"Farrel?"
Esy kaget dan sontak menghentikan langkah kakinya ketika mendapati keberadaan Farrel di depan lorong ruang administrasi laboratorium. Esy baru saja mengembalikan absensi praktikum. Berpikir bahwa Farrel telah pulang, ia tampak tak percaya dengan yang matanya lihat.
"Kamu belum balik?"
Farrel menggeleng. Ia menggaruk tengkuknya sekilas. "Abis dari ketemu sama Bu Iis."
"Ah. Soal beasiswa kemaren?" tanya Esy menebak. "Gimana? Lancar tes wawancaranya?"
Kali ini Farrel mengangguk. "Bisa dibilang gitu. Kata Ibu sih seminggu bakal keluar hasilnya."
"Semoga kamu lolos."
"Mudah-mudahan," lirih Farrel. "Jadi gimana hari pertama ngasdos kamu? Lancar?"
Esy melangkah. Bersama dengan Farrel, ia melintasi lorong dan berbelok. Menuju parkiran belakang.
"Ya ... bisa dibilang lancar. Soalnya aku kan sama Pak Nathan. Jadi kayaknya anak-anak pada adem karena dibimbing sama dosen cakep."
Farrel hanya mengangguk-angguk. Tidak meneruskan pembicaraan itu ketika mereka telah sampai di motornya yang terparkir. Ia menyerahkan helm pada Esy.
"Kamu mau langsung balik?"
Menyambut helm, Esy membuang napas panjang. "Iya. Aku capek. Abis praktikum dan langsung lanjut ngasdos itu ternyata menguras tenaga."
Farrel mengenakan helm seraya mendengkus geli. Ia duduk di atas motor dan langsung menyalakan mesinnya.
"Mau mampir beli camilan dulu?"
Esy yang baru saja ingin duduk di belakang Farrel, bergeming seketika. Matanya menyipit melihat Farrel.
"Tumben kamu nawarin."
"Kalau nggak mau ya udah," ujar Farrel santai. "Aku juga mau sedikit bertanggungjawab. Soalnya kamu jadi asdos Biologi juga gara-gara aku."
Kalau tadi menyipit maka sekarang mata Esy membesar. Ia buru-buru duduk di atas motor dan memukul punggung Farrel.
"Bener itu! Gara-gara kamu. Jadi tiap selesai aku ngasdos, kamu harus traktir aku."
Motor mulai berjalan ketika Farrel melirik Esy melalui spion. Ia mendengkus tak percaya.
"Wah! Aku cuma nawarin kali ini aja."
Tawa Esy berderai. Sepertinya tawaran camilan dari Farrel amat ampuh membuat letih Esy menghilang seketika. Bahkan hanya butuh beberapa detik saja untuk ia mendapatkan tenaga mendadak demi tertawa lepas.
"Aku ngasdos delapan minggu, Rel. Bukan cuma hari ini. Dan kayak yang kamu bilang. Itu gara-gara kamu."
Mengatakan itu dengan tawa, pada kenyataannya tak urung pula Esy mencibir pada Farrel. Dan tentunya, Farrel pun tau keusilan Esy kala itu. Karena sesekali matanya masih melirik pada spion.
"Sebenarnya bukan salah aku sepenuhnya," ujar Farrel kemudian. "Aku lihat-lihat kamu punya banyak waktu dan tenaga yang nganggur. Jadi timbang kamu habiskan waktu dan tenaga kamu buat yang nggak guna, lebih baik kamu jadi asdos saja."
Tawa Esy menghilang. Tergantikan kerutan di dahi. Ia mengerjap bingung.
"B-buat yang nggak guna? Maksudnya?"
Tak menjawab pertanyaan itu, Farrel hanya menggeleng. Kali ini tatapannya tak lagi berada di spion. Alih-alih pada jalanan di depan sana. Dan samar, ia tersenyum.
*
Sepertinya ini memang adalah efek dari jatuh cinta. Apalagi kalau jatuh cintanya sudah melewati beberapa tahun lamanya. Bahkan ketika Farrel lolos beasiswa maka justru Esy yang kegirangan.
"Farrel!"
Esy menyerukan nama Farrel. Tepat ketika ia baru keluar dari praktikum Teknologi Benih, seminggu kemudian.
Farrel yang baru saja menjejakkan kaki di lantai dua Gedung Jurusan sontak membuang napas panjang. Ia yang semula berniat untuk langsung menuju ke ruang praktikum, menunda sejenak niatannya.
"Selamat!" ujar Esy seraya menyambar tangan Farrel. "Aku baru lihat pengumumannya di bawah tadi. Pas mau masuk praktikum Benih."
Sedikit merasa malu dengan orang-orang yang kebetulan hilir mudik di sana, Farrel mengangguk kaku.
"Makasih."
"Ehm ngomong-ngomong karena kamu lolos beasiswa," ujar Esy kemudian dengan penuh irama. Tanpa lupa untuk tersenyum pula. "Berarti ntar sore cari camilannya yang paket ekstra dong."
Mata Farrel menyipit. "Paket ekstra?"
"Iya. Sekalian buat perayaan."
Harusnya Farrel tidak perlu menanyakan itu. Dan ia tidak merasa keberatan sama sekali.
"Oke."
Waktu yang tepat. Ketika kesepakatan telah selesai, ada Ryan dan Abid lewat. Tanpa tedeng aling-aling, Ryan menunjuk pada Esy.
"Kamu habis ini ngasdos Biologi kan?"
Esy mengangguk. "Iya, Kak."
"Dan kamu praktikum Rancangan Percobaan," kata Ryan pada Farrel. "Tapi, kalian malah ngobrol di sini."
Abid memegang pundak Ryan. Ia tampak terkekeh.
"Kamu sensian amat sih, Yan? Tenang tenang. Kalau Bu Fatma nggak bisa bimbing PKM kita, ada dosen lain," ujar Abid geli. Ia lantas beralih pada Esy dan Farrel. "Maklum. Dia lagi ngebet mau cepet tamat. Jadi agak sensi gara-gara belum dapat pembimbing."
Ryan berdecak. "Ini bukan cuma buat penelitian aku, Bid. Kalau kita tembus PKM, kita bakal dapat duit dan penelitian kita bakal aman sejahtera. Aku udah begadang seminggu buat nyiapin proposal."
Abid yang paham kalau Ryan memang sedang sedikit pusing kala itu memutuskan untuk menarik temannya dari sana. Ia tidak ingin Esy dan Farrel menjadi pelampiasan cowok itu.
"Atau gimana kalau gini? Kamu tau dosen baru itu kan? Yang dibilang mantan Putri Indonesia? Kita minta beliau jadi pembimbing PKM kita aja gimana?"
"Hah? Sejak kapan mantan Putri Indonesia jadi dosen Pertanian?"
"Ck! Anak ini. Itu loh. Bu Vanessa. Kamu tau kan? Dosen baru yang cantik itu."
"Hah? Kita ada dosen baru, Bid? Yang mana?"
"Ya Tuhan. Kamu kalau ada tawaran beasiswa dan PKM aja cepet. Giliran ada dosen cantik kamu malah nggak tau."
"Mana cantik dengan anggrek hitam Papua?"
"Serius? Kamu bandingkan Bu Vanessa dengan anggrek hitam Papua?"
"Eh, anggrek hitam Papua itu cantik dan langka. Terus harganya tembus ratusan juta."
"Ya kalau kamu melamar Bu Vanessa malah bisa tembus satu miliar kali."
Mengatakan itu dengan intonasi yang sedikit tinggi, Abid akhirnya merasa emosi juga. Sementara Ryan kemudian justru tertawa.
"Memangnya siapa yang mau melamar Bu Vanessa?" tukas Ryan geli. "Aku kenal ibunya juga nggak."
Abid geleng-geleng kepala. Sekarang Ryan justru terkekeh seraya beranjak dari sana dengan suka cita. Membuat Abid mengangkat tinjunya ke udara seolah-olah ingin menghantam temannya itu.
Namun, Abid buru-buru mengusap dadanya. Mulutnya komat-kamit membaca mantera: Sabar, sabar. Orang sabar BAB-nya lancar.
Sepertinya itu adalah memang adalah mantera yang paling Abid butuhkan. Terlebih karena di depan sana, Ryan justru menertawainya.
"Abid. Abid. Kamu ini memang ada-ada saja," lirih Ryan lucu. Ia menuruni satu anak tangga, tapi kemudian teringat pada Esy. "Kamu nggak ke adm lab?"
Esy yang sedari tadi bengong bersama Farrel melihat ulah kelakuan seniornya buru-buru mengangguk. Tapi, Esy menyempatkan diri untuk berkata pada Farrel.
"Tunggu aku selesai ngasdos ntar."
Farrel mengangguk. Setelah Esy pergi bersama dengan Ryan dan Abid ke bawah, ia pun langsung menuju ke ruang praktikum. Melewati Dira dan teman-temannya yang terjadi berdiri tak jauh dari sana.
*
bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Farrel! "FIN"
Ficção AdolescenteNomor Peserta: 095 Tema Yang Dipilih: Campus Universe Blurb: Untuk urusan keteguhan hati, Esy Handayani dan Farrel Anantara memang nggak ada duanya. Mau lihat buktinya? Bukan lagi setahun atau dua tahun, Esy sudah menyukai Farrel bahkan ketika merek...