Bab Empat Puluh Dua

1.3K 33 0
                                    

"Apakah aku boleh berharap, jika hari ini akan lebih baik?" Warren bertanya pada dirinya sendiri. Ia sedang duduk di atas tempat tidurnya, menatap keluar jendela kamarnya. Semalam ia tidak bisa tidur dan begitu gelisah, padahal seharusnya dia bisa tidur nyenyak, karena setelah sekian lama ia akhirnya kembali ke rumahnya, namun yang terjadi tidak seperti itu.

Warren menyalakan musik, mendengarkan lagu-lagu ceria, yang mungkin akan membuat suasana hatinya tenang. Ia berusaha untuk tenang dan berpikir semua baik-baik saja karena saat ini Norah bersama Kakeknya. Ia yakin, kakeknya tidak akan melakukan hal yang buruk pada Norah. Saat ini Warren hanya perlu berpura-pura terlihat betapa cemasnya dia saat Norah di culik, yeah hanya berpura-pura. Tetapi sialnya kecemasan yang melandanya bukanlah pura-pura.

Warren menyeduh secangkir kopi dan menikmatinya di halaman depan rumah. Ia duduk di sebuah bangku kayu sambil melihat ke arah pintu masuk hutan, hal yang sudah cukup lama tidak dia lakukan. Kini dia sudah bebas menikmati pemandangan yang ada di depannya karena CCTV yang memantaunya selama ini sudah di retas oleh si kembar. CCTV memang menghilang, namun orang yang menginginkannya tentu saja masih tetap memantaunya.

Suara deru mesin terdengar mendekat ke arah rumahnya, Piere turun dari mobil bersama dua orang pria yang ikut bersamanya. Sepertinya, dia mendapatkan pengawalan setelah kejadian malam itu.

Piere menengadah, menatap langit yang sedang memancarkan warna indahnya, tanpa ada awan.
"Seandainya hidup secerah ini." Gumamnya pelan. Ia menaiki tangga kayu depan rumah Warren, lalu menarik bangku kayu dan duduk berhadapan dengan Warren, sementara dua pria lainnya hanya berdiri di dekat mobil sambil melihat sekelilingnya. Dua pria itu memang di tugaskan untuk mengawal Piere.

"Ramalan cuaca memperkirakan, nanti malam akan ada hujan. Apakah kita juga bisa meramalkan, apakah nanti sesuatu yang baik datang atau malah sebaliknya?" Keadaan mereka saat itu tidak secerah langit.

"Apa kau akan datang ke acara yang di adakan Emely?" Piere melepaskan jaket kulitnya, lalu melirik sebentar ke arah pria yang mengikutinya. "Sepertinya Emely sedang merencanakan sesuatu. Dia sedang menargetkan Faustino dan Kakeknya Norah." Ucapnya pelan.

Warren meraih cangkir kopinya, ia meneguknya sebentar lalu meletakan kembali cangkir kopinya di meja. Ia menoleh ke arah Piere.

"Itu peluang buat kita. Biarkan saja dia yang memikirkan cara untuk menghabisi para targetnya. Mereka semua punya tujuan, sementara kita tidak punya tujuan sama sekali jika harus bertarung ... " Warren mengingat kembali tujuannya melakukan dan menjalani kehidupan menyedihkan selama ini. Warren tersenyum kecil, "Tujuan kita hanya ingin mengakhiri semuanya." Kata Warren. Ia ingin hidup dengan tenang dan damai.

Mereka sedang mengobrol, ketika pria kembar datang ke rumah Warren. Pria kembar menatap Warren dan Piere bergantian, memberi kode pada mereka untuk masuk ke rumah karena ada hal penting yang perlu mereka bicarakan.

Warren membawa mereka ke halaman samping rumahnya, entah kenapa dia merasa nyaman jika mereka berbicara di luar rumah daripada di dalam rumah.

Salah satu dari pria kembar itu mengeluarkan sebuah dena yang sebelumnya mereka terima dari Piere.

"Kalian sudah mendapatkannya?" Tanya Warren.

Mereka mengangguk. "Norah adalah akses untuk masuk ke bangunan ini!" Pria itu menunjuk denah tersebut, lalu menatap Warren. Ia kembali melanjutkan. "Akses pertama dari rumah mereka dan akses kedua rumahmu." Kata pria itu.

Warren dan Piere terlihat bingung. Pria itu kembali menjelaskan tentang beberapa titik dalam denah tersebut.

"Rumah mereka berada tepat di balik bukit ini. Untuk masuk melalui rumah mereka cukup sulit karena penjagaannya yang begitu ketat. Jika melalui rumahmu, kau akan membutuhkan Norah." Katanya.

"Darimanapun aksesnya, yang di butuhkan adalah Norah."

Warren terdiam sebentar, lalu dia menyuruh Piere untuk pergi membawa dua pengawalnya. Dia tidak mau, pria yang datang bersama Piere mengetahui informasi yang mereka dapatkan.

Piere pergi darisana, seakan urusannya selesai. Namun pria itu kembali tanpa pengawalan, namun ia datang bersama Allessa.

***

Warren mendesah. "Seharusnya kau jangan datang. Kondisimu belum pulih dan lebih baik kau datang ke acara yang di adakan oleh Emely daripada kau datang kesini."

"Aduh! Aku bosan mendengarkan segala ocehanmu. Aku tidak mau ketinggalan sebuah informasi penting seperti ini. Lagipula, kau tidak perlu khawatirkan apapun, kau memiliki seorang adik yang cerdas." Kata Allessa bangga.

Mereka bertiga mengikuti langkah si kembar menuju garasi mobil Warren. Mobil mewah, sepeda dan motornya masih terpajang rapi disana. Sudah lama sekali ia tidak memakainya. Tatapan Warren berhenti di sepeda mewahnya, ia tersenyum kecil mengingat kembali perdebatan yang pernah terjadi antara dia dan Norah.

"Dia sedang mengenang kisah lamanya dengan Norah." Ujar Allessa pada Piere.

"Jangan menyentuh mobilku!" Teriak Warren pada Piere.  "Allessa!!!" Ia kembali menjerit ketika Allessa menendang ban mobilnya.

"Ck! Aku bisa menggantinya." Seru Allessa.

Mereka bertiga berdiri di belakang si kembar dan mengamati pekerjaan yang sedang mereka lakukan.

"Whoahh!!! Kegilaan pria tua itu membuatku ngeri."

Warren dan Allessa terdiam mendengar seruan si pria kembar.

"Kalian menemukannya?" Tanya Warren penasaran.

Mereka sedang berdiri di samping mobil mewah Warren. Mereka meminta Warren untuk memindahkan mobilnya.

"Biar aku yang pindahkan." Piere menawarkan dirinya, namun Warren menolaknya dengan cepat.

Allessa tertawa sarkas, "Dia tidak akan mengijinkan orang lain mengendarai mobil mewahnya."

Warren memindahkan mobilnya, lalu berlari cepat kembali ke garasi. Kali ini mereka berlima sedang berdiri membentuk lingkaran, menatap lantai. Pria kembar jongkok lalu menyapu-nyapu lantai dengan tangan mereka.

"Idenya sungguh mengerikan. Kita perlu waspada untuk menghadapi segala hal buruk yang sudah dia rencanakan." Pria itu memberi kode untuk membantunya mengangkat penutup lubang yang menyerupai lantai.

Uhuk uhuk .... mereka semua langsung batuk, karena debu dan aroma menyengat yang keluar dari lubang tersebut.

Warren mengambil alih, sementara si pria kembar mulai sibuk dengan laptop mereka. Di bawah lubang tersebut ada CCTV, mereka harus meretasnya lebih dulu sebelum turun.

"Done."

Piere menyalakan senternya dan menerangi Warren saat pria itu hendak turun.

"Tetap disini!" Piere memberi peringatan pada Allessa sebelum dia turun mengikuti Warren. Ia memperingati beberapa kali, karena dia yakin kalau Allessa akan membantahnya.

Warren menutup hidung, menahan bau menyengat dibawah sana. Dia sangat terkejut saat ia mengetahui ada sebuah terowongan besar di bawah rumahnya. Kenapa ia tidak pernah menyadarinya selama ini?

Warren dan Piere menyusuri terowongan tersebut berusaha menemukan pintu untuk masuk ke bangunan yang ada di hutan. Mereka berdua berjalan menyusuri terowongan kira-kira selama satu jam dan berhenti di ujung terowongan yang di tutupi.

Warren dan Piere meyakini, kalau terowongan tersebut masih di gunakan, karena terlihat bekas ban mobil yang melintas disana.

"Ini ujung terowongannya."

"Ini pintu keluar masuk mereka. Sebenarnya, ada apa di bangunan itu?" Warren semakin penasaran. Ia sangat yakin, jika bangunan tersebut merupakan sebuah tempat rahasia yang di gunakan Kakeknya Norah untuk bisnisnya.

Mereka kembali dengan langkah cepat, dan di sambut dengan rentetan pertanyaan dari Allessa.

"Bersabarlah." Kata Warren.

The Name Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang