41. Teror

2.7K 143 5
                                    

[Happy Reading]

.
__________

Rea bergeliat tidak nyaman saat merasa ada yang mengganggu tidurnya. Dengan perlahan Rea membuka matanya menyesuaikan cahaya yang masuk.

"Pagi sayang"

Rea mengedipkan matanya dan mencoba sadar, "aku lagi mimpi?" gumamnya.

Elang meniup mata Rea yang terus membuka, "bangunn"

"Bangun sayang, udah siang loh" ucap Elang saat melihat Rea yang masih diam.

"Siang?" Rea melirik ke arah jam dinding yang ada di kamarnya, detik itu juga matanya membulat saat mengetahui bahwa jam sudah menunjukkan pukul 7.10 WIB.

"Aku kesiangan" spontan Rea langsung merubah posisinya menjadi duduk dan langsung mencepol asal rambutnya.

Elang terkekeh pelan, "kamu pasti belum sarapan, mau aku buatin sandwich?" tanya Rea cepat.

"Ngga usah, kamu pasti cape" Elang mengusap pipi Rea dengan lembut.

"Aku bisa sarapan di kantor"

Elang bersiap dan akan langsung berangkat ke kantor, sebelum berangkat tak lupa Elang mencium kening dan pipi Rea terlebih dahulu. "See u babe" bisiknya.

Pipi Rea bersemu, setelah kepergian Elang, Rea kembali merebahkan tubuhnya dengan memeluk guling. Rea senyum-senyum tidak jelas, hanya karena ucapan Elang bisa membuatnya ingin menjerit.

Masih dengan acara salting nya, tiba-tiba ada notif masuk dari nomor Elang. Rea segera membukanya.

Elang
Nanti Mami jemput kamu

Semalam Elang sempat berbicara kepadanya kalau hari ini dia akan pulang larut malam, dan menyuruh Rea agar menginap saja di rumah orang tuanya. Rea segera bangun dan membereskan tempat tidurnya kemudian mandi.

***

sekarang sudah jam 10 pagi dan Rea masih berada di kamarnya. Setelah menyiapkan tas selempang nya, Rea memutuskan untuk keluar kamar.

"Makan apa ya?" tanyanya dengan menutup kembali pintu kamarnya.

Brak

Rea terkejut mendengar suara gebrakan, suaranya memang tidak kencang tapi masih bisa terdengar jelas.

"Elang pulang?" gumam Rea. Pasalnya yang bisa masuk ke apartemen ini hanya orang terdekat mereka yang memang sudah memiliki akses masuk.

Rea segera berjalan ke asal suara, "kamu pul-" Rea terdiam saat mengetahu bukan Elang yang dia lihat.

"Siapa kamu?"

Seseorang dengan berpakaian serba hitam tiba-tiba ada di apartemen nya. Rea takut jika orang ini akan berbuat macam-macam dengannya.

"Shit" umpat orang tersebut.

"Gea?" ucap Rea spontan, dia mendengar suara orang tersebut yang sangat familiar di telinganya.

Orang tersebut menatap tajam Rea, diam-diam tangannya mengambil pisau buah yang tergeletak di meja. Rea yang melihat gerak-gerik orang tersebut lantas memundurkan langkahnya.

"Lo berani mundur ataupun teriak, gue bakal lakuin hal ini" dia menggerakkan pisaunya ke arah perut Rea.

"Jangan macam-macam kamu" tegas Rea, "buka topeng kamu, aku tau kamu Gea"

Orang tersebut terkekeh, kemudian membuka topeng hitamnya. Rea menggelengkan kepalanya pelan, "sebenarnya apa mau kamu?"

"Gea mau main sama kakak" ucap Gea  diakhiri dengan smirk.

"Aku mohon jangan lakuin hal itu" Rea paham betul apa yang dimaksud main oleh Gea. Rea ketakutan, Gea ini seperti bukan Gea adiknya.

"Kenapa?" tanya Gea sok sedih.

"Kakak ngga kangen sama Gea" ucapnya dengan mendekat ke arah Rea.

"Jangan" teriak Rea dan menghempaskan tangan Gea yang hendak menggenggamnya.

Plak

"Gue bilang jangan teriak" murkanya.

Gea menarik paksa tubuh Rea agar duduk di kursi dan mengikat kaki dan tangannya. Setelah mengikatnya Gea tersenyum puas saat melihat Rea yang menangis.

"Lepasin aku" bentak Rea.

"Gue bakal lepasin lo setelah gue puas main sama lo"

"Setelah perdebatan lo sama Ayah waktu itu, lo pikir hidup lo bakal bahagia dan damai?"

"Ngga akan gue biarin hidup lo bahagia sedangkan gue harus menderita gara-gara lo" Gea menatap tajam Rea.

Tangannya mengambil pisau lipat di kantongnya, kemudian menarik dagu Rea agar menatapnya.

"Kayaknya bakal bagus kalo gue ngelukis wajah lo"

Rea hanya bisa menangis menahan sakit dan perih saat ujung pisau lipat itu menyentuh dahinya. Kalau dia memberontak itu akan membuat pisau lipatnya menusuk semakin dalam.

"Jangan" Rea terus memohon dengan deraian air mata.

Entah ada dendam apa yang ingin sekali Gea balas, dia terus menyiksa tubuh Rea. Meskipun mendengar jeritan Rea yang memilukan, dia seperti tuli dan tak mau mendengar ucapan memohon dari Rea.

"Pokoknya lo harus mati" Desis Gea dengan mencekik leher Rea.

Rea kesulitan bernafas dan mencengkram kuat tangan Gea. "Le...pas"

Gea membalikkan tubuh Rea dan mendorongnya secara kasar sampai perut buncit Rea mengenai meja dengan keras. "Akhh" Jerit Rea memegangi perutnya yang terasa sangat sakit.

Gea sendiri langsung pergi tanpa sepatah kata dan meninggalkan Rea yang kesakitan. Rea merasakan ada yang mengalir di kakinya, dia terkejut saat melihat darah. Mengusap perutnya dengan air mata yang terus keluar, Rea ketakutan sekarang.

Tak lama terdengar suara pintu terbuka, dan muncullah Dewi dengan wajah terkejut.

"Rea" Pekiknya, dan langsung menghampiri menantunya itu yang terduduk lemah di samping meja makan.

Rea tersenyum tipis melihat Dewi datang, "Tolong Rea mi" ucapnya lirih.

Dewi menangis melihat kondisi Rea yang berlumur darah, tanpa berlama-lama dia langsung menelfon ambulans. Dan langsung memeluk tubuh Rea. Rea memejamkan matanya, dia tidak pingsan hanya saja dia sudah merasa sangat lemah untuk sekedar membuka mata.

Tak menunggu lama Rea samar-samar mendengar ucapan seseorang dan detik itu juga dia baru kehilangan kesadarannya.







__________
~To Be Continued~


Jangan lupa vote & komennya!!!

See u.....

Rapuh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang