Untold 7

2.4K 521 25
                                        

Ares menatap infus di tertancap di lipatan lengannya lalu mengembuskan napas berat. Entah sampai kapan ia akan berada di posisi "beristirahat" seperti ini.

"Mau kamu pelototin terus juga nggak akan bikin cairan cepat habis, Res."

Ares menoleh pada Melissa yang duduk di sampingnya. Lengan kiri perempuan itu juga terpasang alat yang sama dengannya.

Ya, tubuh keduanya kini tengah diberikan asupan vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh karena jadwal yang sangat-sangat padat. Hal yang membuat Ares dan beberapa pemain nyaris tumbang saking minimnya waktu break mereka, bahkan yang bekerja di balik layar.

"Aku cuma nggak mau yang lain nunggu kelamaan," jawab Ares, mencari alibi. Padahal, penyebab sebenarnya ia tidak betah ya karena duduk berdampingan dengan Melissa.

Tanpa perlu melirik atau menoleh secara terang-terangan, Ares sudah tahu apa yang tengah para kru bicarakan saat ini. Apa lagi kalau bukan dirinya dan Melissa, aktris tercantik yang sangat berbakat ini? Tidak hanya wajahnya yang rupawan, perempuan itu juga memiliki suara seindah burung kenari. Setiap kata yang diucapkannya selalu terdengar bernada, membuat semua laki-laki betah berlama-lama dekat dengannya.

Tapi tidak dengan Ares.

Dirinya merasa risi. Terlebih ketika Melissa duduk terlalu dekat dengannya sekalipun sofa yang mereka tempati termasuk luas. Belum lagi beberapa pemain yang kerap menjodoh-jodohkan hanya karena keduanya merupakan "pasangan" di film kali ini.

"Nggak mau yang lain nunggu kelamaan atau nggak betah duduk lama-lama sama aku?" goda Melissa, jahil. Meski begitu, perempuan itu tidak dapat memungkiri jika hatinya terasa nyeri.

Ini bukan pertama kalinya bagi Melissa bersanding dengan seorang Ares Pramudya. Sikapnya yang dingin tapi selalu profesional membuat Melissa merasa Ares adalah sosok misterius. Berbeda dengan laki-laki kebanyakan yang senang menggodanya, Ares tampak tidak peduli. Saking bedanya, Melissa sampai pernah hampir percaya akan rumor yang beredar...

Ares is gay.

Ares hanya tersenyum simpul mendengar gurauan Melissa. Sama sekali tidak berniat memperpanjang obrolan. Ia tidak ingin perempuan itu "menguras" energinya dan memilih untuk memejamkan mata karena hari ini masih sangat panjang.

***

Sudah hampir 2 bulan Sandara bekerja di apartemen Ares. Meskipun lelaki itu masih jarang terlihat karena kesibukannya akhir-akhir ini, tapi Sandara tetap melakukan tugasnya dengan baik seolah-olah sepasang mata Ares tidak lepas darinya.

Gerakan menyapu Sandara pun melambat. Kemudian dia menumpukan dagu dengan kepala batang sapu sambil menatap kosong dinding di hadapannya. Mulai sibuk menerawang.

Pertama kali Sandara melihat foto tuannya, perempuan itu menyangka jika Ares Pramudya merupakan laki-laki yang sangat ramah dan murah senyum. Namun, ternyata tidak sama sekali. Aslinya, pemilik wajah dengan garis muka dan sorot mata lembut itu bukanlah pribadi yang hangat. Setidaknya, begitulah di matanya.

Lamunan Sandara lantas enyah tatkala ponselnya bergetar singkat dan menandakan pesan masuk dari Andi yang bergegas ia buka.

Andi:
San, beresin kamar Ares ya. Lagi nggak dikunci kok, sengaja.
Dia pulang sore karena scenes buat hari ini lagi nggak banyak.

Sandara:
Nggak apa-apa kalau saya masuk ke kamar Tuan, Mas?

Andi:
Kalau dimarahin, saya yang belain kamu.
Itu kamar belum sempat diberesin dari kapan tau karena dia sibuk. Biar tidurnya juga berkualitas.
Oiya, bisa masakin juga?
Buat dia makan malam. Kamu buatnya di akhir jam kerja kamu aja.

The Truth Untold #4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang