Sandara tengah membersihkan area kompor saat suara Ares yang memanggil-manggil namanya membuat perempuan itu otomatis menghentikan pekerjaannya. Tanpa meletakkan lap di tangannya terlebih dulu, Sandara bergegas menghampiri tuan rumah dengan berlari kecil.
"Ya, Ar?"
Dengan senyuman merekah, Ares mengulurkan sebuah box glitter berwarna silver yang dihiasi pita pada tutupnya. "There you go! Hadiah dari Jannah buat kamu."
Sandara mengerjap-ngerjap. "Jannah?" tanyanya bingung alih-alih menerima hadiah tersebut.
"Yes!" Senyuman Ares berubah menjadi terkulum. "Besok aku diundang ke acara ulang tahun pernikahan kedua orang tua sepupuku. Ini waktunya aku ngenalin kamu ke beberapa keluargaku, San, khususnya sepupu-sepupu kesayangan."
Sandara ikut tersenyum, senang sekali mendengarnya. Bagaimana tidak? Pada akhirnya, penyandang Salim bisa menerima kehadirannya.
Sekalipun sebagai Sandara.
"Aku beneran nggak apa-apa ikut?"
"Justru Jannah yang ngusulin buat ngundang kamu." Ares menghela napas lega. "Finally, mereka udah mulai bisa menerima hal yang udah berlalu." Lalu ia meraih jemari Sandara dan mengecupnya ringan. Akan tetapi, tindakan tersebut justru membuat hidung Ares berkerut.
Walaupun Ares tidak mengatakan apa pun, reaksi tersebut membuat Sandara meringis. "Belum cuci tangan habis megang lap kotor," jelasnya sambil menunjukkan kain kecil di tangan yang terbebas dari genggaman Ares. Segera, ia meletakkan lap tersebut di bahunya dan berniat mengambil alih kotak di tangan Ares.
Sigap, Ares menjauhkan kotak tersebut dari Sandara. "Cuci tangan dulu. Ini hadiah spesial lho buat kamu. Hargai Jannah yang udah berniat baik ngirimin kamu dress biar besok kamu nggak pusing mikir harus pakai apa," gerutu lelaki itu panjang lebar.
"Iya, iya," pasrah Sandara sebelum akhirnya berbalik badan, kembali menuju dapur untuk melakukan perintah Ares.
Dengan senyum lebar, Ares menatap punggung Sandara yang berlalu. "Aku taruh di kamar ya. Aku mau mandi," ucapnya, sedikit berteriak agar perempuan itu mendengarnya dengan jelas.
"Iya," jawab Sandara tidak kalah kencang.
Tidak butuh waktu lama baginya membersihkan tangan dari debu dan kotoran. Tanpa menunggu tangannya kering terlebih dulu, Sandara buru-buru melangkah ke kamar Ares dan membuka kotak hadiah tercantik yang tergeletak di atas ranjang dengan antusias.
Sayangnya, harapan yang semula tumbuh, pupus begitu saja.
Gaun putih itu memang merupakan gaun tercantik yang pernah ia lihat. Hanya saja, Sandara tidak mungkin mengenakannya di depan para penyandang Salim.
Sambil terduduk lemas di pinggir ranjang, Sandara mengembuskan napas, berat. Bagaimana mungkin ia bisa lupa dengan kehadiran Daemon? Pemuda itu pasti tidak tinggal diam mengingat hidupnya berputar di sekitar Meera sekarang.
Sekali lagi, ia memandangi pemberian Jannah yang teramat indah di pangkuannya. Ia mungkin tidak akan mengenakannya di hari H, tapi Sandara sangat ingin bernostalgia menjadi dirinya yang dulu. Sebentar saja. Karena itulah dirinya segera melepaskan seluruh pakaian rumahnya dan mengenakan dress tersebut.
Cantik. Begitu pas di badannya.
Sandara memutar-mutar tubuhnya. Melihat dirinya dari berbagai sisi dalam pantulan cermin full body yang tersedia di kamar Ares. Panjang gaun putih long sleeve tersebut sampai menyentuh tanah. Walau tidak berlebihan, tapi sanggup membuat Sandara merasa seperti berjalan di lantai kerajaan. Terdapat semi puffy yang sedikit meruncing pada bagian bahu hingga menjadikannya terlihat tegap dan berwibawa. Di bagian lehernya berbentuk turtleneck yang dihiasi pernak-pernik dan membuatnya tidak benar-benar sederhana karena ada sedikit kesan mewah. Khususnya pada bagian belakang. Model backless yang mana dapat memperlihatkan dengan jelas bagian punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold #4
RomanceBehind The Salim Series Book #4 Memiliki wajah yang mirip dengan masa lalu buruk keluarga Salim, membuat Sandara harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak akan pernah bisa melibatkan perasaan pada sosok yang telah mengeluarkannya dari kehidupan...