(35) 3. Takdir Baik Takdir Buruk, Tetap Saja Adalah Takdir 4

385 65 22
                                    

"Farrel?"

Radit yang semula berniat menikmati kembali tegukan minuman bersodanya, berpaling. Pada Deni yang menatap padanya. Cowok itu lantas mengangguk.

"Kamu nggak serius kan mau deketin Esy?" tanya Deni lagi. "Ya aku tau Esy emang cantik. Imut gitu. Cuma kayaknya penghuni dunia akhirat udah pada tau kalau dia itu suka sama Farrel."

Radit mendeham. Menjauhkan kaleng minuman dari bibir, ia membuang napas sekilas.

"Tapi, Farrel kan nggak suka dia."

Perkataan Radit membuat Deni mendengkus. Pun begitu pula dengan teman mereka lainnya. Ada Baim dan Ikbal yang turun menyeringai geli.

"Cuma walau nggak suka," ujar Ikbal kemudian. "Aku ragu Farrel dikit pun nggak ada perasaan sama Esy."

Deni mengangguk. "Yang dibilang Ikbal bener."

"Kamu ingat kan?" tanya Baim tanpa menunggu jawaban dari Radit. "Waktu kita panen praktikum kapan hari. Dia panik banget pas Esy mimisan."

"Kalau masalah panik, toh aku juga panik," sanggah Radit.

Baim tergelak. Pundaknya sampai berguncang untuk beberapa saat. "Terlepas dari itu, aku tetap nggak setuju kalau kamu deketin Esy."

Semua mata di sana menatap Baim. Ia menarik napas sekilas. Barulah kemudian lanjut bicara.

"Gimana ya ngomongnya? Tapi, pasti rasanya nggak enak. Ya kali, Dit. Kamu, Esy, dan Farrel itu satu kelas."

Deni menjentikkan jarinya hingga berbunyi. "Terus ntar judulnya Aku Sekelas Dengan Crush dan Pacarku."

Lalu tawa pun meledak. Walau tentu saja, Radit tidak turut tertawa sama sekali.

"Ini saran kami deh ya," tambah Baim. "Mending kamu cari cewek lain. Lagian kamu nggak kekurangan stok."

Kali ini Ikbal mengangguk. "Ada Laura tuh yang dari awal masuk udah ngekorin kamu. Atau kalau nggak, itu aja. Sama anak dari Proteksi Tanaman. Yang namanya Nabila. Kapan hari dia buat acara ulang tahun kamu kan?"

"Ehm."

Radit hanya mengangguk samar untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tampak tidak bersemangat sama sekali. Ia mengusap tengkuk dan akhirnya tetap pada keputusannya.

"Aku beneran mau nembak Esy."

Deni, Baim, dan Ikbal sontak geleng-geleng kepala. Pun berdecak hingga ada pula yang terkekeh samar.

"Oke deh. Kita taruhan. Radit bakal ditolak atau diterima."

Bola mata Radit membesar mendengar perkataan Baim. Tapi, teman-temannya justru tergelak dengan lebih bersemangat.

"Pasti ditolak," ujar Baim yakin. "Esy itu udah cinta mati sama Farrel."

Ikbal menepuk pundak Baim sekilas. Wajahnya terlihat geli. "Tapi, ini Radit loh. Cewek mana yang bakal nolak dia?"

"Nah ini!"

Radit bersyukur setidaknya Ikbal masih ada hati untuk membela dirinya. Sedikit banyak itu memberikan semangat tambahan untuk dirinya.

Menyisihkan kaleng minum, Radit lantas merapikan kerah kemejanya. Rasa percaya diri tumbuh dan membuat ia bersemangat.

"Nggak mungkin Esy nolak aku."

*

"Kamu ini bener-bener asyik anaknya. Kalau ada kamu bawaannya rame gitu. Nggak heran sih kalau aku jadi suka sama kamu."

Radit memejamkan mata. Tepat setelah kalimat itu meluncur dari lidahnya dan ia sontak meruntuk di dalam hati.

Ya Tuhan, Dit. Apa yang kamu lakukan? Kamu bukannya ngungkap di kelas Statistika kan?

Farrel! "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang