Orang-orang mungkin bisa menikmatinya, tapi tidak dengan Laras.
Laras menunduk, mengamati air dalam gelas di tangan yang masih tersisa. Ia benar-benar terkejut mendapati Sandara datang ke pesta. Ia sungguh tidak memiliki kecurigaan apa pun saat Jannah memberi usul untuk orang tuanya merayakan ulang tahun pernikahan mereka dengan ide-ide yang terkesan sudah sangat matang.
Dari sudut matanya, ia mengamati Ares yang asyik memakan buah sambil mengamati Sandara yang sedang bermain dengan Azka. Ia tidak pernah menyangka jika Ares akan membawa Sandara. Karena Laras pikir, mereka hanya sebatas "majikan-asisten" sebagaimana yang Ares beri tahu padanya.
Perhatian Laras teralihkan pada pemandangan di depannya yang menampilkan Hamdan tengah membuat mini games berupa memindahkan bola-bola plastik kecil dari wadah satu ke wadah lainnya dengan para cucu kesayangan. Azka dengan semangat mengajak Sandara sebagai partner-nya, sedangkan Bara—yang memang sedang menggendong Mouna—mau tidak mau berkelompok dengan bayi 7 bulan tersebut.
Pemandangan Sandara dan Bara tertawa dengan jarak yang begitu dekat meskipun dalam posisi saling memunggungi sekalipun, sanggup membuat sesuatu dalam dada Laras terasa tidak nyaman. Perempuan itu seperti terlempar ke masa lalu di mana ia mendengar suara-suara kebahagiaan di atas penderitaannya yang menyayat hati.
Kemudian pikiran-pikiran negatif terlintas di benak. Bagaimana jika Bara kembali terjerat pada sosok itu? Terlebih, Azka turut menyukainya. Bagaimana hidupnya nanti jika kedua laki-laki yang dicintainya tidak lagi bersamanya?
Laras selalu berusaha berpikir positif untuk hal-hal lain. Tapi ketika berhadapan dengan masalah satu ini, kepalanya seolah tidak mampu membayangkan hal-hal baik. Trauma masa lalu dalam pernikahannya membuat Laras takut.
Ketakutan yang membuat kepalanya berdenyut nyeri.
"Kak Ras, nggak apa-apa?" tanya Daemon saat menyadari Laras mengernyit dalam seraya memejamkan mata, erat.
Mendengar kekhawatiran dalam diri Daemon, mau tidak mau juga menarik perhatian Ares. "Kamu kenapa, Ras?"
Laras tersenyum sambil menggeleng pada Daemon. Ya, hanya pada Daemon. "Nggak apa-apa," jawabnya, tidak memedulikan Ares yang juga mencemaskannya. Meliriknya pun tidak.
Laras tidak pernah mengabaikannya. Sikap perempuan itu satu ini adalah hal baru yang baginya. Apa Ares memiliki kesalahan? Mungkinkah karena ia telah membawa Sandara ke acara ini? Bukankah Jannah yang memberi ide untuknya mengajak sang pacar?
Yang Ares tidak tahu, Laras bahkan tidak terlibat dengan permainan Jannah saat ini.
Lamunan Ares lantas menguap saat suara pecahan di sampingnya. Ia terkejut mendapati Laras tiba-tiba jatuh tidak sadarkan diri. Untung saja Daemon segera menangkapnya, menghindari tubuh itu dari serpihan beling tajam di lantai.
Ares siap membantu, tapi Daemon dengan tubuh raksasanya tidak butuh usaha keras untuk menggendong Laras.
Semua orang terlihat panik. Dengan sigap, Jannah mengambil alih Mouna dari tangan Bara dan membiarkan adik kembarnya menyusul Daemon. Azka bahkan tampak melupakan kehadiran Sandara dalam sekejap dan berniat menghampiri bundanya, tapi dicegah oleh Ermina karena Candra akan memeriksanya.
***
Sandara memandangi foto-foto yang terpajang di meja ruang keluarga kediaman Salim di saat semua orang sedang melihat keadaan Laras setelah Candra memberi tahu jika tidak ada yang perlu dikhawatirkan akan kondisi perempuan itu.
Termasuk Ares, yang meninggalkan ia sendiri begitu saja.
Sandara mengembuskan napas sambil sedikit menunduk. Tindakan itu membuat arah matanya berhadapan langsung dengan pigura berukuran A5 yang cukup menarik perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold #4
Roman d'amourBehind The Salim Series Book #4 Memiliki wajah yang mirip dengan masa lalu buruk keluarga Salim, membuat Sandara harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak akan pernah bisa melibatkan perasaan pada sosok yang telah mengeluarkannya dari kehidupan...