Untold 23

2.1K 498 43
                                        

"Jadi selama ini kamu ..."

Ares sampai tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia benar-benar tidak percaya dengan keadaan Sandara yang sungguh memilukan dan mengiris hati. Kalau saja Andi belum pulang, mungkin sang manajer sudah mengeluarkan sumpah serapah untuk Riko.

Benar, Sandara telah menceritakan kisahnya dengan sang mantan. Bagaimana ia bertemu dan terjebak dalam hubungan yang tidak sehat dengan lelaki itu hanya karena kehadirannya ditolak oleh semua orang. Namun, Sandara tentu tidak dapat menjelaskan fakta di baliknya. Alasan sebenarnya mengapa orang-orang menaruh benci padanya. Ia tidak ingin kenyataan bahwa kedua orang tuanya memiliki rekam jejak buruk semasa hidup membuat Ares ikut meragukannya. Apalagi sampai membuat lelaki itu menaruh curiga padanya.

Beruntung, Ares tidak mempermasalahkan hal tersebut. Ia merasa keputusan Sandara selama ini tidaklah aneh karena tidak sedikit berita tentang orang yang sulit keluar dari hubungan beracun, bahkan beberapa rekan kerjanya.

Ya, jangan salah. Dunia entertainment itu keras. Yang di luarnya manis-manis, bisa jadi compang-camping di dalam. Banyak sekali gimmick yang membuat Ares muak. Salah satu dasar yang menjadikan Ares malas terikat dengan sesama artis.

Bukan Ares mendukung. Keputusan seseorang untuk bertahan dalam hubungan tidak sehat adalah hal yang salah. Toxic relationship tidak dapat dibenarkan karena tidak akan pernah ada harapan di sana. Ares diam karena ia hanya tidak ingin menilai sesuatu yang tidak pernah ia rasakan posisinya.

"Sorry to hear that."

"Semua udah berlalu." Sandara berdeham kecil. "K-kamu nggak nyalahin saya?"

"Hmm?" Ares melemparkan tatapan bingung. "Nyalahin kamu?"

Sandara mengembuskan napas. "Saya suka lihat kasus KDRT atau hubungan toxic kayak gitu, pasti korbannya dianggap bodoh." Perempuan itu memberi jeda seraya mengangkat bahu. "Kamu tahu berita yang lagi viral, kan, pasti? Ada artis yang mutusin buat balikan lagi sama suaminya padahal dia udah sampai masuk rumah sakit. Netizen jadi nggak respect lagi sama dia. Padahal katanya demi anak mereka."

"Netizen nggak salah. Keputusan itu memang bodoh. Berharap seseorang berubah bukan keputusan yang bijak. Apalagi karena 'anak', karena nantinya si anak juga yang bakal jadi korban secara mental." Ares menerawang. "Tapi kalau sampai nggak respect lagi kayaknya nggak perlu. Justru, seseorang yang ada dalam toxic relationship itu butuh dukungan. Karena kalau nggak, bukan hal mustahil kalau si korban bakal terus-menerus 'damai' dan nerima sang penjahat cuma karena merasa dia nggak dicintai siapa pun lagi selain orang yang ngelukainnya."

Seakan hanyut dalam kalimat Ares, Sandara hanya mampu diam membisu.

"Saya punya prinsip, kita nggak akan pernah tahu posisi orang lain sampai kita sendiri yang berada di sana. Kalaupun punya kasus yang sama, tetap nggak bisa dipukul rata sama setiap individu. Para korban pasti tahu itu 'salah' tapi deep inside, pasti ada sesuatu yang besar yang jadi pertimbangan hingga mereka sanggupin untuk bertahan." Kemudian Ares menepuk-nepuk tangan Sandara yang bersandar di lengan kursi rodanya. "Intinya, kesal sama keputusan orang-orang kayak kamu buat bertahan di hubungan seperti itu adalah hal wajar. Justru bagus. Kita nggak boleh mendukung apa yang salah. Tapi sampai ngatain orang-nya bodoh bahkan sampai nggak respek lagi, menurut aku kurang tepat sih.

"Setahu saya, toxic relationship itu penuh manipulasi. Susah untuk bikin orang 'sadar' akan hal-hal yang nggak benar. Rata-rata dari mereka takut nggak ada yang bisa nerima dirinya lagi sebagaimana yang dilakuin si penjahat. Bisa juga karena adanya ancaman terus-menerus. Makanya, butuh banget "cinta" pada diri sendiri. Bahkan harus lebih besar daripada ke orang lain. Butuh adanya keyakinan kalau kita ini berharga," ujar Ares panjang lebar. Ujaran yang benar-benar menghipnotis Sandara dan kian menumbuhkan rasa kagum dalam dirinya pada lelaki itu.

The Truth Untold #4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang