Lima puluh lima

276 51 1
                                    

Kieran merangkul pundak Keylanna yang bergetar, kepergian Khaily membuat Keylanna terpukul, hubungan mereka sangat dekat, tak jarang dulu Khaily, dan Keylanna pergi bersama, walaupun sekedar makan siang bersama.

"Key kasihan Khai kalau kamu nangis terus," ucap Kieran.

Bukan nya berhenti menangis Keylanna justru semakin terisak, Kieran memilih untuk membawa Keylanna menjauh dari peti.

"Nana," panggil Keylanna dengan tersengal sengal.

"Sttt, jangan nangis Key kasihan Khaily kalau kamu nangis, dia udah tenang di sana," ucap Kieran.

"Namanya kehilangan pasti sedih Al, aku juga sedih Khai pergi," Elnara memeluk Keylanna yang masih menangis itu, dia berusaha menenangkan adiknya.

Rumah duka di penuhi oleh keluarga, dan teman Khaily banyak yang masih tidak menyangka dengan hal ini, besok pagi mereka akan sama sama mengantarkan Khaily ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Kieran menatap jenazah Khaily yang sudah berada di dalam peti, entahlah Kieran tidak mengerti dengan jalan pikiran Khaily, kenapa temannya ini justru memilih untuk mengakhiri hidupnya.

"Khai, kenapa harus pakai cara kaya gini? Siapa yang buat kamu kaya gini Khai," gumam Kieran.

Tentunya laki laki itu juga sedih, ia sudah berteman sangat lama dengan Khaily, teman yang selalu mendukung Kieran dan selalu menyemangati Kieran.

Merasa kehilangan itu pasti, Khaily sangat dekat dengan Kieran, bahkan sebelum kehadiran Elnara banyak yang mengira kalau Kieran berpacaran dengan Khaily, padahal mereka hanya sebatas sahabat.

Merasa kehilangan itu pasti, Khaily sangat dekat dengan Kieran, bahkan sebelum kehadiran Elnara banyak yang mengira kalau Kieran berpacaran dengan Khaily, padahal mereka hanya sebatas sahabat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laki laki itu membenarkan letak kacamata hitam nya, semua orang di sini mengenakan pakaian serba hitam, bukan tanpa alasan tentunya. Pagi ini mereka semua mengantarkan Khaily, dan bayi yang belum sempat lahir itu ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Nisan berbentuk salib itu kini tertuliskan nama Khaily, Kieran melemparkan setangkai mawar putih kedalam galian tanah, sebelum peti mati itu tertimbun tanah.

Perlahan tapi pasti, peti itu sudah tidak lagi terlihat, Kieran menghela napas berat. Elnara mengelus lembut lengan kekar Kieran, gadis itu tau kalau pacar nya sangat bersedih.

Walaupun dengan tuduhan Khaily kemarin, tidak membuat laki laki itu membenci Khaily, mungkin sahabatnya itu mempunyai alasan lain hingga dia bisa mengatakan kalau Kieran yang membuatnya hamil.

"Kieran, terimakasih banyak ya sudah mengantarkan Khaily sampai ke sini," ucap Mama Khaily.

"Iya Tía, aku turut berdukacita atas kepergian Khaily," jawab Kieran.

Mama Khaily terlihat sangat tegar mengantarkan sang anak ke tempat peristirahatan terakhirnya, tapi dari tatapan mata nya tidak bisa bohong.

"Tía nggak tahu kenapa Khai memilih untuk bunuh diri, padahal tanpa laki laki itu bertanggung jawab Tía , sama Tío masih bisa mengurus bayi nya."

Mandalika [ENDING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang