Untold 43

2.2K 553 45
                                        

"Pokoknya aku nggak mau datang!" Katy membuang muka. "Malas banget kalau sampai ketemu si Ares."

Seharusnya Sandara senang mendengarnya. Ini adalah momen yang ia tunggu-tunggu sejak lama, di mana Katy tidak sudi berurusan sama lelaki itu. Namun, selain karena sudah pasrah dengan alur hidup, Sandara sekarang justru dibuat pusing karena sifat kekanak-kanakan Katy harus muncul di saat-saat terpenting seperti ini.

"Kamu bisa nggak dianggap profesional sama talent lain nanti, Kat."

Katy mendengus seraya memutar mata. "Bilang aja aku sakit. Selesai, kan?"

"Tapi ini, kan, acara CEO agency. Orang yang udah bikin kamu jadi kayak sekarang lho, Kat. Kalau dia tiba-tiba mau ada bahas sesuatu yang penting perihal kerjaan gimana?" Sandara berusaha meyakinkan. "Kesempatan tuh bisa datang di mana aja, lho."

"Ya makanya, Kak San aja yang datang. Wakilin aku." Katy berdecak. "Repot deh," lanjutnya sedikit berbisik tapi masih bisa tertangkap jelas oleh Sandara.

"Tapi semua orang datang, Kat. Kalau kamu nggak—"

"Duh, Kak! Pandemi, kan, belum berakhir. Pasti ada juga kok yang nggak datang. Nggak usah diambil pusing!" Gadis itu mengibaskan tangan, seolah Sandara sepantaran dengannya. "Udah ah! Aku mau hang out dulu sama Siska. Bye!" ucap Katy seraya menghampiri asistennya yang sudah menunggu di depan pintu.

Sandara mengembuskan napas dengan sedikit kasar dan turut bangkit dari sofa untuk pulang. Ia memang tidak tinggal dengan Katy meskipun mama gadis itu menawarkan agar anaknya ada yang 'menjaga'—mengingat Sandara terkadang berperan menjadi bodyguard sekaligus—sejak kepindahannya ke salah satu apartemen di Jakarta. Tapi Sandara tentu menolak. Tinggal dengan orang tuanya saja Katy masih suka semaunya, bagaimana saat sendiri? Bisa dibuat pusing Sandara setiap hari.

Cukup mengurus jadwal serta kegiatan gadis itu, jangan orangnya!

Dengan bahu lesu, Sandara keluar dari apartemen Katy. Dalam langkahnya, ia semakin yakin untuk mengajukan surat pengunduran diri dalam waktu dekat.

***

"Dan inilah dia. Ares Pramudya, aktor kebanggaan kita semua."

Ares tersenyum pada beberapa tamu penting CEO agensi yang tengah diperkenalkan olehnya. "Malam, semua," sapanya, ramah.

"Bapak-bapak dan ibu ini adalah founder, co founder, dan country head aplikasi layanan video raksasa di Indonesia," ujar CEO agensinya yang dengan bangga merangkul Ares dan tersenyum lima jari, memamerkan rentetan giginya yang terbebas dari masker seperti para tamu yang diundang.

Kalau boleh dibilang, Ares lebih senang ada aturan mengenakan masker daripada dibebaskan seperti ini. Namun, demi menghargai pria yang usianya tidak jauh berbeda dengan ayahnya, Ares menyimpan benda pelindung dari virus tersebut ke dalam saku celana.

"Aslinya benar-benar tampan ya," puji wanita bersanggul di antara mereka. "Pantas, apa pun yang kamu bintangi, pasti ranking 1 terus."

Ares terkekeh. "Bisa aja, Ibu."

"Tuh, 'ibu' katanya. Harus sadar diri kamu, Yun," gurau salah seorang pria yang barusan diperkenalkan sebagai founder, berhasil membuat semua orang tertawa.

"Eh iya, sebenarnya ada satu lagi kebanggaan saya. Tapi mana ya? Perasaan tadi saya lihat manager-nya." Pak CEO tampak menjulurkan leher, menyisir pandangan.

"Biar saya tebak. Melissa?"

CEO di samping Ares langsung menggeleng. "No. Melissa bukan lagi di agensi saya. Saya punya bibit unggul yang lebih top markotop!"

The Truth Untold #4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang