(70) 7. Biasakan Dan Akhirnya Menjadi Kebiasaan 7

418 74 29
                                    

"Farrel."

Suara wanita paruh baya terdengar melalui sambungan telepon. Memaksa Farrel untuk beranjak demi mencari tempat yang lebih sepi agar tidak mengganggu pengunjung perpustakaan.

"Ya, Tante?"

Bukan Linda, alih-alih adalah Dhian yang menghubungi Farrel. Tentunya demi menanyakan soal putrinya.

"Kamu tau Esy ke mana?" tanya Dhian di seberang sana. "Dari tadi Tante hubungi, tapi nggak diangkat padahal ponselnya aktif. Tante juga chat, tapi nggak dibalas juga. Mungkin ada hampir satu jam Tante coba hubungi. Tante jadi khawatir."

Saat itu Dhian jelas merasa khawatir. Tidak biasanya Esy sulit dihubungi. Apalagi saat itu adalah akhir pekan, tepatnya hari Sabtu.

"Oh, Esy nggak apa-apa, Tan," ujar Farrel meredakan kekhawatiran Dhian. "Tante nggak usah khawatir. Dia baik-baik saja kok."

"Serius, Rel? Ehm kamu sekarang lagi bareng dia? Memangnya dia lagi ngapain sih sampai nggak bisa dihubungi?"

Farrel sedikit beranjak. Mencari posisi yang tepat untuk melayangkan pandangan di sela-sela rak buku yang berjajar.

"Dia lagi belajar di Perpus, Tante. Kayaknya sih ponselnya di-silent," jawab Farerl.

Terdengar suara kesiap Dhian. "Esy lagi belajar? Di Perpus? Di hari Sabtu?"

Usaha Farrel untuk tidak terkekeh, gagal. Walau sekilas, nyatanya bentuk geli itu menyublim pula menjadi kekehan.

"Iya, Tante. Kayaknya Esy lagi kerjain tugas Rancangan Percobaan. Jadi ... ya kayaknya karena itu Tante nggak bisa hubungi dia."

"Oh, begitu. Syukurlah. Tante cuma khawatir dia kenapa-napa," ujar Dhian. "Tapi, beneran kan? Dia lagi belajar di Perpus? Ehm bareng kamu?"

"Iya, Tante. Aku juga lagi di Perpus."

"Baiklah. Kalau begitu kalian lanjutin aja belajarnya. Biar besok-besok saja Tante telepon Esy," kata Dhian dengan perasaan lega. "Makasih ya, Rel?"

"Sama-sama, Tante."

Panggilan berakhir selang sedetik kemudian. Farrel beranjak seraya memasukkan kembali ponsel ke saku celana. Kembali ke meja, nyatanya Farrel tidak bisa dikatakan sedang 'bersama' dengan Esy.

Secara harfiah, ya. Farrel dan Esy memang berada di tempat yang sama, yaitu di perpustakaan. Namun, bukan berarti mereka datang atau belajar bersama.

Pada kenyataannya Farrel tadi juga mengalami kejadian persis dengan yang dialami Dhian. Ia menghubungi Esy lantaran biasanya cewek itu selalu mengajaknya mencari camilan akhir pekan, tapi pesannya tidak dibalas.

Farrel tidak berpikir dua kali. Ia pergi ke Perpustakaan yang memang selalu buka di hari Sabtu dan menemukan Esy.

Sama seperti biasanya, Farrel tidak akan menganggu Esy. Ia tengah berkutat dengan angka, tabel, dan kalkulator. Sedikit saja konsentrasinya meleset maka semua usahanya dari awal bisa berantakan.

Alhasil Farrel memutuskan untuk belajar pula. Tersenyum simpul, pada kenyataannya Farrel merasa malu juga.

Seumur hidup, aku nggak pernah serajin ini datang ke Perpus. Beda banget sama Esy.

Mungkin Esy pun tak menyadarinya bahwa semakin lama ia semakin sering mendatangi Perpustakaan. Tempat yang semula tidak ia suka, nyatanya menjadi tempat ternyaman untuknya sekarang.

Suasana Perpustakaan yang tenang memberikan kedamaian untuk belajar. Belum lagi keberadaan buku dan aroma khasnya yang menghadirkan atmosfer positif. Sangat tepat untuk membangkitkan semangat belajar Esy.

Farrel! "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang