(74) 7. Biasakan Dan Akhirnya Menjadi Kebiasaan 11

407 69 17
                                    

Farrel bukannya akhir-akhir ini sibuk sama penelitian kan?

Ah! Kalau Esy memikirkan perkataan Dhian tempo hari, rasanya ia benar-benar bingung. Farrel tidak pernah bersamanya ke Perpustakaan, tapi mengapa Dhian mengatakan demikian?

Sejujurnya Esy pun kerap ingin menanyakan hal tersebut pada Farrel, tapi selalu terlupa. Pokoknya ada saja yang mengalihkan pikirannya ketika bertemu. Entah itu Esy yang justru menanyakan soal materi Rancangan Percobaan yang masih kurang ia mengerti. Pun termasuk menanyakan mengenai perkembangan penelitian Farrel.

"Lebih banyak yang berhasil kan timbang yang gagal?" tanya Esy saat Farrel menjemputnya pagi itu.

Berencana untuk ke kampus, Esy dan Farrel memiliki agenda yang berbeda. Esy ada kelas Rancangan Percobaan sementara Farrel akan melakukan pengamatan.

"Untungnya sih begitu," kata Farrel seraya mengangguk dan membuang napas. "Karena sudah dibilangi sama Kak Ryan, aku jadi lumayan banyak buat stok media dan ya! Memang berguna. Seenggaknya pas ada yang kontam, aku bisa langsung ganti dengan botol yang baru."

Esy turut lega mendengarnya. "Ternyata Kak Ryan ada gunanya juga ya."

Tak mau, tapi Farrel terkekeh mendengar perkataan Esy. Cewek itu masih mengenakan helm dan sibuk becermin di spion demi memastikan jepit rambutnya tidak bergeser seperti biasanya. Pada saat itulah Farrel lalu bertanya.

"Kamu habis kelas Rancob ntar mau ke Perpus?"

"Ehm," deham Esy. "Nggak tau sih. Tergantung sama Bapak bakal kasih tugas atau nggak. Memangnya kenapa?"

Farrel manggut-manggut sejenak sementara Esy beranjak. Berniat untuk duduk di belakang Farrel. Cowok itu terlihat menaikkan standar motor.

"Nggak sih. Aku pikir kalau kamu nggak ke Perpus, mungkin kamu mau ke leb."

Kaki Esy baru saja akan terangkat dan melewati jok motor ketika ia mendengar perkataan Farrel. Alhasil ia tertegun dengan kaki yang menggantung di udara. Ck. Pose yang benar-benar tidak sesuai dengan tampilan femininnya.

"Eh?"

Esy buru-buru menurunkan kembali kaki. Tak jadi menaiki motor, ada sesuatu yang harus ia klarifikasi di sini.

"Kamu ajak aku ke leb?" tanya Esy. "Iya?"

Farrel mengerjap. Bola matanya berputar ke sana kemari dengan tak yakin. Begitu pula dengan dehaman yang terdengar dari tenggorokannya, terdengar sama tak yakinnya.

"K-kalau kamu mau sih. Mungkin kamu tertarik buat lihat pertumbuhannya. Lagipula aku hari ini bakal pengamatan. Jadi siapa tau kamu tertarik buat penelitian kultur juga. Kamu bisa belajar."

Tuntas mengatakan itu, Farrel sekuat tenaga untuk tidak meringis. Berusaha untuk menebalkan muka dengan merutuk di dalam hati.

Astaga, Farrel!

Farrel mengatupkan mulut rapat-rapat. Khawatir kalau dirinya akan mengatakan hal tak terduga lainnya.

"Mau!"

Rutukan Farrel di dalam hati langsung terjeda. Alih-alih terus mengumpati kebodohannya sendiri, kali ini ia justru fokus pada Esy.

Tampak amat senang, kedua tangan Esy mengatup di depan dada. Ia mengangguk penuh semangat dengan senyum lebar yang menghiasi wajah manisnya.

"Mau! Aku mau! Nanti habis keluar, aku langsung ke leb."

Farrel membuang napas panjang, tersenyum tipis. "Oke, aku tunggu di leb. Sekarang kita pergi."

Tak perlu ditanya. Kebahagiaan yang Esy rasakan saat itu benar-benar tak terungkapkan dengan kata-kata. Alhasil tak aneh rasanya bila semangat Esy yang biasanya selalu bergelora menjadi kian bergelora.

Farrel! "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang