pelan.
"seharusnya aku memukulnya lebih dulu sebelum menyuruhnya keluar."
"atau aku seharusnya memakinya atau mungkin menyiramnya dengan air."
"atau mungkin menyuruhnya untuk menaikkan resleting baj..." kata Karina tertahan.
"aku pasti gila! Tidak boleh, tidak boleh!" Kata Karina menggelengkan kepalanya cepat.
-----
Winter mematikan panggilannya saat di dengar Karina tidak lagi menanggapi perkataannya.
"sepertinya resletingnya akan segera dipasangkan." Kata Winter tersenyum mengingat bagaimana tadi dia sempat mendengar suara Jeno di panggilan itu.
Winter berjalan ke meja belajarnya lalu mulai memfokuskan dirinya dengan buku-buku yang ada dihadapannya. Bunyi bel apartemen yang ditinggalinya berhasil membuatnya menghentikan kegiatan belajarnya.
Winter berjalan keluar dari kamarnya lalu membuka pintu.
"dengan Winter? Ini ada pesanan." Kata seorang kurir pengantar makanan.
"iya, aku memang Winter. Tapi aku tidak memesan makanan." Kata Winter, karena memang benar kalau Winter tidak ada memesan makanan.
"jika memang benar anda adalah Winter, maka tidak salah lagi. Karena alamat yang diberikan kepada kami juga sudah benar." Kata kurir itu sambil menyebutkan alamat Winter.
Dengan keraguan di dalam dirinya Winter pun menerima makanan itu. lalu masuk ke dalam apartemen nya dengan kebingungan.
Winter menggaruk pelipisnya. Winter mencoba untuk memikirkan segala kemungkinan yang mungkin terjadi. Tidak mungkin Karina, karena saat ini Karina berada di dalam posisi yang tidak mungkin memesan makanan untuknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
From Message To Reality
Fanfiction📌 Follow dulu sebelum baca 😊 Masa depan! Adalah hal yang selalu dipikirkan oleh Karina. Masa depan yang cerah akan menantinya karena itulah dia bekerja keras di dalam belajar, dan moto 'usaha tidak akan mengecewakan hasil' adalah pegangannya. Ungg...