(24) 2. Bersama dan Sama-Sama Hingga Terbiasa 9

372 54 8
                                    

"Farrel!"

Esy baru mengangkat tangannya. Baru akan menyerukan nama itu, tapi ada yang mendahuluinya. Dan itu adalah Dira. Yang langsung berlari mendahului dirinya dan menghampiri Farrel.

Langkah kaki Esy sontak berhenti di koridor itu. Melongo melihat Dira yang dengan akrab menyapa Farrel.

"Kamu ada waktu nggak pagi ini? Sebelum kelas Kimia dimulai?" tanya Dira. "Ada yang mau aku tanyain soal materi kemaren."

Kali ini longoan Esy semakin menjadi-jadi. Tangannya naik dan menunjuk.

"D-dia? Sejak kapan dia jadi suka nanya-nanya juga sama Farrel?"

Esy mengatupkan mulutnya. Jari-jarinya kemudian menghempas dengan kepalan erat. Tapi, ketika ia baru ingin melangkah, seseorang memegang tangannya.

"Sy."

Niat hati Esy yang ingin menyusul Farrel dan Dira tertunda. Ia menoleh dan mendapati Radit yang menahannya.

"Apa?" tanya Esy ketus.

Radit yang baru datang tentu saja kaget dengan sikap Esy. "Kenapa kamu? Pagi-pagi udah bete' aja?"

Esy tidak menjawab. Tapi, ia jelas cemberut.

"Lagi PMS ya?"

Esy mendelik. "Apaan sih? Dasar sok tau."

Radit terkekeh. Pada saat itu Esy melihat tangannya. Ia pun menepuk tangan Radit hingga genggaman cowok itu lepas.

"Kamu ini kebiasaan ya? Hobi banget megang-megang orang," ujar Esy kesal.

"Oh, maaf. Udah kebiasaan."

Esy tidak peduli hal tersebut. Melainkan mengingatkan Radit kembali.

"Jangan asal-asal pegang. Aku nggak suka."

Radit mencibir. "Terus apa yang kamu suka? Ah! Farrel? Yang lagi sama Dira itu?"

"Wah!"

Esy spontan mundur satu langkah. Ekspresinya terlihat horor melihat pada Radit sementara cowok itu tertawa.

"Kayaknya aku bener-bener harus ngomong ini sama kamu, Sy. Karena gimanapun juga kamu temat kelompok praktikum aku. Aku nggak mau kamu terlanjur stres."

Bola mata Esy membesar mendengar perkataan Radit. Apalagi kelanjutannya.

"Jaga-jaga biar kamu nggak beneran patah hati."

Esy mendelik dengan wajah serius. "Aku udah sering patah hati sama Farrel."

Tawa Radit meledak. Tak percaya, ia bertanya. "Yang bener?"

"Iya, bener. Dia udah sering nolak aku," angguk Esy. "Jadi udah nggak ngaruh lagi."

Tawa Radit semakin menjadi-jadi. Hingga matanya berair dan beberapa orang yang kebetulan melintas di koridor melihat heran pada mereka berdua.

Radit buru-buru menghentikan tawanya. Mendeham seraya mengelap air mata yang timbul. Gila! Ia tertawa sampai menangis.

"Ehm!"

Mata Radit melirik. Pada seorang cewek yang kebetulan lewat. Tangannya melambai dan ia menyapa.

"Halo, Laura. Pagi ini kamu cerah banget."

Laura Prederika, mahasiswi dari program studi Agribisnis itu tersenyum. Membalas lambaian tangan Radit.

"Makasih."

Laura terus melangkah. Tapi, Radit tidak menyia-nyiakan kesempatannya.

"Ntar siang aku tunggu di kantin ya? Aku traktir."

Farrel! "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang