Bab. 32

1.7K 80 5
                                    

Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat Membaca

Menyemburkan asap itu dari mulutnya, tanpa henti. Sudah satu bungkus rokok habis, beberapa jam saja. Entah bagaimana si empu begitu cepat menghisapnya.

Ia meletakan kepalanya bertumpu pada tangan kirinya yang juga bertumpu Pula pada pembatas balkon. Memejamkan mata tajam itu, berharap pusingnya segera hilanh. Tapi tetap saja, ia masih pusing.

Ia dongakkan kepalanya ke atas, menatap atap yang terkena siluet dari sebuah lampu tidur nakas, minim cahaya. Tapi laki-laki itu menyukainya. Ia suka seperti ini, tapi tidak menyukai kesendirian.

"Gaffiii!" Suara teriakan nyaring itu menghentikan langkah Gaffian. Cowok tampan yang memiliki tinggi lebih dari 170cm itu tampak menghela nafasnya. Ia berbalik badan dengan cepat. Dari arah berlawanan seorang gadis yang mengenakan rok pendek diatas lutut serta manset berlapis vest rajut berlari kecil menghampiri kekasihnya.

"Kita udah bicarain ini, kan? Terus kenapa kamu malah berubah pikiran?" tanya Rosa serius, menatap jelas wajah Gaffian yang tampak datar.

"Jelas aku berubah pikiran, mana bisa aku liat kamu diliatin banyak orang pakai pakaian ini, Sa? This is not joke." jelas Gaffian.

Rosa menggelang menempatkan tangannya pada kening, sedikit di pijat. "Tapi, Gaff, bentar lagi aku tampil."

"Mau aku batalin sekalian?" tawarnya sekaligus mengancam.

"Gaff..." seru Rosa memelan. Tatapannya memohon agar dibolehkan.

"Dari awal aku udah pernah bilang, aku nggak setuju." tegas Gaffian.

Sebenarnya ini adalah acara yang setiap tahunnya diadakan oleh sekolah. Dimana yang mengurus adalah osis.

Demo ekskul modern dance. Itu acaranya. Setiap kelas wajib menampilkan tarian terbaiknya. Bukan cuma sekedar hiburam, tapi sekaligus promosi agar ekskul ini juga banyak peminatnya.

Rosa merasa sedih sekaligus, melawan Gaffian itu sama saja. Cowok itu sangat posesif padanya. Apa apa harus ia tahu, harus pergi bersamanya, ke kantin pun harus bareng.

Terkadang Rosa merasa terkekang, ia ingin hubungan layaknya orang pada umumnya. Tidak harus overprotektif juga. Memberi kebebasan, yang paling penting itu saling percaya, komunikasi.

"Gaff.." percaya saja, gadis cantik berambut sebahu itu ingin menangis. Matanya sudah berkaca-kaca, ia diam ditempatnya. Jarak mereka kurang dari sejengkal, sedekat itu.

"Sa..." Gaffian tak kalah frustasi, cowok itu mengusap kasar wajahnya. Ia tak kuat melihat gadis itu hampir menangis. Sakit rasanya.

Sang Mantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang