Karina masuk ke dalam kamarnya lalu menyandarkan tubuhnya pada pintu kamarnya. Karina membuang nafasnya pelan. Karina melihat ke sekeliling kamarnya lalu menutup matanya.
"Ini adalah tempatku, tempatku yang sebenarnya." Kata Karina lalu membuka matanya.
Karina berjalan dengan lesu menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Karina mencuci wajahnya di wastafel kamar mandi.
Setiap siraman air yang diberikan Karina untuk membasuh wajahnya membuat Karina kembali mengingat sosok Jeno. Perasaan yang dirasakannya saat ini, perasaan yang tidak bisa diucapkannya membuat dirinya tanpa sadar mengeluarkan air mata, bercampur dengan air yang digunakan untuk membasuh wajahnya.
Karina pun membasuh wajahnya kembali lalu memukul pipinya pelan. Menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan pikirannya tentang Jeno.
"Jangan pikirkan tentang hal lain. Fokus pada hal yang kumiliki saja." Kata Karina serius.
Ponsel Karina berdering. Karina pun mengambil ponselnya dari saku kemejanya dan tertera nama Winter pada layar ponselnya. Karina menerima panggilan itu, menekan tombol loud speakernya lalu meletakkannya diatas wastafel.
"Iya winter, kenapa?"
"Kau sudah pulang?"
"Iya, baru saja. Ada apa?"
"Apakah semuanya berjalan lancar?" tanya Winter, Karina diam.
"Apakah kau sudah melakukan yang terbaik?" tanya Winter lagi, dan lagi Karina hanya diam.
"Apakah kau sudah memberikan keputusan yang baik?" tanya Winter lagi, dan lagi lagi Karina hanya diam saja.
Setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh Winter, entah kenapa membuat sisi lemah Karina keluar begitu saja. Karina menangis, menangis dalam diam.
Mendengar tidak ada tanggapan dari Karina, membuat Winter cukup paham akan apa yang terjadi. Hening selama beberapa saat, Winter pun akhirnya membuka suara.
"Karina, kau tidak baik-baik saja kan." Kata Winter dengan nada lembutnya.
Isakan tangis kecil berhasil keluar dari mulut Karina. Winter membuang nafasnya pelan. Dengan hati-hati Winter mengeluarkan suaranya.
"Karina... kau telah menyerahkan?" kata Winter, berusaha untuk menahan air mata yang sejak kapan sudah berlinang di pelupuk matanya.
"Iya..." kata Karina dengan suara bergetar.
"Kau memutuskan untuk melepaskannya kan?" tanya Winter.
"Iya..." kata Karina diikuti isakan tangsi kecilnya.
"Tapi... kau masih sangat menyukainya kan?" kata Winter.
Karina tidak menjawab pertanyaan Winter. Karina menangis, membiarkan suara tangisnya yang menjawab pertanyaan Winter.
"Pikiranku ingin melepaskannya, tapi hatiku masih ingin menggenggamnya." Kata Karina dengan tangis yang semakin menjadi-jadi.
"Winter... apa yang harus kulakukan?" kata Karina, Winter diam.
Winter hanya mendengarkan isakan tangis Karina. Membiarkan Karina untuk meluapkan semua rasa sedihnya sesuka hatinya sampai dirinya benar-benar lega.
Hingga beberapa saat kemudian suara tangis Karina tidak terdengar lagi."Apakah sudah merasa lebih baik?" tanya Winter.
"... entahlah." kata Karina tak yakin.
"Karina, aku tidak tahu apa yang kau pikirkan. Tapi terkadang terluka lebih awal juga lebih baik supaya kau tidak terluka lebih dalam lagi." Kata Winter.

KAMU SEDANG MEMBACA
From Message To Reality
Fanfiction📌 Follow dulu sebelum baca 😊 Masa depan! Adalah hal yang selalu dipikirkan oleh Karina. Masa depan yang cerah akan menantinya karena itulah dia bekerja keras di dalam belajar, dan moto 'usaha tidak akan mengecewakan hasil' adalah pegangannya. Ungg...