Andi melangkah riang ke unit apartemen Ares untuk mengumumkan kabar menggembirakan. Baru saja ia dihubungi oleh salah satu brand perawatan kulit lokal terbesar dan ternama untuk menjadikan Ares sebagai Brand Ambassador. Ya, BA. Bukan cuma kerja sama biasa seperti endorser.
Sejujurnya, Ares sudah pernah menjadi BA di berbagai produk kecantikan. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru bagi Andi dan aktor sendiri. Namun, 'bayaran' yang disepakati tidaklah main-main nominalnya.
Andi tentu tidak menolak! Ares laris manis, rekeningnya pun jauh dari kata tipis.
Sayangnya, semua tidak sesuai yang diharapkan. Bahkan ketika dirinya baru membuka pintu utama apartemen, Andi langsung dikejutkan dengan kondisi ruang tamu yang sangat berantakan.
Berkali-kali ia memanggil nama Sandara, tapi perempuan itu tidak kunjung muncul. Justru, Areslah yang keluar dari kamar dan berjalan sempoyongan ke arahnya. Kalau saja Andi tidak menangkap tubuh menjulang tersebut saat itu juga, mungkin wajah tampan Ares sudah membentur kerasnya lantai.
"Ar, kamu mabuk ya?!" pekik Andi, super bingung. Pasalnya, seorang Ares Pramudya paling tidak suka dan tidak pernah mengonsumsi segala sesuatu yang berdampak buruk bagi tubuh dan tidak ada manfaatnya.
"She's a liar. She's a liar," racau Ares saat Andi berusaha memapah tubuhnya dan mendudukkan lelaki itu di atas sofa.
Andi tidak menanggapi. Ia pikir, ucapan Ares selayaknya orang mabuk pada umumnya. Tidak jelas dan tidak bisa divalidasi kebenarannya. Tapi saat melihat air mata lelaki itu mengalir dalam pejaman matanya, Andi sadar...
Ada yang tidak beres.
Merasa ini semua ada hubungannya dengan Sandara, Andi pun pergi keluar dari apartemen usai terlebih dulu memastikan Ares sudah tertidur dan menghubungi perempuan itu.
Nada sambung mulai terdengar saat ponselnya sudah menempel di telinga. Sandara tidak menon-aktifkannya. Perempuan itu tidak tampak 'menghindar' dalam situasi ini. Maka Andi menduga jika kesalahan mungkin terletak pada Sandara sendiri.
Benar saja, tidak butuh waktu lama baginya mendengar suara Sandara di seberang.
"Kamu di mana?" tanya Andi, dingin. Ares baginya bukan sekadar artis yang harus ia tangani, tapi juga adik yang ia jaga dan rawat sepenuh hati seperti kedelai Malika.
Dan jika ada yang mencari masalah dengan Ares, dirinyalah yang berdiri paling depan untuk menyelesaikannya.
Di tempat lain, Sandara yang menyadari intonasi Andi pun mengembuskan napas. Dibanding Ares, sejujurnya ia lebih takut menghadapi Andi karena lelaki itu tidak pernah sekalipun terlihat marah, terlebih padanya.
"Ada apa, Mas?"
"Kamu pasti tahu apa yang mau kubahas." Terdengar Andi berdecak pelan. "Kita ketemuan sekarang. Segera share lokasimu."
Begitu sambungan terputus, Sandara sontak menoleh pada Daemon yang melemparkan tatapan iba. "Ada apa lagi, Kak San?" tanya pemuda itu.
Sandara tersenyum seraya menggeleng kecil. "Nggak ada apa-apa. Cuma mau nemui seseorang."
"Siapa? Mau aku temanin?"
"Nggak usah, Dae." Sandara terkekeh. "Aku nggak ketemu orang jahat kok."
"Tapi dari ekspresi Kak San, aku nggak yakin semua baik-baik aja."
Diam-diam Sandara mengakui, ucapan Daemon memang ada benarnya.
***
"Apa masalah kamu sama Ares?"
Andi tidak sudi berbasa-basi. Ia sudah diselimuti rasa penasaran karena aksi mabuk Ares di apartemen sebelum lelaki itu memutuskan untuk menemui Sandara di salah satu kafe terdekat dengan gedung kediaman Salim.
Entah apa yang dilakukan Sandara di tempat tinggal para sepupu kesayangan Ares. Andi tidak peduli selama itu tidak bersangkutan. Namun, dugaannya salah.
Sandara mulai menjelaskan tentang kesalahpahaman di antaranya dan Ares. Hal yang membuat lelaki itu marah besar, lantas mengusirnya begitu saja.
Butuh waktu lama bagi Sandara menceritakan segala permasalahannya hingga membuat Andi benar-benar memahami bahwa perempuan itu bukanlah sosok berbahaya. Ia tidak akan pernah menyakiti Ares. Melukainya segores pun tidak.
Tapi Ares terlanjur membencinya. Ares terlanjur menganggapnya sebagai 'penipu' walaupun tidak sepenuhnya salah. Dan yang paling miris...
Ares tidak pernah sepenuhnya memberikan hati lelaki itu secara utuh untuk Sandara.
Andi sampai membuka maskernya hanya untuk menenggak minumannya hingga tandas saking kering tenggorokannya. Kisah Sandara yang rumit sekaligus memilukan membuatnya mendadak gerah serta takjub. Ia pikir, kisah semacam itu hanya ada di series atau film yang diperankan oleh Ares.
Nyatanya, realitas kehidupan sang aktor tidak jauh dari unsur "drama".
"Berarti ini cuma misunderstanding, kan? Kenapa kamu nggak coba jelasin ke Ares? Dia juga pasti bakal paham, San."
Sandara menggeleng. "Seperti yang aku bilang tadi, Mas." Perempuan itu menunduk dalam. "Ares masih punya perasaan buat Laras."
Andi memijit pelipisnya. Ia sekarang mengerti mengapa Ares selalu "totalitas" dalam setiap seriesnya yang diangkat dari novel Lavandel June. Bukan berarti di series maupun film lain lelaki itu tidak melakukan yang terbaik, hanya saja Andi merasakan 'perbedaannya'. Oh, jangan lupakan kecintaan Ares pada aroma lavender yang menjadikan Andi pernah mengatakan kamar mandi lelaki itu 'bau obat nyamuk'!
Andi berdecak pelan. Kalau sudah begini, dirinya yang tadi berpihak pada Ares pun mengurungkan niat untuk membela sang aktor. Selain karena telah menyukai istri sepupunya sendiri secara diam-diam, lelaki itu juga telah 'merendahkan' Sandara.
Bagaimana tidak? Andi tahu apa saja yang Ares dan Sandara telah 'perbuat' dalam hubungan mereka. Andi tahu sejauh mana gaya berpacaran keduanya.
Lalu Ares bersikap seperti seorang bajingan dengan "membuang" Sandara begitu saja.
Seperti yang Andi bilang, ia telah menganggap Ares sebagai adiknya alih-alih artis yang harus ditangani semata. Oleh karenanya, ia akan berlaku adil kali ini.
"Terus, kamu mau tinggal di mana setelah ini, San?" Andi menaruh perhatian para perempuan itu karena ia paham akan kesendirian Sandara di dunia ini. "Mau aku bantu cariin tempat tinggal?"
"Nggak perlu, Mas. Aku bisa sendiri. Aku nggak mau repotin Mas Andi." Sandara tersenyum tulus. "Makasih ya, selama ini Mas Andi udah baik sama aku."
Andi mengembuskan napas sambil manggut-manggut. "Sama-sama, San. Tapi aku tetap khawatir—"
"Mas ..." Sandara menyentuh punggung tangan Andi yang berada di atas meja. "Fokus jaga Ares aja, ya? Aku bukan tanggung jawab Mas Andi. Aku dari dulu udah belajar mandiri kok."
Andi membasahi bibirnya. "Kamu butuh uang?"
Sandara terkejut mendengarnya. Detik itu juga ia mengerti mengapa Andi sangat sukses menjadi manajer Ares. Lelaki itu sangat baik dan loyal. "Nggak. Aku punya tabungan. Aku bisa cari tempat tinggal yang murah untuk sementara waktu sambil cari kerjaan."
"Kalau gitu, aku bantu cari kerja ya?"
"Mas—"
"San, please ..." Andi tampak frustrasi. "Aku merasa bersalah sama kamu. Gimanapun juga, aku yang udah nyuruh Ares cari asisten. Aku yang udah ngebuat kamu masuk dalam situasi kayak gini."
"Satu hal yang perlu Mas Andi tahu. Aku nggak pernah menyesal udah dipertemukan sama Ares, Mas," ucap Sandara yang membuat Andi terkesiap. "Walaupun berakhir seperti ini, kalian tetap jadi kenangan paling manis yang pernah hadir di hidup aku."
🌓
Ada yang masih bangun? Maaf update malam-malam yaa. Hari ini bawaannya super ngantuk deh. Bangun jam 9, tidur lagi sampai jam 11, eh jam 3 ketiduran, terus jam 7 ketiduran lagi :") Tapi semoga kalian suka persembahan malam ini ^^
Thank u
Love u
See u
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold #4
RomanceBehind The Salim Series Book #4 Memiliki wajah yang mirip dengan masa lalu buruk keluarga Salim, membuat Sandara harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak akan pernah bisa melibatkan perasaan pada sosok yang telah mengeluarkannya dari kehidupan...