(64) 7. Biasakan Dan Akhirnya Menjadi Kebiasaan 1

466 78 18
                                    

"Farrel!" panggil Esy seraya menunjuk pada satu bangku di bawah pohon rindang. Tak jauh dari motor Farrel yang terparkir. "Aku tunggu kamu di sana aja ya?"

Farrel mengangguk. "Kayaknya aku nggak bakal lama. Aku cuma daftar buat seminar proposal minggu depan."

Mereka berpisah. Farrel masuk ke Gedung Jurusan demi mendaftarkan jadwal seminar proposalnya dan Esy menunggu di tempat yang maksud.

Duduk di bawah pohon saat tengah hari, sungguh adalah surgawi. Angin yang bertiup terasa menyejukkan.

Ada satu motor yang melaju ke parkiran. Berputar sekilas demi mencari lokasi yang kosong, nyatanya si pengemudi justru menuju pada Esy.

Tepat di depan Esy, motor itu berhenti. Esy membuang napas panjang tatkala si pengemudi melepas helm. Ia menyeletuk.

"Harus banget, Dit, kamu parkir di depan aku? Tampang aku kayak petugas parkir gitu?"

Radit menyeringai. Menaruh helm di atas tangki motor, wajahnya menyiratkan geli.

"Salah kamu sih. Ngapain juga duduk di sana. Mana seorang diri lagi," balas Radit, lalu dahinya sedikit mengerut. "Btw, mana gebetan kamu? Jangan bilang kalau kamu ditinggalin di sini."

Esy berdecak. Acuh tak acuh, ia menunjuk ke Gedung Jurusan.

"Farrel lagi ke TU. Dia mau daftar seminar proposal buat minggu depan."

"Oh."

Radit manggut-manggut. Tampak belum akan pergi dalam waktu dekat, ia lnatas bertopang dagu di atas helm.

"Kalau Farrel mau seminar proposal, itu artinya dia bakal tamat bentar lagi dong?"

Mata Esy mengerjap. Pertanyaan Radit membuat ia sontak tertegun.

"Benar kan?" tanya Radit. "Semakin cepat dia seminar proposal, artinya dia bakal cepat penelitian dan tamat."

O oh! Sepertinya Esy nyaris melewatkan hal yang satu itu. Namun, sungguh! Bagaimana bisa ia tidak terpikir akan kemungkinan tersebut?

"Ehm!

Esy mendeham. Ia tersenyum dan mengangguk.

"Ya pasti dong. Lagi pula wajar kan kalau dia cepat tamat?"

Radit kembali manggut-manggut. Tak mengatakan apa-apa, ia mengamati mimik wajah Esy. Jelas cewek itu merasa tak nyaman dengan kemungkinan bahwa Farrel akan tamat cepat.

Tentu saja bukan karena Esy tidak bahagia dengan keberhasilan yang akan dicapai oleh Farrel. Namun, bayangan Farrel akan tamat sementara dirinya tetap bertahan membuat Esy merasa sesak di dada.

"Oh ya, Sy. Aku hampir lupa sesuatu."

Suara Radit membuat Esy tersadar dari lamunan singkat. Ia mengerjap sekali dan menatap Radit.

"Apa?"

Senyum mekar di wajah Radit. "Selamat buat Statistika kamu. Udah lulus kan?"

"Ck," decak Esy. "Kirain apaan. Ternyata Statistika. Tapi, yah! Aku memang lulus."

"Asli. Aku nggak pernah mikir kalau kamu bakal nekat masuk semua kelas Statistika semester ini," ujar Radit tak habis pikir.

"Sama. Aku juga nggak pernah kepikiran, tapi itulah yang terjadi."

"Jadi buat merayakan kelulusan Statistika kamu," lanjut Radit kemudian. "Apa perlu aku traktir kamu makan siang ntar?"

Ekspresi Esy berubah. Matanya menyipit dalam tatapan penuh selidik yang terarah lurus pada Radit.

Farrel! "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang