(21) 2. Bersama dan Sama-Sama Hingga Terbiasa 6

397 64 25
                                    

"Farrel."

"Farrel, liatin itu tetangga kamu."

"Esy emang beneran nggak pernah kotor-kotoran?"

Sebenarnya Farrel ingin mengabaikannya, tapi sedari tadi teman-temannya terus membicarakan Esy. Mereka yang kebetulan telah selesai mengolah lahan tampak beristirahat. Kebetulan di dekat petakan Farrel dan Esy. Mungkin dengan sengaja demi mendapatkan pertunjukan gratis sore itu.

Farrel membuang napas panjang. Akhirnya ia selesai pula mencangkul petakan praktikum itu. Dan ia mengangguk tanpa minat.

"Ya emang nggak pernah," jawab Farrel seadanya. "Lagian kenapa juga dia harus kotor-kotoran?"

Teman-teman tertawa. Lalu Farrel dan Dira pun bergabung dengan mereka. Beristirahat sambil membasahi tenggorokan yang kering dengan sebotol air yang sejuk.

"Jadi Esy itu beneran tetangga kamu ya?"

Farrel menoleh sambil menutup botol minumnya. Ia menjawab pertanyaan Dira dengan mengangguk sekali.

"Tetangga dekat?"

"Ehm bisa dibilang gitu. Beda empat rumah," jawab Farrel. "Memangnya kenapa?"

Dira tersenyum seraya menggeleng. "Nggak sih. Cuma penasaran aja. Berarti kalian memang dekat."

"Ya bisa dibilang gitu. Kami selalu satu sekolah dari dulu. Bahkan sampe kuliah pun satu kelas."

"Kayaknya kalian emang dekat banget ya," ujar Dira. Ia melirik Farrel dengan ragu. "Apa kalian lebih dari teman?"

Farrel spontan menoleh. Wajahnya tampak kaget dengan pertanyaan itu. Dan Dira buru-buru berkata.

"Sorry. Bukannya aku kepo. Cuma kan semua orang tau kalau Esy suka kamu."

Decakan samar terdengar dari Farrel. Ekspresinya seketika berubah masam.

"Kami cuma teman aja."

"Ah," lirih Dira. Ia mengangguk dan tersenyum. "Maaf. Aku cuma mau tau aja."

Farrel mengabaikannya. Tidak mengatakan apa-apa lagi ketika matanya justru tertuju pada petakan 8. Di mana Esy dan Radit sedang dibimbing oleh Abid dan Ryan.

Di satu sisi, Esy dan Abid berjongkok bersama. Abid memegang arit dengan satu tangannya.

"Nah. Jadi cara make arit itu begini," kata Abid seraya memeragakan cara menggunakan arit. Ia benar-benar menyiangi rumput itu.

Esy memerhatikan contoh Abid. Ia tampak fokus.

"Biar gampang, kamu juga bisa sambil megang rumputnya begini."

Abid meraup segenggam rumput dan mengayunkan kembali arit tepat menuju ke akarnya. Membuat rumput-rumput itu putus dalam sekali tebasan. Berikut dengan perakarannya yang tercabut dari tanah.

"Wah!"

Esy bertepuk tangan. Tampak takjub.

"Keren!"

Abid tersenyum bangga. Lalu menyerahkan arit pada Esy. "Sekarang giliran kamu."

Sementara Abid mengajari Esy, maka di lain pihak ada Ryan yang mengajari Radit. Tapi, bukan belajar merumput. Alih-alih mencangkul.

"Aku kasih tau rahasia, Dit," ujar Ryan dengan suara rendah. Seolah ingin memastikan bahwa tidak akan ada yang mendengar perkataannya selain Radit.

"Rahasia apa, Kak?" tanya Radit penasaran.

Ryan mendekati Radit. Toleh kanan dan toleh kiri sebelum ia bicara. Dan hal tersebut membuat Radit semakin penasaran. Agaknya rahasia yang akan diberi tahu Ryan adalah rahasia penting.

Farrel! "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang