14

63 7 0
                                    

Jeno pov.

Aku memandang keluar jendela bus. Aku memikirkan kembali perkataan yang kukatakan kepada seseorang yang sedang tidur terlelap di sebelahku tentang pemulihan diri itu.

Aku kebingungan. Aku sempat berbicara serius sambil memikirkan kejadian yang pernah aku alami. Kejadian yang membuatku tidak bisa memulihkan diriku sendiri. Karena dia yang pergi tanpa menyelesaikan segalanya dengan baik.

Tapi dalam keadaan buruk itu, kenapa aku masih bisa memberikan kata hiburan dan memberikan senyumanku pada wanita ini? Seorang wanita cengeng yang bahkan bisa mengetahui bagaimana perasaan yang dirasakan oleh seekor anjing, ini aneh.

Hanya dia saja, sampai saat ini yang membuatku tertarik dengan cara yang berbeda.

Aku lelah. Menjalani hari ini yang membuatku terus mengingat kejadian buruk yang kualami dulu. Tapi entah dorongan dari mana, aku memutuskan untuk ikut bersamanya pergi ke kantin bersama dengan teman-temannya.

Terlihat aneh jika aku mengatakan hanya ingin melihatnya lebih lama dan hal ini akan menjadi salah paham jika dia mengetahui maksudku untuk ikut dengannya. Aku melakukan hal yang tidak aku lakukan seperti biasanya.

Dia memiliki sesuatu yang membuatku semakin penasaran tentang bagaimana dirinya yang sebenarnya. Apakah dia memiliki sifat menarik lain selain dari sifat yang awalnya aku kira adalah sifat cengeng, tapi ternyata adalah rasa iba.

Rasa penasaranku menghilang tergantikan dengan rasa yang belum pernah kualami sebelumnya saat kulihat kedua matanya menampakkan raut wajah yang berbeda dari raut wajahnya yang biasanya.

Aku ingin membantunya agar dia kembali memiliki tatapan seperti yang biasanya. Tatapan yang selalu aku sukai itu.

"Lalu siapa saja yang ikut serta di dalam olimpiade itu?" tanyaku pada teman-temannya yang sedang membahas tentang Karina yang tidak ada di dalam daftar nama siswa yang ikut olimpiade matematika.

Aku mendengar sebuah nama yang tidak pernah kudengar dan kuketahui bagaimana rupanya. Tapi satu hal yang bisa kupastikan, nama itu berhasil membuat raut wajah Karina semakin buruk.

Dari cerita teman-temannya aku mengetahui kalau Mina itu adalah seseorang yang memiliki posisi yang penting di sekolah ini, putri dari ketua yayasan sekolah. Dan aku juga mengetahui kalau Karina dan orang yang bernama Mina itu memiliki hubungan yang kurang baik.

Aku melihat Karina yang tiba-tiba bangkit berdiri lalu dia pergi dengan raut wajah tak bersahabat. Aku khawatir. Aku ingin menyusulnya dan membantunya untuk menenangkan diri. Mungkin aku bisa memperbaiki suasana hatinya seperti yang kulakukan saat di bus tadi.

Tapi aku tidak cukup berani untuk melakukan itu secara terang-terangan, karena aku memiliki gengsi yang cukup tinggi.

"Kenapa kau tidak menyusulnya? Kau kan calon suaminya." Kata Renjun padaku.

"Apa yang harus kulakukan? Apa lagi? Tentu saja aku harus bersikap biasa saja! Jika aku menunjukkan kekhawatiranku secara terang-terangan mereka akan mengejekku habis-habisan. Dulu aku tidak khawatir akan hal itu, tapi teman-teman Karina ini bukanlah orang biasa, terkhusus mereka berdua." Kata ku di dalam hati sambil melihat mereka berdua, Haechan dan Ryujin.

Tapi aku tetap ingin menghibur dan mendukungnya.

"... dia bisa menanganinya sendiri, aku yakin." Kataku lalu melanjutkan kegiatan makanku.

Tidak bisa menunjukkan kekhawatiranku secara terang-terangan, setidaknya aku bisa menunjukkan kalau aku mendukungnya kan?

Aku adalah orang bodoh! Aku menarik kata-kataku sebelumnya. Perasaan di dalam diriku bergejolak kuat. Aku ingin menunjukkan kekhawatiranku bukan hanya dari perasaanku tapi disertai perbuatan.

From Message To RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang