(38) 3. Takdir Baik Takdir Buruk, Tetap Saja Adalah Takdir 7

402 69 16
                                    

"Farrel."

Farrel melihat Esy yang kala itu berjalan dengan langkah pelan menuju pada dirinya. Dengan selembar kertas yang menjadi fokus matanya. Tatkala Esy sudah menghampiri Farrel yang menunggu di parkiran, wajahnya terangkat.

"Kenapa?"

Esy tak langsung menjawab. Alih-alih ia memberikan kertas hasil ujian tengah semester Statistikanya. Farrel langsung melihat angka 57 di sana.

"Kalau C," ujar Esy sedikit ragu. "Itu masih lulus kan?"

Farrel mengangguk. "Iya, C udah lulus. Kamu udah lulus walau nilai akhir kamu ntar 57."

Senyum langsung merekah di wajah Esy. Wajahnya seketika bercahaya oleh semringah dan juga harapan.

Tinggal dikit lagi, Sy, tinggal dikit lagi. Kamu cuma perlu berjuang sebentar lagi.

Esy mengambil kembali hasil ujian Statistika itu dan menyimpannya di dalam tas. Setelahnya ia pun ikut Farrel ke Sekre. Walau ia tidak termasuk panitia OSPEK, tapi Esy pikir sekadar mampir tak jadi masalah. Lagipula ia butuh sedikit penyegaran untuk otaknya yang dipaksa berpikir akhir-akhir ini.

"Ssst. Lihat-lihat."

"Esy datang sama Farrel."

Sampai di Sekre, Esy celingak-celinguk. Melihat sekeliling dan merasa seperti mata orang-orang tertuju padanya.

Aneh. Ini mereka kenapa ya?

Esy berusaha mengabaikannya. Terlebih lagi karena Farrel lantas berkata.

"Kamu tunggu di luar aja ya? Aku masuk bentar."

Esy mengangguk. Ia pun tidak ingin masuk ke Sekre yang pastinya penuh dengan para mahasiswa. Tapi, ketika ia memilih duduk di bawah pohon rindang, mendadak saja Bella datang dengan wajah horor.

"Gila kamu ya!"

Esy mengerjap kaget. "Aku gila?"

Bella tampak gemas pada Esy. Hingga ia memukul Esy geregetan. Alhasil membuat Esy cemberut.

"Kenapa kamu ke Sekre bareng Farrel?" tanya Bella.

"Memangnya ada larangan aku nggak boleh ke Sekre bareng Farrel?" tanya Esy balik. "Nggak kan?"

Bella meringis. "Memang nggak ada sih. Tapi, kamu nggak dengar gosip baru?"

"Gosip? Gosip apaan?"

Bella menatap Esy prihatin. Ia geleng-geleng kepala sebelum menjawab.

"Kapan hari kan ada yang ngomong kalau kamu udah jadian sama Radit."

Esy bergidik ngeri. Ia bahkan merasa bulu kuduknya meremang semua.

"Terus kapan hari kamu, Farrel, dan Radit kelihatan bareng di parkiran," lanjut Bella.

"Terus hubungannya?"

"Ada yang ngomong kalau kamu pacaran sama Radit, tapi tetap nggak mau lepasin Farrel."

"Whaaat?!"

Esy histeris hingga suaranya persis seperti orang yang tercekik. Belum lagi ekspresi wajahnya terlihat benar-benar syok.

"K-kenapa aku berasa jadi kayak cewek nakal, Bel?"

Enggan, tapi Bella terpaksa. "Iya. Aku juga ngerasa gitu."

"Tapi, aku kan udah nolak Radit. Di tempat. Tanpa mikir," kilah Esy hingga ia terpikir sesuatu. "Apa ini ada kaitannya dengan buket bunga waktu itu?"

Bella berpikir seraya mengatupkan mulutnya. Lalu ia mengangguk.

"Mungkin."

Esy menundukkan wajah. Ia tidak mengira kalau ada gosip seperti itu. Bukan tanpa alasan, melainkan sebaliknya.

Farrel! "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang