(82) 8. Air Mata dan Tawa, Itulah Yang Membuat Hidup Bewarna 7

542 82 34
                                    

"Farrel! Selamat!"

Tak hanya ucapan itu yang Farrel dapati, alih-alih sebuket bunga pun turut tertuju padanya. Berasal dari Dira yang dengan senyum lebar mengisyaratkan kebahagiaan.

"Oh," lirih Farrel mengerjap. "Makasih."

Satu persatu ucapan selamat datang. Diselingi oleh beberapa kali potret yang mengabadikan hari itu.

Farrel memandang berkeliling. Tepat ketika Dira melirik pada teman-temannya dan mereka mengangguk, layaknya tengah memberi semangat pada cewek itu.

"Rel," panggil Dira.

Farrel masih memandang sekitar. "Ya?"

"Gimana kalau kita pergi sekarang?" tanya Dira. "Teman-teman yang lain sudah pada nunggu di parkiran."

"Pergi?"

Farrel berhenti memandang sekeliling. Sekarang retinanya tertuju pada Dira dengan dahi yang mengerut.

"Ah," lirih Farrel sejurus kemudian seraya memejamkan mata sekilas, baru ingat. "Maksud kamu soal party itu?"

Dira mengangguk. "Iya. Sekalian nanti aku juga mau tanya-tanya ke kamu soal sidang."

Sesuatu menarik perhatian Farrel. Membuat cowok itu fokus pada sosok Esy yang baru keluar dari ruang sidang.

Ah, pantas saja. Ketika Farrel keluar dari ruang sidang dan diserbu oleh ucapan selamat, Esy justru masuk demi merapikan kembali ruang tersebut.

Esy menggendong tas ransel Farrel sementara Bella dan Mia membawa sekantung plastik sampah. Dibantu seorang pegawai Tata Usaha Jurusan demi memastikan peralatan di dalam sana dalam keadaan baik.

"Gimana? Kita pergi sekarang?"

Farrel mengerjap. Kakinya ingin beranjak dari sana, tapi setitik akal sehat membuat Farrel mengurungkan niat. Ia kembali beralih pada Dira. Cewek itu tampak tersenyum dan memandangnya dengan penuh harap.

Teman-teman mereka sudah pergi satu persatu. Dengan celotehan riang gembira, tampaknya mereka benar-benar akan pergi ke acara perayaan tersebut. Persis seperti yang dikatakan Dira.

"Dira."

Farrel membuang napas. Sekilas matanya melirik pada ruang sidang yang pintunya masih terbuka. Cukup menjadi tanda bahwa dalam waktu dekat ruangan itu akan kembali digunakan.

Mungkin ada waktu sekitar lima atau sepuluh menit. Tergolong singkat, tapi Farrel yakin itu lebih dari cukup.

"Kita bicara sebentar di dalam."

Farrel langsung masuk kembali ke ruang sidang tanpa menunggu persetujuan Dira. Alhasil cewek itu pun tak ada pilihan lain, selain mengikuti Farrel.

"Kenapa, Rel?"

Membuang napas, Farrel mengembalikan buket bunga pada Dira. "Maaf, tapi aku pikir ini berlebihan."

Dira mengerjap, kaku menerima bunganya kembali. "B-berlebihan?"

"Iya. Aku merasa nggak enak," ujar Farrel. "Jadi lebih baik batalkan saja pestanya."

Wajah Dira seketika berubah. Ia terdiam sejenak, seolah butuh waktu untuk mencerna perkataan Farrel.

"T-tapi, aku udah siapin semuanya."

"Aku tau. Terima kasih, tapi ini benar-benar berlebihan. Aku merasa nggak enak," kata Farrel lagi.

Dira tertegun. Senyum dan raut bahagia yang sedari tadi bertengger di wajahnya, menghilang.

"Atau kamu bisa reschedule kan? Untuk perayaan kamu besok."

Farrel! "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang