Sandara mengompres dahi Ares dengan handuk kecil yang telah dibasahi air suam-suam kuku. Ia sudah memberi tahu Andi akan kondisi tuannya, tapi sang manajer belum kunjung datang.
Sandara kembali mengulang kejadian beberapa saat lalu di mana dirinya begitu panik melihat Ares terjatuh di lantai yang terdapat serpihan beling. Beruntung, tidak sedikit pun pecahan gelas itu melukai kulit tuannya.
Sambil membalik kompresan, Sandara mengamati profil wajah Ares yang masih terbaring tidak sadarkan diri di sofa. Kalau boleh dibilang, tidak heran rasanya bila lelaki ini begitu sibuk. Ares benar-benar tampan meskipun bukan tipe ideal laki-laki idamannya.
Sejak dulu, tepatnya mulai menginjak usia remaja, di saat seluruh temannya di sekolah tergila-gila dengan cowok bak anggota boyband, Sandara justru menyukai sosok yang tampak macho. Tidak harus yang berbadan kekar dan yang ketampanannya tidak manusiawi, cukup memiliki garis wajah tegas serta pembawaan yang jantan. Nilai plus jika memiliki sorot mata tajam bak elang yang akan melembut saat memandang sang dara.
Namun, Ares berbeda. Sandara seperti sedang menjilat ludahnya sendiri.
Seraya menyandarkan punggungnya pada pinggiran meja yang ia geser agar bisa duduk lesehan dengan leluasa di depan sofa di mana tuannya berada, Sandara menghela napas. Pekerjaannya masih menumpuk, tapi ketenangan di wajah Ares membuatnya seolah betah berdiam diri.
Meski segalanya terasa dingin, mulai dari tatapan, ucapan, hingga auranya, Ares memiliki sorot mata, garis wajah, bahkan tekstur muka yang lembut saking banyaknya produk kecantikan yang lelaki itu miliki. Entah di meja riasnya, maupun di dalam kulkas.
Ares mempunyai sedikit fitur feminin di wajahnya yang menjadikan lelaki itu memiliki kesan tampan dan cantik sekaligus. Terlebih, Ares juga sangat wangi. Dan aroma yang menguar dari tubuhnya tidak terlalu kuat kesan maskulinnya. Ares juga memiliki beberapa pakaian seperti kemeja dan kaus biasa berwarna merah muda. Sandara juga mendapati fakta bila Ares selalu membawa lip balm juga sunscreen dalam bentuk bedak tabur maupun spray ke mana pun.
Hanya saja, semua itu bukanlah kekurangan. Alih-alih membuat Sandara tidak tertarik, Ares justru mengubah pandangannya. Dalam artian yang baik tentunya.
Sandara mengerjap saat kelopak mata Ares tampak bergetar dan perlahan terbuka. Bergegas, perempuan itu pun mengganti posisi duduknya menjadi bersimpuh. "Tuan udah sadar?"
Ares tidak menjawab. Lelaki itu hanya meraih benda basah di atas dahinya dan melemparkan tatapan penuh tanda tanya pada asistennya.
"Tuan tadi pingsan. Badan Tuan panas banget, makanya saya bantu kompres." Sandara menjelaskan dengan kedua tangan saling meremas gelisah di atas pangkuan. "Maaf, cuma itu yang bisa saya lakuin sambil nunggu mas Andi datang."
Lagi-lagi Ares tidak merespons. Lelaki itu hanya berusaha terduduk di sofa dan tidak membiarkan Sandara untuk membantunya. "Kamu yang bawa saya ke sini?" tanyanya seraya menepuk sisi di sampingnya.
"Benar, Tuan." Kemudian Sandara membasahi tenggorokannya yang mendadak kering. "Maaf, saya nggak berani bawa Tuan ke kamar karena belum ada izin."
Ucapan itu tentu saja membuat Ares semakin merasa bersalah. Sial! Ia benar-benar telah keliru karena membenci perempuan ini.
Niat ares mempekerjakan Sandara di awal bermaksud untuk meyakinkan diri sendiri apakah mungkin monster tersebut bangkit kembali? Jika iya, Ares akan memenjarakan perempuan itu dan membuatnya menanggung penderitaan orang-orang tersayangnya di masa lalu. Ares berniat membalasnya karena ia tidak mudah dimanipulasi, terlebih usai peristiwa tidak menyenangkan di mana dirinya pernah ditipu oleh mantan manajernya dulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold #4
عاطفيةBehind The Salim Series Book #4 Memiliki wajah yang mirip dengan masa lalu buruk keluarga Salim, membuat Sandara harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak akan pernah bisa melibatkan perasaan pada sosok yang telah mengeluarkannya dari kehidupan...