29

33 2 0
                                    

Karina pergi meninggalkan Jisung dan ibunya menuju ke tempat ayahnya berada.

"Aish! Aku diporoti." Kata Jisung selepas kepergian Karina.

"Jika hanya sesekali tidak apa-apa." kata Ibu menepuk pundak Jisung pelan.

"Suatu hari nanti kau juga pasti bisa melakukan hal yang sama padanya." Kata Ibu, Jisung melihat ibu lalu tertawa kecil.

"Kenapa?" tanya Ibu.

"Ibu! Sebenarnya aku sangat bingung. Apakah ibu itu benar seorang ibu? Kenapa ibu mendukung kami untuk melakukan hal yang merugikan pada kami berdua? Ini aneh." Kata Jisung masih dengan tawanya.

"Lalu apa gunanya saudara? Selagi bisa, pergunakan saya dia sebaik-baiknya." Kata Ibu bangga, Jisung kembali tertawa.

"Sebenarnya ibu ingin sekali berbuat seperti itu pada saudara ibu, tapi saudara ibu bukanlah orang yang bisa diganggu." Kata Ibu membicarakan saudara perempuannya, Ibu dari Han Kim.

"Ah! sama seperti anaknya, Han Hyung." Kata Jisung.

"Benar. Mereka berdua cenderung monoton jika sudah memiliki sebuah tujuan. Mereka akan sangat serius dan tidak memperhatikan sekitar sampai keinginan itu tercapai. Tapi ibu akui, Han lebih baik daripada ibunya." Kata Ibu.

"Setuju. Aku juga merasakan hawa mencekam saat Karina membawa Han hyung kerumah untuk belajar bersama, tapi saat kami berbincang seputar basket Han hyung sangat menyenangkan." Kata Han, Ibu mengangguk.

"Karena itu, bukankah kau sangat beruntung memiliki saudara seperti kakakmu itu? pergunakan saja dia dengan baik." kata Ibu tertawa dan diikuti oleh Jisung.

"Untuk sekarang kita masih bisa berbuat sesuka hati padanya, tapi jika nanti kakakmu itu sudah menikah kita tidak bisa bersikap begitu lagi terhadapnya. Memang ada kalanya kita bisa berbuat sesuka hati kita, tapi tetap saja ada batasannya. Karena itu nikmatilah waktu kalian selagi masih bisa." Kata Ibu, Jisung mengangguk.

"Kalau ibu sudah memberikan ijin, maka aku tidak akan memberikan kelonggaran." Kata Jisung.

"Bagus putraku! Ibu menantikannya." Kata Ibu semangat begitu juga dengan Jisung.

"Tapi... tanpa permintaan ibu, aku juga sudah menyiapkannya dengan baik." kata Jisung sambil melihat Karina yang sedang membantu ayah menyiapkan bahan bakar untuk membakar daging.

"Apa itu?" tanya ibu.

"Ibu tunggu saja, aku jamin ini tidak akan mengecewakan." Kata Jisung bangga.

"Jika berhasil memuaskan ibu, ibu yang akan membayar pesanan Karina tadi." Kata Ibu.

"Asha! Ibu aku mencintaimu." Kata Jisung memeluk ibunya.

"Ibu juga mencintaimu putraku." Kata ibu membalas pelukan Jisung.

"Kalau begitu bantu ibu untuk memotong sayur dan buah-buahan." Kata Ibu.
Jisung pun melepaskan pelukan ibunya dengan berhati-hati dan berniat ingin pergi.

"Ibu tidak akan menambahkan daging untuk makan malammu." Kata ibu membuat Jisung segera mengambil sebuah pisau lalu mulai mengupas apel.

"Bagus, kupas dengan baik, setelah itu potong semangkanya." Kata ibu mengelus kepala Jisung pelan.

"Ya ibu." Kata Jisung dengan senyum paksanya.

"Kau tidak ikhlas." Kata ibu.

"Tidak!" kata Jisung menampakkan senyum tulusnya, menampakkan deretan giginya yang rapi.

Ibu pun hanya bisa tersenyum melihat tingkah anak laki-lakinya itu lalu mulai memotong sayur.

-----

"Karina." Panggil ayah lembut, Karina menoleh.

From Message To RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang