Dua Puluh Lima

1.9K 62 0
                                    

Norah terbangun, ketika di mendengar deringan ponsel yang menggelegar pagi itu. Ia mengerang, menahan rasa sakit di kepalanya. Norah mengulurkan tangan untuk meraba-raba meja yang ada di samping tidur,  dimana ia meletakan ponselnya. Dia nampak kesal, karena tidak dapat meraih ponselnya, ia pun memaksakan tubuhnya untuk bergerak dan meraih ponselnya yang terus berdering.

"Sial! Kenapa kepalaku terasa sakit seperti ini. Aku bahkan tidak minum apapun semalam." Keluhnya sambil menggeser tubuhnya agar tangannya bisa lebih mudah menjangkau ponselnya.

"Morning Babe. Bagaimana tidurmu?"
Sapaan pria itu membuatnya terdiam. Norah membuka mata dan terbelalak menatap William yang berdiri dengan bertelanjang dada di depannya. "Ponselmu terus berdering sejak tadi, pasti sangat menganggu, bukan? Seharusnya aku menjawab panggilan teleponnya agar kau tidak terbangun dari tidurmu." Ia mengambil ponsel Norah dan memberikannya pada perempuan itu.

Ponsel tersebut jatuh di atas kasur karena tangan Norah tak sanggup menerimanya. Perempuan itu melihat sekelilingnya. Dia berada di sebuah resort mewah dengan pemandangan pegunungan dolomite.

"Kenapa aku bisa berada disini?" Dia bertanya pada William dan mengecek keadaannya saat itu yang tidak mengenakan sehelai pakaian. Norah menarik selimut dan  memastikan seluruh tubuhnya tertutupi oleh selimut. "Apa yang sudah kau lakukan padaku?"

William tertawa pelan. "Ini yang akan kau katakan setelah kau menghabiskan malammu denganku? Aku tampak menyedihkan," William mendekat dan menundukan kepalanya, ia hendak mencium kening Norah, ketika perempuan itu dengan cepat menjauhkan wajahnya dari William. "Jangan mencampakanku seperti ini Norah."

"Keluar!" Usir Norah.

"Okay." Sahut William. Dia melangkah keluar sambil bersenandung. Di depan pintu kamarnya dia berpapasan dengan seorang pria.

"Dia sudah berada disini. Tuan memintamu untuk mengurusnya."

William tersenyum jahat dan kembali bersenandung.

"Hari yang menyenangkan." Dia melangkah perlahan menuju sebuah ruangan. Disana sudah ada Warren dan beberapa pria yang menjaganya.

"Ada sesuatu untukmu." Kata pria itu pada William.

William menerimanya dan menatap Warren.

"Sepertinya, cinta membuatmu bodoh. Bagaimana bisa  kau tertangkap dengan mudahnya? Permainan seperti ini sungguh tak menarik." Ia berkata pada Warren.

Melihat keadaan Warren yang saat itu tidak bisa melakukan apapun, membuat William kegirangan, sudah lama sekali dia ingin menghabisi Warren yang sudah membuat beberapa anggota dari kelompok William meninggal.

Warren menatap William, kini dia tau kalau William bagian dari kelompok mafia yang di pimpin oleh sang designer ternama.

"Senang bertemu denganmu Warren. Senang melihat keadaanmu seperti ini."

Warren tidak menyahutinya.

"Seharusnya aku masih bersama calon tunanganku, aku juga masih lelah setelah bersenang-senang dengannya, kehadiranmu membuat kesenanganku hilang." Katanya.

Warren tetap diam, ia sedang berpikir tentang hubungan William dan Kakeknya Norah, karena sebelumnya William hampir di jodohkan dengan Norah.

Kenapa Kakek bisa berhubungan dengan orang-orang mengerikan seperti dia dan William? Tidakkah dia tau, jika cucunya berada dalam bahaya? Pikirnya.

"Aku tidak ingin membuang-buang waktu denganmu." Kata William. Dia menyuruh Warren untuk melakukan beberapa tugas dan menjanjikan beberapa hal pada Warren.

Warren menolak semua penawaran yang di berikan oleh William, ia tidak membutuhkannya karena yang dia butuhkan keselamatan Allessa dan Norah.

Mereka bukan bagian dari pria yang selama ini berada di belakangku. Aku dan mereka  punya tujuan yang sama. Tetapi, aku tidak boleh langsung menyetujui apa yang mereka minta.

The Name Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang