Sandara meminta lebih. Tidak hanya gaji naik, tapi jam kerja yang berkurang atau hari libur saat weekend. Ia ingin Ares mempertimbangkannya kembali. Ia ingin Ares meragu. Ia sudah siap jika tuannya marah karena telah bersikap lancang. Tapi siapa sangka jika Ares dengan mudah mengabulkannya?
Dan di sinilah dirinya sekarang. Berdiri di depan cermin sambil menatap sosok yang mirip seperti masa lalunya.
Perempuan itu menatap rambutnya yang mendadak panjang berkat wig. Meski wajahnya tersembunyi berkat lidah topi hitam dan masker, tidak dapat dipungkiri bila ia melihat sosok Sabrina di sana. Terlebih, floral dress kuning selutut berlengan pendek yang membalut tubuhnya. Walaupun jaket kulit crop serta heels boots kulit hitamnya tetap membuat seorang Sandara tidak melupakan jati diri.
Aksi mematut dirinya lantas terhenti saat ponsel di atas ranjang perempuan itu berdering dan mendapati nomor tidak dikenal meneleponnya. Memiliki prinsip untuk tidak sembarangan menerima panggilan jika tidak ingin terjebak dalam situasi tidak menyanenangkan, Sandara pun mengabaikannya. Namun, sang penelepon ternyata tidak jera!
Sandara hendak memblokir nomor tersebut agar tidak dapat lagi mengusiknya saat tiba-tiba muncul pesan singkat dari nomor yang sama.
+62 813 xxxx xxxx:
Sandara, ini saya. Kenapa nggak diangkat?Kesal, Sandara bergegas menjawabnya.
Sandara:
Ini siapa???+62 813 xxxx xxxx:
Saya.Sandara:
Saya siapa?+62 813 xxxx xxxx:
Kamu Sandara kan? Ini nomor Sandara kan?Sandara:
Nama kamu siapa?+62 813 xxxx xxxx:
Ares.Sandara langsung meringis saat menyadari kebodohannya. Tidak ingin tuannya marah, perempuan itu bergegas membalas.
Sandara:
Maaf, Tuan. Saya nggak tahu.
Biasanya mas Andi yang ngehubungin saya.
Iya, ini saya.Tidak lama kemudian, panggilan dari Ares kembali masuk. Kali ini Sandara menjawabnya tanpa ragu. "Halo?"
"Kamu di mana?"
"Ng ... ada apa ya, Tuan?"
"Kamu di mana?" Ares mengulangi pertanyaannya.
"Masih di kos saya. Sebentar lagi saya jal—"
"Bagus. Nggak usah ke apart. Biar saya jemput kamu. Bisa kirim alamat kosnya?"
"Maaf?"
Terdengar dengusan di seberang. "Jangan ngebuat saya terus-terusan ngulang kalimat! Saya jemput di mana?"
"Gang kos saya kecil, Tuan. Nggak bisa dimasuki mobil," ucap Sandara tidak berbohong. Jangankan kendaraan beroda empat, becak saja tidak muat. Motor yang terpaksa melewati jalan tersebut pun harus bergantian.
"Saya juga nggak berniat jemput kamu depan kos, Sandara. Saya bisa tunggu agak jauh. Kirim alamatnya ke pesan biasa kayak tadi ya. Saya lagi matiin data seluler."
Dan sambungan pun terputus secara sepihak oleh Ares.
***
Sudah 45 menit lamanya Sandara hanya duduk di mobil Ares tanpa tahu apa yang sebenarnya sedang mereka tunggu.
Diam-diam, Sandara melirik Ares yang sedang menurunkan masker hitamnya. Lelaki itu hari ini sedang tidak mengenakan kemeja seperti yang biasa Sandara lihat, tapi pesonanya tetap tidak berkurang.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold #4
Roman d'amourBehind The Salim Series Book #4 Memiliki wajah yang mirip dengan masa lalu buruk keluarga Salim, membuat Sandara harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak akan pernah bisa melibatkan perasaan pada sosok yang telah mengeluarkannya dari kehidupan...