"ASTAGA, AR!"
Ares yang masih bermimpi pun mengenyit dalam tidurnya mendengar pekikan itu. Namun, ia sama sekali tidak berniat membuka mata. Alih-alih demikian, Ares justru menyembunyikan wajahnya dengan bantal sofa tanpa sadar.
"Bujangan satu ini jorok minta ampun! Ar, bangun!" Andi berusaha menggoyang-goyangkan lengan Ares yang tertidur di sofa ruang tamu. "Ini beresin dulu ruangannya. Aku sampai bingung duduk di mana! Kalau sampai penggemar kamu tahu, hancur reputasimu sebagai laki-laki pujaan, Ar."
Tidak ada respons. Ares tidak bergerak sedikit pun. Hal itu membuat Andi secara paksa menarik lengan Ares hingga membuatnya terduduk. Tindakan yang berbahaya memang karena akan mengejutkan pengaturan aliran darah yang telah rileks dalam tubuh selama tidur. Namun, selain tidak ada cara lain untuk membuat aktor ternama itu terjaga, Ares untungnya tidak memiliki hipotensi atau tekanan darah rendah.
"Udah siang, Ar. Jam 2 nanti kita ada meeting."
Dengan sangat berat, Ares membuka mata untuk melihat jam dinding. "Masih jam 10, masih pagi." Lelaki itu berniat untuk tidur kembali tapi dicegah oleh Andi. "Come on, Mas. Aku baru pulang jam 2 pagi."
"Begitu pun aku. Aku bahkan antarin kamu dulu ke apart sebelum pulang. Tidur 8 jam udah cukup, Ar," ujar Andi, tidak lagi bisa dibantah. "Udah, mandi sana! Aku mau beli sarapan dulu buat kita."
"Tumben belum sarapan dari rumah," ucap Ares, nyaris berbunyi seperti gumaman tidak jelas.
"Tanyain sama diri kamu sendiri. Pagi-pagi bikin orang panik aja!" omel lelaki itu. "Kamu mau nitip sesuatu nggak?"
Ares manggut-manggut hingga rambut tebalnya berayun. "Sheet mask aku habis."
"Aku mau beli sarapan di dekat apartemen kamu doang, Ar. Nggak sampai ke supermarket!"
"Sheet mask aku habis." Ares hanya mengulangi kalimatnya yang membuat Andi mengalah pada akhirnya. Biar bagaimanapun, semakin kinclong wajah tampan aktor satu itu, semakin mengalir pula cuannya. Andi juga yang pasti akan kecipratan untungnya.
"Ya udah. Entar aku coba ke minimarket terdekat. Yang biasa, kan? Mau berapa?"
"Tiga puluh aja. Buat persediaan selama sebulan. Beli juga yang varian hydrating karena kulit aku akhir-akhir ini lebih kering," ujar Ares, panjang lebar.
Andi mengangguk lantas memasang kembali masker KF94nya dengan benar. "Oke. Kalau gitu, aku pergi dulu. Kamu mandi! Pokoknya, begitu aku balik ke sini kamu harus udah rapi."
"Iya," balas Ares, tidak membantah.
Saat sosok Andi telah menghilang di balik pintu, Ares bergegas mengecek ponsel. Hal yang pertama kali ia lakukan ketika bangun tidur. Lalu sudut bibirnya tertarik mendapati 13 panggilan tidak terjawab dari sang manajer.
Tidak, Ares bukan manusia yang kalau tidur seperti batu. Terkadang, ia memang susah bangun dari tidur ketika sedang benar-benar lelah. Seperti yang barusan terjadi. Tapi di kasus ini, ponsel Ares juga dalam mode silent. Itulah alasan mengapa Andi cemas dan buru-buru datang ke apartemen karena Ares tidak kunjung mengangkat telepon.
Usai puas mengecek ponsel, Ares kembali meletakkan asal benda pipih tersebut di atas sofa dan bergegas membersihkan diri.
Di bawah pancuran air hangat, Ares membasahi setiap inci tubuh telanjangnya dan mulai mengusapkan sabun beraroma lavender yang tidak hanya membuat badannya menjadi harum, tapi juga memberikan ketenangan. Saking candunya dengan bunga satu itu, sampoo hingga body lotion-nya bahkan juga memiliki wangi serupa. Andi sampai pernah mengejeknya sebagai "obat nyamuk" saking kuatnya aroma lavender di kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold #4
RomanceBehind The Salim Series Book #4 Memiliki wajah yang mirip dengan masa lalu buruk keluarga Salim, membuat Sandara harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak akan pernah bisa melibatkan perasaan pada sosok yang telah mengeluarkannya dari kehidupan...