49 - Sebuah Janji

81.8K 10K 2.9K
                                        

Hi Baby! I'm back!!!

Diksa mondar-mandir di depan ruang inap istrinya. Pria itu tampak gelisah malam ini, bagaimana tidak? Didalam sana Elin sedang diperiksa oleh Dokter. Diksa tak henti-henti nya merapalkan do'a berharap istrinya baik-baik saja.

"Tuan tidak perlu risau, Elin pasti baik-baik saja," tutur Reynand menenangkan.

Diksa mengusap wajahnya kasar, kemudian mendudukkan bokongnya di samping Reynand dengan mata berkaca-kaca.

"Saya takut Rey...t-tadi Elin kesakitan." Mata Diksa terpejam erat hingga dua bulir air matanya menetes. Reynand menepuk pelan bahu Diksa berkali-kali, hanya itu yang bisa Reynand lakukan sekarang.

Tak lama kemudian, Ilham datang bersama Oliv membawa pakaian ganti untuk Elin.

"Gimana keadaan nya Bang?" tanya Ilham.

Diksa hanya menunduk tanpa menjawab, Reynand yang paham pun akhirnya mewakili, "Dokter nya belum keluar, kita tunggu saja."

Ceklek!

Baru juga dibicarakan, panjang umur sekali.

Tanpa berlama-lama lagi, Diksa langsung menghampiri dokter wanita yang baru saja keluar dari ruang rawat Elin.

"Bagaimana keadaan istri saya?!" tanya nya tak santai.

"Sabar dul---

"Jangan bertele-tele, cepat katakan!!!" potong Diksa mendesak.

"Istri anda hanya mengalami kram biasa yang disebabkan oleh pembesaran ukuran rahim.
Ukuran rahim yang semakin besar dapat menyebabkan peregangan pada dinding perut dan perubahan posisi usus," jelas Dokter itu.

(Dapet dari Google, gak usah banyak protes)

"Apakah itu berbahaya?"

"Tidak, itu hal biasa yang terjadi pada Ibu Hamil."

Akhirnya Diksa menghembuskan nafas lega. Ia sedikit tenang saat mendengar istrinya baik-baik saja.

Diksa segara masuk kedalam ruang inap istrinya tanpa bertanya lagi. Dokter itu pun hanya bisa mengelus dadanya sabar.

"Udah boleh dijenguk, Dok?" Ilham menatap polos kearah Diksa yang sudah nyelonong terlebih dahulu.

"Boleh, silakan! Kalau begitu saya pamit..." Dokter itu tersenyum sebelum kemudian pergi dari sana.

Ilham pun membalas senyuman dokter itu seramah mungkin.

"Gak pegel tuh bibir senyum terus?!" cibir Oliv saat Ilham tak kunjung melunturkan senyumnya.

Ilham memandang Oliv bingung, "Enggak, senyum kan ibadah."

"Yakin ibadah? Bilang aja mau tebar pesona!"

"Jika saya tebar pesona memang kenapa? Ada masalah?"

Oliv membuang muka, "Terserah lah!" setelah mengucapkan kalimat itu Oliv melangkah masuk menyusul Diksa sembari meneteng tas berisi pakaian Elin.

Ilham geleng-geleng kepala, "Wanita emang sulit ditebak, mending gue nebak varian terbaru Baygon."

•••••••

Diksa mengelus surai istrinya lembut, pria itu tersenyum hangat melihat wajah damai Elin saat tertidur.

"Aku khawatir, kamu malah enak-enakan tidur," guraunya, kemudian mencium kening Elin cukup lama.

Perlahan Elin mulai terusik, mata wanita itu mengerjap berkali-kali menyesuaikan cahaya yang masuk ke netra nya.

"Maafin aku..." ucap Elin setelah benar-benar sadar.

ELDIKSA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang