44

777 38 0
                                    

Menunggu adalah hal yang sangat Alexa benci, namun menunggu kali ini mengharuskan Alexa untuk membuang rasa itu. Ia bahkan rela menunggu untuk waktu tak terbatas jika itu menyangkut Leo.

Ia sadar, selama ini Leo sudah sangat lama menunggunya, jadi kini giliran Alexa yang harus mau dan sabar untuk menunggu Leo.

Di kamarnya Alexa termenung sendiri. Ia bingung harus melakukan apa. Baru saja ia sampai di rumah setelah dua hari ini ikut menunggu Leo di rumah sakit.

Kedua orang tua Alexa yang memahami kondisi Alexa pun turut menguatkan Alexa dan mendukung semua kemauan Alexa, bahkan Oma dan Opa nya.

Alexa yang awalnya diam saja, kini bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan ke kamar mandi.

Ia akan berendam hari ini, karenamenurutnya berendam dengan air akan sedikit mengurangi rasa lelahnya.

Setelah mengisi bak air hingga penuh, tanpa menanggalkan pakaian, ia kemudian langsung masuk ke dalam bathup.

Alexa menghela nafas lelah. Ia kemudian memainkan musik klasik dan mulai memejamkan matanya.


Di rumah sakit, Liana baru saja masuk ke ruangan Leo. Dapat ia lihat anaknya yang masih setia memejamkan mata.

Ia mendekati anaknya dan menggenggam telapak tangan kiri Leo.

Liana tersenyum "Leo. Leo boleh istirahat kalo capek. Tapi Leo jangan tinggalin Mommy ya. Mommy janji akan sabar nunggu Leo bangun."

Setitik air mata Liana jatuh. Ia pun mencium punggung tangan Leo lama.

Melihat putranya yang masih mau berjuang membuatnya senang juga sedih sekaligus. Ia senang Leo masih mau berada di sisinya, namun dengan kondisi Leo seperti ini membuatnya tidak dapat berkata apa-apa. Pikirannya sebagai ibu yang melihat mulut anaknya harus menelan selang ventilator membuat ulu hatinya terasa sakit.

"Mommy keluar dulu ya, Daddy mau jenguk Leo juga katanya. Kangen jagoan Daddy katanya." ucap Liana yang kemudian mencium kening Leo dan berjalan keluar.

Dilihatnya Dion yang tengah menunggu di ruang ganti.

"Dad, masuk gih." ucap Liana

Dion tersenyum "Kamu okey?"

Liana mengangguk "Aku nggak papa. Sana."

Dion mengangguk dan kemudian masuk. Hal pertanya yang indra tubuhnya tangkap adalah suara patient monitor. Suara yang nyaring di ruangan sepi tempat Leo dirawat.

Dion mendekati Leo. Ia tersenyum melihat anaknya.

"Capek ya?"

Air mata yang susah payah Dion tahan akhirnya luruh juga. Ia tersenyum dalam diam melihat anaknya.

Digenggamnya telapak tangan Leo. Ia pun kemudian merapikan rambut Leo yang berantakan.

"Biasanya kamu selalu marah kalo daddy sentuh rambut kamu. Sekarang kamu diem aja daddy sentuh gini." monolog Leo

Berikutnya Dion mengambil tissu yang ada di nakas dan mengelap keringat Leo.

"Kamu juga marah kalo daddy giniin."

Setelahnya Dion terdiam. Ia mengamati anaknya dengan seksama. Putranya, yang sekarang sudah remaja. Ia teringat masa dulu Liana melahirkan. Masa yang sulit untuk mereka berdua berusaha menyelamatkan Leo.

Leo yang lahir sebelum waktunya. Leo yang kecil dan tidak menangis ketika lahir, hingga akhirnya dokter kandungan mengatakan hal terkutuk itu pada Dion dan Liana.

3 bulan, waktu yang dibutuhkan Leo kecil untuk berada di inkubator. Dan selama itu pula, baik Dion maupun Liana merasakan siksaan mendalam.

Ingatan Dion meloncat pada usia Leo 5 tahun. Usia dimana seorang anak kecil bermain dan berlari, tapi tidak dengan Leo.

Love My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang