(45) 3. Takdir Baik Takdir Buruk, Tetap Saja Adalah Takdir 14

391 63 29
                                    

"Farrel."

Esy melihat jadwal praktikum yang ditawarkan. Saat ini ia dan Farrel sedang berada di ruang administrasi laboratorium. Rutinitas yang pasti harus dilakukan ketika perkuliahan dimulai. Yaitu, mendaftar jadwal praktikum.

Jadwal praktikum dari berbagai mata kuliah ditempel di atas meja panjang. Setiap mahasiswa hanya perlu melihat nama mata kuliah, hari, dan jamnya. Setelah itu memastikan bahwa jadwal yang mereka pilih tidak berbenturan dengan kegiatan apa pun.

"Ternyata jadwal praktikum Rancangan Percobaan dan Benih beda," ujar Esy pelan. "Itu artinya kita benar-benar pisah."

Farrel mengabaikan perkataan Esy. Alih-alih ia hanya fokus pada jadwal praktikum Rancangan Percobaan yang ditawarkan. Melihat berulang kali dan mencocokkannya dengan jadwal lainnya.

Esy berpaling setelah menulis namanya di jadwal praktikum Teknologi Benih. Ia membuang napas panjang.

Sudahlah. Aku harus legowo. Kali ini aku benar-benar nggak bakal ketemu sama Farrel pas jam praktikum Benih.

Padahal Esy sudah menyusun rencana. Kalau jadwal praktikum mereka sama, Esy hanya perlu sesekali permisi ke toilet. Demi bisa melihat wajah Farrel sekejapan mata saat ia melintas di depan ruang praktikum.

"Rel?"

Esy berpaling dan mendapati Farrel yang masih fokus dengan jadwal praktikumnya. Membuat Esy pun beranjak. Menghampiri Farrel dan bertanya.

"Kenapa? Jadwal kamu ada yang tabrakan?"

Farrel membuang napas panjang. "Sebenarnya bukan tabrakan sama jadwal kuliah atau praktikum aku yang lain. Tapi, sama jadwal ngasdos."

"Oh."

Di semester tiga, para mahasiswa memang sudah bisa menjadi asisten dosen untuk praktikum. Begitu pula dengan Farrel yang semula berniat menjadi asisten dosen praktikum Biologi. Tapi, sepertinya jadwalnya tidak ada yang pas.

"Ya sudah," desah Farrel. "Apa boleh buat. Ngasdos juga bukan hal yang wajib."

Esy hanya mengangguk samar. Ia menunggu Farrel menulis namanya di jadwal praktikum Rancangan Percobaan. Setelah itu mereka pun keluar dari ruang administrasi laboratorium.

Baru beberapa langkah keluar, Esy dan Farrel mendapati keberadaan Nathan. Tampaknya sang dosen berencana untuk masuk ke ruang administrasi laboratorium. Tapi, ia menghentikan langkah ketika berpapasan dengan mereka.

"Selamat pagi, Pak."

Kompak, Farrel dan Esy menyapa sang dosen dengan sopan. Nathan membalasnya dengan hal yang serupa.

"Oh ya, Rel. Bagaimana? Kamu sudah cek jadwal?" tanya Nathan kemudian.

Farrel mengangguk dengan wajah sedikit menyesal. "Sudah, tapi jadwalnya nggak ada yang ketemu, Pak. Tabrakan semua."

"Begitu ya. Ehm sulit juga," ujar Nathan seraya memperbaiki sejenak letak kacamatanya. "Jadwal Ryan dan Sella juga tabrakan. Kebetulan mereka jadi asdos untuk Rancangan Percobaan."

Esy melihat bergantian pada Nathan dan Farrel. Tak perlu bertanya. Ia pun bisa menebak bahwa sekarang ada masalah untuk mencari asisten dosen praktikum Biologi.

Esy tidak pernah mengira. Ternyata menyusun jadwal bukanlah hal yang mudah.

"Bagaimana kalau Esy saja, Pak?"

Lamunan Esy buyar. Ia mengerjap ketika Farrel menyebut namanya. Melongo, ia berpaling pada cowok itu.

"A-aku?" tanya Esy bingung. "Kenapa dengan aku?"

Farrel! "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang