Untold 18

2.2K 517 40
                                        

Hari ini Sandara kembali dimintai bantuan oleh Andi untuk pergi ke HS Entertainment. Kali ini bukan untuk mengantar berkas. Lebih parah, Sandara disuruh menemani Ares!

Sejujurnya, tugas Sandara tidaklah berat. Andi hanya berpesan untuk menjadi pengganti lelaki itu selama sang manajer sedang melakukan meeting di luar. Lagipula, kegiatan Ares hari ini murni hanya photoshoot untuk galeri HS Entertainment saja yang mana dilakukan dengan santai.

Tapi tetap saja merupakan hal yang berisiko baginya! Kendati demikian, Sandara tidak bisa mengelak. Sudah tiga hari ia diliburkan tanpa tugas apa pun sejak mengantar berkas itu. Sandara tidak ingin dianggap tidak tahu diri karena 'makan gaji buta' terus-menerus.

Dengan langkah yang tampak ragu-ragu, Sandara memasuki ke lobby dan kembali menghadapi resepsionis yang bukan tempo lalu ia temui. Menyadarinya, bahu Sandara merosot samar. Sepertinya ia lagi-lagi harus melewati berbagai pertanyaan hanya untuk masuk ke dalam.

"Permisi. Saya mau ketemu Pak Ares."

"Ares siapa?"

Sandara sedikit terkesiap mendengar nada ketus dari resepsionis di depannya. "Ares Pramudya."

Sebelah alis yang terbentuk rapi itu menukik. "Maaf, Kak. Keamanan para artis harus dijaga. Security!"

Sandara semakin terkejut saat perempuan berseragam itu tiba-tiba memanggil penjaga di depan pintu lobby dan menyuruhnya untuk keluar. "S-saya nggak bermaksud jahat kok! Saya dikirim mas Andi. Manajer Pak Ares," jelas Sandara cepat saat sang keamanan sudah berdiri di sampingnya.

"Bawa aja keluar, Pak. Dia pasti salah satu penggemar fanatik Ares," tuduh resepsionis tersebut.

Sandara benar-benar kesal dibuatnya. "Demi Tuhan, nggak! Saya berani sumpah kalau saya dikirim mas Andi. Kalau kalian nggak percaya, tanyain coba sama yang kemarin berjaga di sini juga."

Merasa Sandara cukup menciptakan keributan, security pun mau tidak mau memihak rekannya. "Mari ikut saya, Mbak."

Sandara baru akan mengelak saat suara berat sosok menjulang yang baru memasuki lobi, menginterupsi keributan. "Ada apa ini?"

Sandara yang mengetahui "siapa" yang mendekati mereka, langsung menundukkan kepalanya sedalam mungkin. Hal yang membuat keamanan hingga resepsionis semakin menaruh curiga padanya.

"Siang, Pak Bara." Securtity tersebut membungkuk singkat pada bos besar. "Ini, Pak, ada fan mas Ares yang—"

"Saya bukan fan-nya! Udah saya bilang, mas Andi yang nyuruh saya datang," tegas Sandara pada sang keamanan. "Kalau memang nggak diizinin, saya pulang. Nanti saya lapor ke Pak Aresnya sendiri."

Sebelum Sandara berinisiatif untuk berlalu, Bara mencegahnya. "Tunggu. Kamu nggak perlu pergi. Saya percaya." Kemudian Bara mempersilakan perempuan itu dengan mengulurkan tangan ke arah meja penerima tamu. "Boleh tukar kartu identitas dulu sebelum masuk," ucap Bara sebelum akhirnya berlalu.

Baik satpam maupun resepsionis pun mengernyit mendengar bos besar dengan mudah mengizinkan perempuan itu. Namun, tidak ada yang sanggup membantah Bara sekalipun sang petinggi tidak lagi berada di antara mereka.

Diam-diam Sandara menghela napas. Sekalipun ia nyalinya sempat diuji karena kedatangan sosok menjulang tersebut, tidak dapat dipungkiri bila Al Barra Salim cukup menyelamatkannya dalam situasi ini.

Usai memastikan jika maskernya sejak tadi tidak bercelah dan membuat Bara bisa mengintip wajahnya, Sandara mengeluarkan KTP dan menyerahkan benda tersebut pada sang resepsionis yang kini berusaha ramah padanya, bahkan menawarkan diri untuk mengantar Sandara sampai di depan lift.

The Truth Untold #4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang