(67) 7. Biasakan Dan Akhirnya Menjadi Kebiasaan 4

419 75 19
                                    

"Farrel. Esy. Wah! Suatu kehormatan kalian datang di surga aku."

Sambutan Ryan membuat Esy bergidik ngeri. Ia geleng-geleng kepala dan memilih untuk menyingkir saja ketika Farrel langsung menghampiri Ryan.

"Sorry ganggu, Kak," ujar Farrel. "Cuma Kak Abid tadi bilang kalau Kakak ntar bakal sibuk. Jadi aku datang sekarang."

Ryan cengar-cengir. Mengenakan pakaian kebun yang sangat bertolak belakang dengan penampilan kerennya selama di kampus, ia tampak nyaman.

"Memang," angguk Ryan. "Nanti itu aku bakal sibuk banget. Ehm jadi gimana?"

Farrel langsung mengutarakan niatnya. Bermaksud untuk menggunakan ruang kultur yang sempat digunakan Ryan selama melakukan kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa di bawah bimbingan Fatma.

Berdasarkan informasi yang Farrel dapat dari Fatma, sepertinya Ryan masih memiliki beberapa alat dan bahan yang sekiranya bisa digunakan pula oleh Farrel dan Dira. Seperti botol kultur, agar, atau vitamin.

Sementara Farrel dan Ryan berdiskusi, Esy berkeliling. Melihat-lihat aneka tanaman yang ada di depot Ryan. Takjub dan salut, Esy harus mengakui bahwa di balik sifatnya yang terkadang aneh, Ryan memang adalah senior yang ulet. Tak hanya berprestasi di akademik, ia pun sudah membangun depot bunga sendiri.

"Gimana perkembangan kamu sama Farrel?"

Mendadak dan tiba-tiba, Esy mendapati Ryan menghampirinya. Berikut dengan menodongkan dirinya sebuah pertanyaan.

"Nggak gimana-gimana," jawab Esy sekenanya seraya mengerutkan dahi. "Ke mana Farrel?"

Ryan menunjuk rumah depotnya asal-asalan. "Mau ambil stok botol kultur yang masih sisa di belakang."

"Oh."

Ryan bersedekap. Matanya menyipit mengamati Esy.

"Lama-lama aku lihat kamu," ujar Ryan penuh irama. "Aku jadi kasihan juga."

Esy mencibir. "Udah banyak yang kasihan sama aku, Kak. Jadi Kakak nggak usah ikut-ikutan deh."

Tawa Ryan pecah sementara Esy malah manyun.

"Tapi, ngomong-ngomong aku belum kasih selamat. Statistika kamu lulus kan?"

"Iya. Seenggaknya Statistika masih ada hati. Dia luluh juga setelah aku coba empat kali. Nggak kayak Farrel," gerutu Esy.

Tentu saja perkataan Esy membuat tawa Ryan semakin menjadi-jadi. Esy menebak bahwa sebenarnya Ryan tidak benar-benar kasihan padanya.

"Aku rasa mau nyerah loh, Kak. Tapi, mau nyerah juga gimana? Rasa nggak kuat juga buat nyerah," keluh Esy lagi.

"Astaga, Sy," gelak Ryan. "Mau nyerah aja nggak kuat. Itu gimana ceritanya?"

Berdecak, Esy mengangkat bahunya sekilas. "Nggak tau deh, Kak. Cuma gimana ... Farrel gitu amat sih. Kayaknya dia beneran cemburu."

"Cemburu? Ada cowok yang deketi kamu?"

Esy menggeleng. "Bukan, tapi sama cita-cita aku."

"Hah? Maksudnya?"

Tak ingin, tapi Esy memang tipe orang yang tak pernah berpikir dua kali ketika bercerita pada orang lain. Apalagi pada orang yang memang sudah ia kenal dengan baik. Alhasil, Esy pun menjelaskan duduk perkaranya.

"Kapan hari Farrel nanya cita-cita aku, terus aku jawab. Eh, dia malah nanya gini," ujar Esy. "Bukannya selama ini cita-cita kamu itu aku ya?"

Esy ingat jelas hari itu. Bahkan ketika ia meralat maksudnya melalui pesan Whatsapp, Farrel tampak tak menghiraukan permintaan maafnya.

Farrel! "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang