Untold 25

2.1K 466 21
                                    

Sandara membuka mata saat merasakan tiupan lembut di wajahnya. Menyadari dirinya ketiduran di sofa, ia pun langsung terduduk dan mengucak matanya. "Astaga! Maaf. Aku nggak tahu kamu udah pulang."

"Nggak apa-apa. Aku sebenarnya nggak mau bangunin tadi, tapi kamu harus makan siang." Ares tersenyum. "Aku bawain makanan buat kita. Mas Andi nggak ikut karena ada urusan."

Sandara mengangguk kecil lantas bangkit dari posisinya. "Oke. Aku siapin dulu—"

"Nggak perlu. Kamu tinggal makan."

Meski bingung, Sandara tetap menerima uluran tangan Ares dan membiarkan lelaki itu membawanya ke meja makan yang sudah dihiasi oleh beberapa hidangan lezat seperti udang goreng mentega, ayam fillet goreng bawang putih, dan sapo tahu.

"Ya ampun, Ar, kamu nggak perlu begini."

Seakan tidak cukup, lelaki itu menarik kursi untuk Sandara sebelum bergabung dengannya di kursi lain. "Emang nggak perlu, tapi aku mau."

Saat Ares hendak menuangkan nasi beserta lauk pauknya ke atas piring, Sandara mencegahnya. Ia lantas mengambil alih tugas itu. "Biar aku, Ar. Jangan biarin aku makan gaji buta," ucapnya yang membuat Ares terkekeh dan mengalah.

"Minggu depan temanin aku ke HS ya. Test look buat series yang baru," pinta Ares saat piringnya sudah penuh dengan makanan. Alih-alih langsung menyantap, Ares terlebih dulu mengupas beberapa udang dan menukarkannya dengan milik Sandara yang masih diselimuti kulit. "Here. Try it."

"Makasih ya." Sandara tak kuasa menahan senyum atas perlakuan sederhana Ares yang sungguh manis. "Minggu depan hari apa?"

"Hari apa aja, kamu harus free buat aku. Lagian, kamu udah lama nggak nemanin aku ke sana."

"Iya, iya. Aku cuma nanya kok. Takut banget aku nggak ikut."

"Takut bosan."

Sandara mendengus geli. "Mas Andi emang nggak bisa nemanin?"

Ares hanya menggeleng sambil mengunyah. Begitu isi mulutnya telah tertelan habis, ia pun menjelaskan, "Mas Andi sekarang malas kalau cuma nemanin test look. Kecuali ada keperluan lain. Katanya sih, 'udah ada Sandara ini'."

Sandara tertawa kecil dibuatnya. "Iya, nanti aku temanin."

"Dua kali."

"Maksudnya?"

"Series kali ini agak beda sama yang sebelum-sebelumnya. Jadi, kemungkinan bakal ada trial error. Harus benar-benar sesuai sama karakternya."

"Intinya?"

"Test looknya nggak sekali. Bisa besoknya lagi, lusanya, atau minggu depan maksimal. Pokoknya akan diulang terus sampai dapatin look yang sesuai. Setidaknya, nggak begitu jauh dari novelnya," jelas Ares, telaten.

"Oh." Sandara manggut-manggut. "Project besar ya kayaknya?"

"Kalau dibilang besar sih nggak juga. Yang jelas, project yang harus serius dan totalitas. Aku nggak mau ngecewain penulisnya," ujar lelaki itu dengan senyum.

Senyum yang membuat Sandara cemburu. Namun, ia tidak bisa menunjukkan perasaan itu. Alhasil, Sandara hanya mampu tersenyum masam dan berpura-pura sibuk dengan makanannya.

Melihat diamnya Sandara yang mendadak, mau tidak mau membuat Ares mengernyit. Perlahan, lelaki itu melepaskan sendoknya dari tangan dan mengangkat dagu Sandara yang menunduk dalam. "You okay?"

"Penulis itu ..." Sandara menelan ludah. "Yang kamu suka dulu?"

Ares tertegun. Kali ini dirinyalah yang menciptakan kesunyian. Namun, baru ia akan membuka suara, ponselnya berdering, menandakan panggilan masuk.

The Truth Untold #4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang