Bab 49

1.8K 74 6
                                    

Pengangkatan Gaffian menjadi CEO perusahaan anak cabang sudah di depan mata. Tentunya akan dibimbing dengan sekretaris pilihan Aron sendiri, sampai Abian benar-benar menjadi penerusnya diperusahaan utama. Di dalam kamarnya lelaki tampan itu tampak lesu. Tidak bersemangat.

Tok tok

"Nak, ayo turun. Tamu undangan udah datang." ujar Sandrina mengetuk pintu kamar itu.

Kepala Gaffian bergerak ke samping menatap pintu kamarnya yang masih belum ia buka. Pandangannya kembali turun guna melihat foto-foto gadisnya di galeri ponsel tersebut.

Hubungannya masih belum bisa di katakan baik-baik saja. Selama 3 hari ini setelah dari danau dan pernyataan Rosa, ia memilih berdiam di dalam kamar tanpa melakukan apapun. Namun, Ia masih memantau Rosa dari kabar yang Ia dapat melalui Fero.

Setidaknya selama 3 hari ini Albar tidak mencoba untuk mendekati gadisnya. 3 hari lalu keputusannya ialah break tidak putus.

Meskipun masih terasa pahit. Namun Gaffian sempat bersyukur Rosa memberikannya pilihan lain dari pada harus memutuskan hubungan mereka. Sungguh, mungkin lelaki itu bisa gila jika benar putus.

"Gaffi!" suara Sandrina kembali membuyarkan pikirannya. Dengan gerakan langkah gontai, Gaffian menyimpan ponselnya pada saku celana depan.

Ceklek

Senyum Sandrina yang pertama Gaffian lihat. "Ayo, Nak." ajaknya. Acara ini sengaja di adakan di rumah. Dan mengundang beberapa kolega saja, tidak semuanya. Sebab, ini hanya pengangkatan CEO di sebuah anak cabang.

Senyum wanita itu sempat membentuk garis lurus. Ia merasa sesak melihat putranya tidak bersemangat dan kantung mata itu cukup terlihat jelas.

Sesampainya di lantai bawah. Semua mata tertuju pada lelaki tampan itu, yang berdiri di samping Aron. Banyak pujian yang Gaffian dapatkan. Ketampanannya, terlihat wibawa. Namun Gaffian tidak menyukai pujian itu.

"Selamat, Malam semuanya."

"Malam."

Aron menghela nafas, tersenyum tipis. "Seperti yang kalian tahu, niat saya mengundang beberapa kolega yang bekerja sama maupun bergabung dalam perusahaan saya ialah pengangkatan putra saya, Gaffian Altero. Sebagai CEO perusahaan cabang di Bandung."

Para tamu undangan bertepuk tangan ria. Selama kurang lebih 20 menit menjadi pembicara akhirnya Gaffian resmi menjadi CEO.

Pandangan Gaffian terlihat tajam dan tidak minat. Aron yang berdiri di sebelah putranya dapat merasakannya. Beberapa kolega menjabat tangannya guna memberikan ucapan selamat.

Senggolan pada lengannya membuat Gaffian menoleh. Mendapati Aron yang menatapnya tanpa ekspresi. Lelaki itu melengoskan matanya. Namun seketika jnatungnya berdebar kencang. Pupil matanya bergetar, netra hitamnya menemukan siluet tubuh mungil dengan dress berwarna biru.

Namun banyaknya kolega yang berlalu lalang membuat ia kehilangan seseorang yang ia lihat. "Mau kemana?" pergelangan tangannya di cegah. Aron menatap tanya pada Gaffian. Tetapi Gaffian terlihat tidak peduli dan menyentak tangan itu.

Kakinya berjalan tak tentu arah, beberapa orang yang ia lewati mencoba berbicara mengucapkan kata selamat dan hendak berjabat tangan tapi lelaki tampan itu tidak menghiraukannya. Ia masih terus berjalan dengan mata uang mengamati satu persatu banyaknya orang.

Dirasa hatinya merasa sesak. Langkah kakinya memelan dan berhenti. Seketika ia tersadar dengan kebodohan yang Ia lakukan. Mana mungkin dia ada disini. Sedangkan hubungannya tak baik-baik saja.

Tangan besar itu menyugar rambutnya pelan, ia membuang nafas berat. Kepalanya terdongak guna menghalau embun yang akan meluruh dimatanya.

Tuk tuk

Sang Mantan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang