Kamu bisa kerja lagi di apartemen saya mulai besok.
Sandara membaca teks yang dikirimkan Ares dengan senyuman terkulum di balik maskernya. Baru ia akan membalas, suara ibu-ibu penjual makanan yang sedang dibelinya pun mengalihkan perhatian Sandara dari ponsel.
"Oh, totalnya berapa, Bu?"
"Lima belas ribu, Neng."
Usai membayar, Sandara bergegas melangkah ke indekosnya dan melupakan pesan Ares yang membuat sang pengirim sedikit gelisah di tempatnya.
Baru langkahnya sampai di gerbang, ponsel yang ia simpan di saku dalam jaket jeansnya berdering. Sandara menghela napas saat melihat nama yang tertera pada layar. Tidak ingin membuat majikannya mengamuk, Sandara pun mengangkatnya tanpa menghentikan langkah menuju ke arah kamarnya.
"Halo?"
"Kenapa chat saya cuma dibaca?" Suara berat di seberang terdengar dingin, seperti udara malam ini.
"Saya lagi beli makan malam tadi. Ini udah sampai di kos, nanti saya balas.."
"Nggak minta maaf?"
Sandara mengembuskan napas lebih keras agar Ares dapat mendengarnya di seberang. Benar saja, lelaki itu tertawa kecil karenanya. "Iya, Tuan. Saya minta maaf," ujar perempuan itu sambil mengeluarkan kunci begitu sampai di depan pintu kamarnya, berusaha membuka kayu pipih nan kokoh tersebut.
Sejak Sandara kerap menemani Ares ke HS bahkan pernah menggantikan penuh peran Andi saat sang manajer tengah berhalangan, keduanya memang jadi semakin akrab. Keahlian Sandara dalam menjadikan sebuah obrolan mengalir, sangat-sangat berdampak bagi Ares. Aktor yang lebih dikenal dingin oleh rekan-rekan kerjanya khususnya kaum Hawa, tiba-tiba jadi lebih sering tersenyum. Hal yang membuat beberapa aktris cemburu.
Sandara sempat takut saat Andi mengatakan jika sekarang Sandara mulai disadari oleh beberapa orang jika ia bukanlah sekadar "asisten" bagi Ares, tapi lelaki itu kembali menegaskan bahwa sosok Ares sendiri cukup kuat. Andi hanya ingin Sandara lebih berhati-hati karena mungkin ada mata yang juga menyorotinya.
Sayang, setiap perempuan itu ingin menciptakan jarak, selalu ada alasan yang mendekatkannya dengan sang aktor. Dan semakin aneh ketika Sandara tidak pernah bisa menolak sekalipun terkadang dibuat dongkol oleh sang majikan.
Seperti saat ini contohnya. Ares senang sekali menggodanya dengan menyudutkan Sandara, membuat perempuan itu "sadar" akan posisinya.
Jika dulu Sandara pasti akan menunduk dan merasa takut, kini ia mulai berani cemberut atau bahkan protes untuk menunjukkan rasa tidak sukanya. Alih-alih merasa Sandara kurang ajar, Ares justru menyukainya. Lelaki itu senang dengan Sandara yang sekarang. Sosok yang lebih kuat karakternya. Tidak terlalu lugu. Tidak pula serapuh ketika mereka pertama kali bertemu.
"Gitu dong."
Sandara tidak menjawab. Ia terlalu fokus dalam membuka pintu kamar yang ternyata kuncinya tidak dapat diputar. Dan betapa terkejutnya ia saat menyadari benda pipih di hadapannya tersebut telah terbuka.
Atau Sandara memang lupa menguncinya?
Sandara ingin menampik kejanggalan yang hadir. Namun, kecurigaannya justru kian menjadi tatkala mendapati ruangan tempat di mana ia tinggal kini gelap gulita. Ia juga mencium bau asap rokok yang begitu kuat.
Sandara menarik napas dalam-dalam sambil perlahan melangkah masuk dan menutup pintu. Ia tidak takut. Ia tidak boleh takut. Ia bahkan bersikap seolah tidak ada apa pun terjadi serta yang mungkin akan terjadi. Dengan santai, ia pun menghampiri sakelar untuk menyalakan lampu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold #4
RomanceBehind The Salim Series Book #4 Memiliki wajah yang mirip dengan masa lalu buruk keluarga Salim, membuat Sandara harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak akan pernah bisa melibatkan perasaan pada sosok yang telah mengeluarkannya dari kehidupan...