Empat Puluh Empat

1.3K 42 1
                                    

"Aku akan menemui Jade dan William." Seru Eve. Ia mengenakan coat warna coklatnya sambil menatap Norah seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Kau tidak memberitahukan keberadaanku pada mereka kan?" Tanya Norah.

Eve tertawa. "Kau pikir, aku akan  menyia-nyiakan usahaku selama ini?" Tanyanya sedikit kesal. "Bermain bersama mereka berdua, menguntungkan bagi kita untuk menghabisi Faustino. Sama seperti bermain bersama Warren dan Allessa."

Norah terdiam.

"Aku tidak suka jika kau benar-benar jatuh cinta dengannya!"  Seru Eve sebelum dia pergi menemui William dan Jade.

"Jatuh cinta?" Ulang Norah. Dia beranjak dari tempat duduknya lalu melangkah ke arah jendela. Dia memperhatikan perkebunan Anggur milik keluarganya. Norah menghela napas panjang, dia tau kenapa dia ada disini, dia tau kenapa dia melakukan semua hal yang di katakan oleh Eve dan Kakeknya. Peran yang dia mainkan selama ini sangat sempurna. Dia bisa menunjukan rasa cinta tanpa harus ada cinta di hatinya, dia harus menunjukan betapa polosnya dia dan berpura-pura mendukung Warren. Akting yang dia mainkan selama ini, membuat Kakek dan juga Eve sangat bangga padanya. Apa yang terjadi pada Warren selama ini, tidak lepas dari peran Norah.

Tapi, apakah selama ini dia memainkan perannya tanpa jatuh cinta dengan toko utama  prianya?

"Aku lebih pantas jadi Aktris di bandingkan seorang model." Gumamnya sambil tertawa. Tawa penuh kepalsuan.

Sebenarnya bukan hanya Norah yang layak di berikan penghargaan untuk aktingnya, tetapi Eve dan Kakeknya juga layak di berikan penghargaan. Segala hal yang mereka lakukan selama ini adalah kepalsuan.

Telepon di ruangan itu berdering, Norah meliriknya sebentar sebelum melangkah untuk menjawab telepon tersebut.

"Ada masalah besar!" Terdengar suara seorang pria dari sebrang sana.

"Aku akan kesana sekarang." Norah menutup teleponnya lalu melangkah dengan cepat keluar dari ruangan itu.

Norah menelusuri sebuah koridor sendirian, bunyi hells sepatunya terdengar jelas saat dia melangkah. Norah berhenti sebentar saat ia tiba di depan sebuah pintu. Dia melirik sekelilingnya sebelum dia memasukan id nya untuk membuka pintu tersebut.

Seorang pria paruh bayah berpakaian serba putih langsung menghampiri Norah. Pria itu memberitahu Norah tentang penyaluran obat-obatan mereka yang di hambat oleh teamnya Emely.

"Kenapa hal itu bisa terjadi? Kenapa mereka bisa tahu tentang obat-obatan itu?"

"Kami melakukan pengiriman seperti biasa menggunakan mobil untuk pengiriman Anggur. Tetapi ... "

"Caritau siapa penghianatnya dan bawa dia padaku." Ucapnya dengan tegas pada Pria itu.

Pria itu menganggukan kepalanya.

"Jangan beritahu Kakek tentang hal ini."

"Baik." Kata pria itu, lalu pergi meninggalkan Norah.

Norah memperhatikan aktifitas para pekerja disana. Semua yang bekerja di ruangan itu tidak bisa keluar darisana. Mereka bekerja dan juga tinggal disana. Hal itu mereka lakukan agar tidak ada pengkhianat disana.

"Warren ... aku akui kau sangat hebat." Ucapnya. Dia tau siapa dalang dari masalah yang sedang terjadi saat itu. Dia tau itu ulah Warren, karena saat ini Warren sudah bergabung bersama komplotannya Emely.

Pria yang sebelumnya berbicara dengan Norah kembali menemuinya. Norah tau apa yang akan di katakan oleh pria itu.

"Ada masalah dengan CCTV ... "

The Name Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang