7. Sakit

491 62 14
                                    

Dua hari ini Shishi gak masuk sekolah, demamnya naik turun terus. Obatnya jarang diminum karena gak ada yang ngurusin Shishi. Gak ada yang nyiapin makan apalagi minumin obat. Mamanya sibuk kerja, begitu juga papanya. Mereka hanya sediain makan pagi doang itu juga karena mereka harus sarapan, siang dan malamnya gak peduli. Biasanya Shishi masak sendiri, tapi sekarang dia lagi gak enak badan mana bisa masak.

Air mata cewek itu ngalir perlahan karena dia kelaparan, gak mau makan bubur sisa pagi.

Shishi pengin diperhatiin, itu mengapa dia gak bisa gak punya pacar. Dan cowok yang selalu mengklaim Shishi masih pacarnya mana? Dia gak ada sama sekali di saat Shishi kayak gini, Jeff cuma datang pas Shishi lagi deket sama cowok lain aja.

“Ya ampun, Shi.”

Shishi menoleh mendengar suara sahabatnya yang ternyata baru datang dan langsung masuk ini. Dia Echan dan gak sendiri, ada Lia, Jemian sama Arjun. Ah mereka para mantan.

Ngomong-ngomong mereka menerobos masuk rumah Shishi karena khawatir.

“Lo meriang, ini panas banget lagi.” Lia kelihatan khawatir banget setelah mengecek suhu tubuh sahabatnya itu.

“Gak apa kok, Li. Gue cuma belum minum obatnya aja,” lirih Shishi pelan, lemes sama pusing yang menderanya sekarang.

”Ya udah ayo makan.” Echan meraih mangkuk yang ada di nakas, tapi detik berikutnya ia berhenti menatap mangkuk itu.

“Gue gak mau makan itu,” tolak Shishi cepat. Bubur itu udah Shishi aduk sedari pagi dan keadaannya udah gak memungkinkan buat dimakan lagi.

“Ya udah gue ambilin ke dapur, pasti masih ada kan sisa pagi?” tanya Echan dan Shishi menggeleng, gak yakin masih ada sisa, karena biasanya mamanya kalau masak bubur ya bubur aja satu menu, jadi bisa ditebak mama sama papanya sarapannya juga bubur.

“Jun, lo bawa apa? Mau ....” Shishi melirik sesuatu yang dibawa Arjun sedari tadi.

“Oh ini buah-buahan, Shi,” jawab Arjun cepat sambil mengangkat buah itu.

“Ambilin pisau sama piring, Chan,” bisiknya kini pada Echan, dan Echan pun langsung bergegas.

Jemian yang notabenenya bukan teman sekelas mulai mendekat, duduk di sisi ranjang dan menatap Shishi. Cewek itu merasakan tatapan Jemian beda, oh tentu saja itu tatapan kasihan. Tangannya terulur nyentuh kepala cewek itu, tepatnya merapikan rambutnya.

“Tiap hari lo sendiri gini, Shi? Orang tua lo?” lirih Jemian pelan.

“Udah biasa sendiri, kok.” Shishi menjawab tak acuh dan gak mau membalas tatapan Jemian, gak mau anggap bahwa Jemian itu perhatian.

“Bonyok pulang paling sore atau malam kalau lembur.”

Lia cepat-cepat menggeser tubuh Jemian dan mengambil alih posisi, kayaknya Lia gak suka sama perlakuan Jemian ke Shishi.

“Kenapa gak bilang kita-kita sih kalau lo gak ada yang rawat, tau gitu kan dari kemarin gue ke sini, gue ningep ya?”

Shishi menggeleng cepat. “Gak usah, Li. Entar lo ketularan lagi,” tolaknya mencari alasan. “Gue juga gak separah itu, kok.”

“Ih jahat.” Lia mengerucutkan bibirnya. “Padahal beneran pengen jagain lo.”

“Buah siap ....” Echan dengan hebohnya kini membawa piring yang sudah diisi beberapa buah yang sudah dipotong.

“Ayo makan, aaaaa.” cowok itu menyodorkan satu tusukan apel, Shishi juga langsung nerima suapan itu.

“Masih belum dapat pacar baru kan, lo? Makanya sekarang yang suapin gue lagi.” Echan mencibir dan suapin Shishi lagi.

“Apaan sih,” gerutu cewek itu, pasti dia ngebahas pas lagi di UKS waktu itu.

Arjun yang sedari tadi diam kini bersuara, “Terus cowok yang waktu itu?”

Shishi menoleh cepat dengan melotot, sedangkan Echan yang sudah tahu siapa cuma senyum sinis aja.

“Maksud lo cowok yang udah labrak lo nyuruh lo putusin gue? Jeffano? Asal lo tahu, kita putusnya udah lamaaaaaaaa banget. Sumpah, Njun, gue gak pernah jadiin lo selingkuhan gue waktu itu,” jelas Shishi selalu emosi kalau bahas Jeffano.

“Iya tau kok,” lirih Arjun sangat pelan.

“Tau? Dari siapa?” Shishi mengangkat kedua alisnya.

“Iya tau dia statusnya cuman mantan lo, mantan yang gak bisa lo lupain, makanya gue mundur. Karena kalian masih saling sayang,” jawab Arjun semakin pelan, matanya ke sana-sini tidak mau melirik Shishi.

Sedangkan cewek itu? Sudah ditebak kayak gimana. Jenov aja waktu itu Shishi pukul karena ngomong kayak gitu.

“Jemian!” teriak Shishi. Iya, mantan yang masih Shishi sayang itu Jemian.

“Kenapa, Shi?” Jemian menoleh dengan wajah terkejut. Hampir saja.

“Tonjokin Arjun buat gue, Jem! Gue benci kalo ada orang yang sok tahu tentang perasaan gue! Kalian semua sama aja! Kalian gak tau kan gimana perjuangan gue buat bisa lepas dari Jeff?!” Mood Shishi lagi-lagi hancur dengan drastis.

“Jun, lo anak paling pinter di kelas kenapa bisa kemakan omongan Jeff! Lo sama aja kayak si Ajie!” Shishi beneran nangis dan akhirnya menarik selimut dan menyembunyikan wajahnya, mulai meringkuk membelakangi mereka.

“Yah, Shi. Maaf,” lirih Arjun menepuk pundak Shishi.

“Lo sih, Shishi itu tersiksa tau sama Jeff.” Shishi mendengar Lia berbisik, diikuti bisikan-bisikan yang lainnya.

“Shi, gue minta maaf. Kalau gitu lo mau balikan lagi sama gue?”

Arjun gila! Gue gak mau keluar dari selimut ini. Batinnya.

“Woy woy keluar! Lo belum minum obatnya!” Echan menarik selimut Shishi kasar dan paksa, dan itu memang berhasil.

Shishi tatap satu persatu ketiga mantannya itu, Echan, Arjun, dan Jemian, lalu tatapan terakhirnya berhenti pada Lia.

“Kalian para cowok keluar gih, gue mau berdua aja sama Lia,” ujarnya mengibas-ngibaskan tangan bener-bener mengusir.

“Huh! Sakit aja banyak tingkah lo!” cibir Echan dan langsung mendapat tatapan horor dari Shishi.

Lia menyela, “Udah ah, kalian keluar aja sana, duduk di ruang tamu atau di mana aja.” Ia mendorong satu persatu cowok di sini. Dan Jemian paling belakangan dia dorong.

“Tunggu di luar ya, Yang,” bisik Lia tersenyum dan Jemian mengangguk aja balas senyum manis.

Jadi mereka udah resmi jadian? Iya, hati Shishi belum rela padahal otaknya selalu nyuruh buat rela.

“Udah jadian nih?” Shishi sebisa mungkin menampilkan wajah ceria. Shishi harus ikutan senang dengan jadiannya mereka. Meskipun hatinya sebenarnya sakit.

Lia mengangguk dan senyum dengan malu-malu. “Dia nembak gue pas istirahat di taman belakang sekolah,” jelasnya masih cengar-cengir gak jelas.

“Selamat, Li ... gue ikut seneng,” lirih Park Shishi mati-matian untuk tersenyum.

Perlu diingat, bahwa Jemian menembak Lia di saat Shishi tidak masuk sekolah. Itu cukup menandakan bahwa Shishi benar-benar bukan siapa-siapa untuk Jemian.

“Lo sama Jemian, cocok, Li.”

Meskipun hati ini sakit, gue gak bisa benci dan gak mungkin benci Lia. Lia sahabat baik gue dan Jemian orang yang istimewa buat gue. Jadi, mereka itu sangat pas.

tbc

GREED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang