Farrel memandang bergantian pada mereka yang mengantar kepergiannya. Ia tersenyum. Tampak baik-baik saja ketika Linda dan Esy sudah berurai air mata.
"Aku pergi, Ma. Doakan aku," ujar Farrel.
Linda mengangguk. Sudah tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Beruntung ada sang suami yang kuat walau harus berpisah dengan anak sematawayang yang mereka miliki.
"Jaga diri baik-baik. Belajar yang rajin. Kami semua pasti mendoakan yang terbaik untuk kamu."
Farrel merasa lega. Ia membuang napas dan tatap matanya berpindah pada Esy.
Hanya tersenyum. Farrel tidak mengatakan apa-apa pada Esy hingga tiba waktunya untuk mereka benar-benar berpisah.
Farrel beranjak. Melangkah meninggalkan keluarga dan juga Esy. Dengan tanda pengenal dan paspor di satu tangan, ia melewati bagian pemeriksaan.
Terakhir kali, Farrel menyempatkan diri menoleh ke belakang. Melihat sekali lagi sebelum akhirnya ia benar-benar melangkah masuk.
Farrel terus berjalan ke depan. Menuju pada titik selanjutnya yang akan menjadi bagian dari masa depannya.
Itu pagi yang cerah. Matahari bersinar dengan terang benderang. Seolah sedang memberikan energi positif untuk Farrel. Modal penting baginya dalam menggapai masa depan.
*
Hari pertama tanpa ada Farrel menjadi hal yang berat bagi Esy. Ia tidak ingin serakah, tapi waktu sekitar 10 bulan tidak akan pernah cukup untuknya.
Farrel memang tidak langsung pergi setelah tamat. Setidaknya ia menghabiskan waktu untuk mendaftar beasiswa dan ke universitas yang dituju.
Namun, memang. Waktu itu amat sebentar bagi Esy yang akhirnya harus menerima kenyataan bahwa sekarang dirinya sendiri.
Bukan hanya Farrel yang meninggalkannya. Alih-alih satu persatu temannya pun demikian. Bella sudah lulus Desember lalu sementara Mia sekarang sedang persiapan untuk sidang. Lalu Esy?
Sedikit beruntung, Esy tidak terlalu terlambat. Setidaknya ketika semester lalu ia mengambil mata kuliah Penyajian Ilmiah, Zidan langsung memberikan solusi untuknya.
"Jadikan kuliah PI semester ini untuk ajang kamu benar-benar menyusun draf proposal penelitian. Setelah nilai PI keluar maka kamu bisa langsung memulai penelitian."
"Saya maunya juga begitu, Pak. Cuma saya belum ada bayangan ingin penelitian apa. Mungkin Bapak ada masukan untuk saya?"
Kala itu Zidan tidak langsung menjawab pertanyaan Esy. Alih-alih melihat sang mahasiswi dengan sorot yang tak mampu diartikan.
"Sebenarnya saja ada proyek. Apa kamu mau mengerjakannya?"
Esy melongo. "B-Bapak menawari saya penelitian, Pak?"
"Kalau kamu berminat," kata Zidan. "Komoditi padi sawah dengan rancangan split plot."
Oh, Tuhan. Farrel pun tahu mengenai hal tersebut lantaran ia belum pergi. Tak perlu ditanya, tentu saja ia kaget.
"Padi? Di sawah? Pakai split plot? K-kamu yakin, Sy? Nanti kamu mau kerjain sama siapa? Aku nggak bisa bantu."
Esy hanya tersenyum. "Tenang. Aku sudah kuat kok. Lagi pula ... split plot itu menantang sih. Kira-kira interaksinya gimana ya? Kira-kira kedua faktor saling mempengaruhi nggak? Menarik kan?"
"Kamu serius?" tanya Farrel seraya menatap Esy.
Esy mengangguk penuh yakin. "Iya. Demi cita-cita aku, jangankan sawah. Disuruh tumpangsari sawah dan ikan lele pun bakal aku lakukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Farrel! "FIN"
Teen FictionNomor Peserta: 095 Tema Yang Dipilih: Campus Universe Blurb: Untuk urusan keteguhan hati, Esy Handayani dan Farrel Anantara memang nggak ada duanya. Mau lihat buktinya? Bukan lagi setahun atau dua tahun, Esy sudah menyukai Farrel bahkan ketika merek...