47. Mengerti?

272 38 7
                                    

Theo sudah pulang dari rumah sakit ini, sekarang Shishi seorang diri melihat ke luar jendela, sebelumnya Shishi diajak Theo ke ruangan Jeni dan pria itu pun mengajak Jeni berbicara dan mengenalkan Shishi meskipun Jeni belum sadarkan diri.

Gadis itu bisa melihat bagaimana tatapan Theo ke Jeni, bagaimana cara pria itu mengajak Jeni berbicara. Shishi bisa tahu kalau Theo begitu mencintai gadis yang terbaring lemah itu.

“Semoga Kak Jeni cepat bangun,” ucap Shishi bermonolog masih melihat ke luar jendela.

Senyumannya tersungging, Jeni dan dirinya sedikit mirip yang sama-sama tak memiliki siapa pun lagi. Bedanya Jeni benar-benar seorang yatim piatu sedangkan Shishi adalah anak yang diabaikan orang tuanya.

Separah apa pun yang menimpa Shishi, gadis itu sedikit beruntung karena sejahat apa pun orang tuanya masih bisa ia temui, kan?

Itulah kenapa kita harus rajin bersyukur, masalah yang menimpa kita itu kecil bagi orang lain yang memiliki lebih banyak masalah dan lebih berat lagi dari kita.

Jam saat ini menunjukkan pukul 17.30, hampir petang dan Jemian belum menemuinya lagi dari kemarin. Ya, tanpa Shishi tahu kalau Jemian tengah bersama Lia.

Yang Shishi punya saat ini hanya Jemian seorang, kan? Meskipun masih ada beberapa orang yang masih peduli dan sayang pada dirinya, rasanya gadis itu hanya memiliki Jemian seorang saja, pemuda yang secepatnya harus ia lepaskan.

Sampai malam jam delapan, Shishi masih sendirian. Terbersit ingin menghubungi mama papanya dan memberi kabar tentang keadaan dirinya di rumah sakit sekarang ini, tetapi ia urungkan cepat, takut hanya kekecewaan dan sakit lagi yang ia dapat. Selalu seperti itu yang ia dapatkan dari orang tuanya.

Miris sekali, kan? Puncak penderitaan, kesakitan dan titik terendahnya, tidak ada siapa pun di sampingnya. Semua orang meninggalkannya, dan satu-satunya orang yang ia milikipun mirisnya juga milik orang lain.

Sampai jam 10 malam pun Jemian belum lagi menemuinya. Shishi memaksakan diri untuk tersenyum meski hatinya begitu perih, sendiri itu tidak enak. Kuat, ia harus kuat, ini bukanlah apa-apa. Memang seharusnya Jemian tak lagi menemui Shishi agar gadis itu bisa dengan mudah melepasnya.

Gadis itu hanyalah harus menunggu kakinya sembuh dan bisa berjalan lagi, setelah itu ia bisa menjalani hari-hari seperti biasa lagi dan tanpa Jemian, begitu pikirnya.

***

Pagi sekali, Jemian akhirnya kembali ke rumah sakit untuk menemui Shishi walau sebentar. Dan Jemian tidak sendiri, dirinya bersama Lia, mereka sama-sama masih mengenakan seragam sekolah.

Entah bagaimana status dan hubungan Lia Jemian saat ini, yang pasti Lia mengerti dan mencoba memahami apa yang terjadi antara Shishi dan Jemian. Ya, setelah Jemian terpaksa menceritakan semua yang dialami Shishi, tentang keluarganya dan tentang Theo pada Lia.

Di depan pintu kamar rawat Shishi mereka saling melirik dan mengangguk untuk meyakinkan diri. Jemian masuk lebih dulu sedangkan Lia menunggu di luar, gadis itu begitu waswas dengan dada berdebar.

“Shi, udah bangun? Maaf ya kemarin gak sempet nemenin kamu,” ujar Jemian yang mendapati Shishi tengah duduk di kursi roda sambil memainkan ponselnya.

Shishi hanya tersenyum tipis, hatinya mengakui kalau dirinya begitu kesepian dan hampa karena tak ada seorang pun berada di sisinya.

“Gapapa, kemarin ada Kak Theo nemenin di sini,” jawab Shishi pelan dan datar.

Mimik wajah Jemian langsung berubah. “Hah? Kak Theo? Kamu ngabarin dia kalau kamu di sini?” Jemian begitu sewotnya tampak tak suka, bagaimana tidak, rasanya Jemian masih dendam pada kakak sepupunya itu.

“Gak sengaja ketemu, Kak Theo jengukin pacarnya yang koma,” sahut gadis itu cepat.

“Kak Jeni?” tebak Jemian lirih, keningnya sedikit mengernyit.

“Kamu tau?” Entahlah, Shishi sedikit kecewa mengetahui ternyata Jemian mengetahui hal itu dan tidak memberitahu dirinya saat dulu. Itu artinya Jemian tahu Theo sudah brengsek sedari dulu.

Jemian mengangguk kikuk, Shishi mau marah tapi rasanya sudah gak guna dan gak perlu lagi buat marah. Semuanya sudah selesai.

“Masalah video itu ....”  Shishi menjeda kalimatnya, canggung tiba-tiba ia rasakan harus membahasnya.

“Kamu jangan mikirin apa-apa lagi, video itu udah dihapus dan aku lagi nyari pelakunya. Aku juga udah ngasih tau pihak sekolah kalau kamu lagi dirawat di rumah sakit.”

Gadis itu mengangguk cepat, justru ia berpikir takkan pernah kembali lagi ke sekolah itu.

“Oh iya, ada yang mau ketemu kamu.” Jemian ragu-ragu mengatakannya dan melirik ke arah pintu.

“Ketemu aku?” Perasaan gadis itu mendadak gelisah, penasaran juga.

Jemian tak banyak membuang waktu lagi, langsung berjalan ke arah pintu dan meminta Lia masuk.

Melihat bahwa orang itu adalah Lia, Shishi langsung gugup karena rasa bersalahnya yang begitu besar. Tangannya gemetar, ia sudah sangat siap jika Lia menamparnya atau menyerangnya dengan bentuk apa pun.

“Kok malah diem-dieman?” Suara Jemian langsung memecah kecanggungan itu.

Lia yang sudah tak kuat lagi langsung berlari menghampiri Shishi, memukulnya pelan, memeluk dan teriak, “Shishi, lo jahat banget tau gak!”

Shishi terdiam dan air matanya menetes, jelas Lia marah, ia sangat terima itu.

“Lo jahat banget rahasiain semuanya dari gue!” teriak Lia lagi masih menggelegar.

“Harusnya lo cerita semuanya ke gue! Kabarin gue apa pun itu!” Lia kini memekik.

“Maaf,” lirih Shishi. “Gue bakal tinggalin Jemian, ah nggak, tapi dari awal memang gue sama Jemian gak ada hubungan apa-apa, semua cuma kesalahpahaman. Lo percaya, kan, Li? Gue gak mungkin rebut Jemian dari lo.”

Lia menggeleng kuat dan juga menangis. “Iya gue marah banget! Tapi setelah mendengar semuanya dari Jemian gue bisa ngerti,” ujarnya dengan suara melemah.

Ngerti? Shishi terdiam tidak habis pikir, sangat sesuai dengan perkiraan Jemian ketika itu, bahwa Lia bisa mengerti. Entahlah bagi Shishi sendiri ini sangatlah tidak masuk akal, Lia itu manusia biasa.

“Nggak, Li. Lo gak usah bohong, gue udah sakitin lo.” Shishi menggeleng dan tertawa seperti lucu.

Lia kembali memeluk sahabatnya itu erat. “Pokoknya lo jangan pikirin apa pun, gak ada yang berubah antara kita. Kita tetep sahabatan. Oke?”

Shishi kembali diam, tidak membalas pelukan gadis itu. Kepalanya begitu pusing karena bingung akan respon dan perlakuan Lia saat ini pada dirinya.

Tatapan Shishi dan Jemian pun tak sengaja bertemu, Jemian tersenyum simpul, entah senyum apa Shishi tidak bisa mengartikannya. Bahagiakah Jemian karena Lia bisa mengerti? Bahagiakah Jemian karena itu artinya hubungannya dengan Lia bisa kembali seperti semula? Atau ....

Shishi mengangguk mantap, tidak ada tawar menawar lagi, hubungannya dengan Jemian saat ini juga sudah berakhir, sekalipun sebagai teman Shishi akan menjaga jaraknya.

tbc

GREED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang