Untold 16

2K 492 25
                                    

Sandara menggigit daging ayam boneless bumbu bawang putih yang super lembut dan juicy. Diam-diam, sudut bibirnya pun tertarik.

Ia sudah tidak pernah merasakan hal ini.

Sandara menitihkan air mata dan segera menunduk untuk menyembunyikan kesedihannya. Ia mungkin bisa menirunya, bisa memasaknya sendiri, tapi fakta bahwa ada orang lain yang membelikannya makanan dari sebuah restoran dan membiarkannya duduk di meja makan untuk menikmati hidangan secara layak membuat Sandara terenyuh. Saking jarangnya momen ini terjadi, Sandara rela membiarkan bekal mi goreng yang ia bawa untuk makan siang hari ini, tidak tersentuh sama sekali.

Dulu, ia hanya mampu makan di dapur dengan lauk sisa para majikannya. Ia tidak boleh mengambil sesuatu dari dalam kulkas, bahkan untuk sebutir telur sebagai teman nasinya. Sedangkan ketika ia di "rumah", sang mantan pacar sama sekali tidak peduli apa pun tentang dirinya kecuali uang yang dimiliki perempuan itu.

Ini adalah pengalaman pertama Sandara makan bersama majikannya sendiri.

"Are you okay?"

Sandara bergegas menghapus air matanya saat Ares menyadari kesedihannya. "Saya nggak apa-apa, Tuan. Ini enak banget. Makasih banyak."

"O... ke?" jawab Ares ragu karena sedikit membingungkan baginya. Pasalnya, semua makanan ini tidak begitu mahal. Bukan pula berasal dari restoran yang super mewah, tapi reaksi Sandara benar-benar berlebihan. Kemudian lelaki itu pun berdeham, "Saya hampir mikir kamu nggak suka."

"Suka. Semua yang di sini saya suka," ucap Sandara bersungguh-sungguh sambil menatap lurus ke arah Ares. Hal yang membuat lelaki itu sanggup dibuat terpaku selama beberapa saat. "Saya udah lama banget nggak makan-makanan seperti ini."

"Oh iya?" Sebelah alis Ares menukik. Mau tidak mau, ia pun penasaran. "Majikan kamu sebelum-sebelumnya, nggak pernah bawain makanan enak?"

Sandara tertawa kecil mendengarnya. "Dapat sisa lauk aja udah bersyukur, Tuan."

Ares sanggup dibuat tertegun akan pernyataan itu. "Maksud kamu?"

Kemudian cerita Sandara pun mengalir. Tentang bagaimana ia rela diperlakukan buruk demi bertahan hidup. Sandara yang malang, tidak pernah dihargai oleh majikannya.

Jika bekerja dengan Ares memakai sistem "pulang dan pergi", sebelum-sebelumnya ia selalu menjadi ART tetap. Jika sekarang ia bisa pergi ke luar sebentar untuk mengisi perut di warung makan terdekat, diperbolehkan memakai dapur untuk memasak makan siangnya, maupun membawa bekal seperti hari ini, dulu ia bahkan tidak dapat mencicipi hasil masakannya sendiri. Tidak hanya itu, jika jumlah bahan di kulkas berkurang, Sandara akan diberi hukuman. Entah itu berupa pemotongan gaji atau dipukuli.

Sandara tidak bisa keluar. Ia tidak ingin dipecat. Ia harus membawa uang, setidaknya untuk tetap tinggal di rumah mantan pacarnya saat diperbolehkan "pulang" karena hanya bangunan tersebut yang menerima kehadirannya. Seseorang yang memiliki masa lalu kelam yang sudah menjadi rahasia umum banyak orang di sekitarnya.

Tapi tentu ia tidak dapat menceritakan hal satu ini pada Ares. Oleh karenanya, ia menghentikan kisah memilukan tersebut sampai di kejahatan para mantan majikannya saja.

Ares tercengang mendengar pengalaman buruk Sandara yang teramat miris itu. Ia sampai tidak mampu menyembunyikan kilat iba di kedua matanya.

"Mereka berani main fisik?" tanya Ares, benar-benar tidak percaya. Dan semakin terkejut saat Sandara menurunkan jaket jeansnya untuk mengusap beberapa titik di lengan, menghilangkan lapisan makeup yang menutupi memar-memar di sana. Ada yang sudah menguning, ada pula yang sudah samar.

Melihat tatapan Ares yang tidak tega, Sandara pun bergegas membenarkan jaket jeans-nya. "M-maaf, Tuan. Saya bukan bermaksud buat dikasihani," ucap perempuan itu, menyesali tindakannya. Sandara juga tidak mengerti ada apa dengannya. Tiba-tiba saja ia ingin berbagi pada Ares seolah mereka adalah teman lama.

The Truth Untold #4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang